Kontribusi al-Khawarizmi di Bidang Matematika (780-847)

Share your love

Muhamad ibn Musa al-Khawarizmi merupakan seorang matematikawan muslim yang banyak berperan dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Berbagai kontribusinya menjadikan dirinya salah satu pemikir paling menonjol dan produktif pada permulaan era Islam.

Ialah pengembang ilmu geometri dengan angka-angka persamaan kuadrat. Ia juga menemukan angka nol sehingga setiap orang kini bisa menghitung demikian banyaknya lewat bantuan angka nol atau nihil.

Penulis sejarah matematika terkenal, George Sarton, mengungkapkan bahwa al-Khawarizmi adalah “salah seorang ilmuwan muslim terbesar dan terbaik pada masanya.” Ia berhasil mensistematiskan matematika Yunani dan Hindu.

Para sejarawan matematika seperti Bergren (1979), Boyer (1985), Gandz (1936), dan Rashed (1988) merasa bahwa al-Khawarizmi layak disebut sebagai “Bapak Ilmu Pengetahuan Aljabar.”

Walaupun demikian, banyak kaum terpelajar di negara berpenduduk mayoritas Islam tidak mengenalnya. Ruang kelas di sekolah justru hanya mengenalkan matematika maupun ilmu hitung lain termasuk aljabar melalui ilmu pengetahuan Barat.

Tidak mengherankan, apabila kontribusi pemikir Islam di zaman keemasannya kurang dikenal. Kaum terpelajar Islam lebih mengenal tokoh seperti Leonardo Fibonacci yang karyanya justru banyak dipengaruhi al-Khawarizm.

Berkaca pada hal tersebut, pada kesempatan kali ini penulis akan membahas mengenai kontribusi al-Khawarizm dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

Asal Usul al-Khawarizmi

kontribusi al-Khawarizmi
al-Khawarizmi

Abu abdullah Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi lahir di Khawarizmi (Khiva), di selatan Amu Darya, pada tahun 780. Leluhurnya berimigrasi dan menetap di Qutrubulli, sebuah distrik di bagian barat Baghdad, irak. Diperkirakan ia wafat pada tahun 847.

Kehidupan masa mudanya tidak diketahui secara dalam, karena hanya sedikit sekali literatur sejarah yang mencatatnya.

Namanya mulai banyak dikenal pada masa khalifah al-Makmun, diperkirakan ia hidup di pinggiran Baghdad pada masa kejayaan daulah Abbasiyah, tepatnya pada masa al-Ma’mun (813-833).

Khalifah al-Ma’mun dikenal sebagai pemimpin yang memprioritaskan perkembangan ilmu pengetahuan. Tidak mengherankan bila, ia berteman akrab dengan banyak ilmuwan masyhur, termasuk al-Khawarizm.

Khalifah menjadikan al-Khawarizmi sebagai anggota Bayt al-Hikma (House of Wisdom) di Baghdad. Sebuah lembaga pendidikan yang meneliti ilmu-ilmu pengetahuan dan terjemahan yang telah berdiri sejak masa Khalifah Harun al-Rasyid.

Keterlibatannya di Bayt al-Hikma sekaligus menunjukkan kemampuan dan kecerdasan pikirannya.

Hampir sebagian besar kesuksesan yang dicapai oleh al-Khawarizmi, seperti tulisan tentang astronomi dan karya di bidang aljabar didedikasikan untuk al-Ma’mun. Di lain pihak, khalifah memberikan perhatiannya kepada karya al-Khawarizmi dengan memberikan berbagai penghargaan.

Kontribusi al-Khawarizmi di Bidang Aritmatika

Karya aritmatika al-Khawarizmi berjudul kitab “Al-Jam’a wa-l-tafriq bi-hisab al-Hind (Book of Addition and Subtractrion by the Method of Calculation) yang ditulis setelah ia mengerjakan karya fenomenalnya, Algebra.

Versi berbahasa Arabnya telah hilang, tetapi versi bahasa latin ditemukan pada tahun 1857 di perpustakaan Universitas Cambridge. Kopian tersebut diyakini merupakan tulisan aritmatika al-Khawarizmi yang diterjemahkan oleh Adelard of Bath pada abad ke-12 M.

Karya al-Khawarizm ini dikenal sebagai buku pelajaran pertama yang ditulis dengan menggunakan sistem bilangan desimal. Meskipun masih bersifat dasar, tetapi ini merupakan titik tolak pengembangan ilmu matematika dan sains.

Karya ini menjadi penting karena merupakan notasi yang pertama kali menggunakan basis angka Arab dari 1 sampai dengan 9, 0 dan pola nilai penempatan. Karya ini masih dilengkapi pula dengan aturan-aturan yang diperlukan dalam bekerja dengan menggunakan notasi bilangan Arab dan penjelasan tentang empat basis operasi perhitungan, yaitu penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.

Di antara notasi bilangan Arab yang diperkenalkan oleh al-Khawarizmi yang paling penting adalah notasi nol. Meskipun notasi ini disimbolkan dengan sebuah ruang kosong dalam satu rangkaian angka, benda dengan bentuk lingkaran kecil ini merupakan salah satu temuan matematika yang terbesar. Notasi nol juga membuka jalan bagi konsep penulisan bentuk positif dan negatif dalam aljabar.

Masyarakat Hindu menggunakan kata “sunya” untuk penulisan nol yang mengandung makna kosong atau hampa. Al-Khawarizmi mengganti kata “sunya” dengan “sifr”.

Setelah diperkenalkan oleh al-Khawarizmi simbol notasi nol dikenal secara luas dengan digunakan 250 tahun dalam dunia Islam sebelum bangsa Eropa datang dan mengenal simbol tersebut.

Karya aritmatika al-Khawarizm membawa pengaruh besar di dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Hasil kerjanya menghadiahkan para ahli matematika sebuah alat bantu yang terus digunakan sejak awal abad ke-9.

Kontribusi al-Khawarizmi di Bidang Aljabar

Salah satu karya monumental al-Khawarizmi adalah Kitab al-Jabr wa’l-Muqabalah (The Book of Restoring and Balancing).

Buku yang ditulis antara tahun 813-833 ini berkaitan dengan teori persamaan linier dan kuadrat dengan satu variabel yang tidak diketahui sebagaimana dasar perhitungan yang berkaitan dengan bilangan binomial dan trinomial.

Aljabar sendiri berarti mengembalikan sesuatu kepada keadaannya yang pertama seperti menguraikan angka pecahan. Adapun artinya dalam istilah matematika adalah menambah sejumlah angka tertentu untuk dua tambahan dengan tujuan memudahkan penyelesaiannya.

Sementara almuqabalah (persesuaian) artinya menyamakan antara satu angka dengan angka yang lain dan menghasilkan suatu nilai.

Para sejarawan meyakini bahwa karya al-Khawarizmi yang berjudul Kitab al-Jabr wa’l Muqabalah ini merupakan literatur pertama dalam sejarah yang memunculkan istilah aljabar .

Salah seorang pakar matematika terkemuka, Abu Kamil Syuja’ ibn Aslam menegaskan dalam bukunya “Kitab al-Washaya bil Jabar wal Muqabalah” bahwa al-Khawarizmi adalah orang yang pertama kali menggagas aljabar.

Al-Khawarizm sendiri menyebutkan dalam pengantar bukunya bahwa Khalifah al-Ma’mun memberikan dukungan penuh dalam penulisan buku ini.

Oleh sebab itu, tidak benar apabila ada yang mengatakan bahwa ilmu aljabar telah ada di tangan  orang lain selain al-Khawarizmi. Alasannya cukup sederhana, yakni munculnya ilmu aljabar memerlukan perpaduan antara sistem penjumlahan angka-angka India dengan kaedah dan teori arsitektur Yunani. Jadi tidak mungkin, aljabar dikenal sebelum al-Khawarizmi.

Sebelumnya, rumus-rumus aljabar tidak pernah ada. Untuk mengganti (x) dan (y), al-Khawarizmi menggunakan nilai yang tidak diketahui dengan kata “sesuatu” atau “akar” dan perempatannya ditunjukkan dengan kata “harta”.

Bagian pertama tulisan aljabar al-Khawarizmi menekankan pada teori-teori yang berkaitan dengan subjeknya, memberi penjelasan terhadap terminologi penulisan dan konsep penulis.

Pada bagian kedua penekanan pada prosedur normal yang mengesahkan penggunaan perhitungan praktis untuk direduksi dengan dasar-dasar aljabar.

Bagian akhir tulisannya berkenaan dengan aplikasi aljabar untuk bidang perdagangan, penelitian lapangan, pengukuran bidang geometri dan terakhir aplikasi pada hukum warisan Islam.

Kitab “Al-Jabar wal Muqabalah” sangat berarti secara ilmiah dan memliki nilai yang besar. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa latin oleh Robert Chester agar menjadi salah satu pendorong bagi kebangkitan keilmuan Eropa.

Kontribusi al-Khawarizmi di Bidang Lain

Penemuan di Bidang Ilmu Falak (Astronomi)

Al-Khawarizmi ikut berperan dalam mengukur lingkaran bumi yang dilakukan pada masa Khalifah al-Ma’mun. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan ilmu astronomi.

Untuk mewujudkan tujuan ini dibentuk dua tim yang terdiri dari para ilmuwan, salah satunya mengarah ke utara dan satunya mengarah ke selatan pada garis lintang yang sama. Setelah itu masing-masing tim menentukan garis bujur di tempat tibanya dengan cara mengukur ketinggian bintang kutub.

Dari dua pengukuran itu, para ilmuwan muslim kemudian menghitung derajatnya yang pada gilirannya digunakan untuk menghitung lingkaran bumi dan separuh wilayahnya dengan ketelitian yang melebihi pengukuran yang dilakukan oleh ahli matematika Yunani Alexandria, Eratosthenes.

Baca juga: Puncak Kejayaan Abbasiyah

Al-Khawarizmi juga membuat diagram astronomi seperti yang dimuat dalam bukuya “As-Sanad Hind”. Sebagaimana dia juga menulis beberapa karya penting dalam ilmu astronomi, diantaranya buku yang berjudul “al-Amal bi Al-Istharlab”, dan buku “Jadwa an-Nujum w Harakatuha”.

Penemuan di bidang Ilmu Geografi

Dalam ilmu Geografi, al-Khawarizmi menulis buku “Shuratul al-Ardh”  yang membenarkan pendapat Ptolemaeus dan menulis peta yang lebih detail pada peta yang ditulis oleh Ptolemaeus.

Ia juga menulis buku berjudul “Taqwim al-Buldan”. Seorang orientalis Italia, Carlo Nallino mengakui bahwa buku-buku yang ditulis al-Khawarizmi dalam ilmu geografi dan astronomi bukan hanya sekedar mengutip dari ilmu geografi bangsa Yunani dan mengulang pendapat mereka dalam hal itu, melainkan ia telah mampu membuat ilmu geografi sebagai ilmu yang berdiri sendiri.

Penutup

Al-Khawarizmi telah memberikan kontribusi yang besar dalam mendorong perkembangan peradaban manusia hingga masa sekarang. Pada masa kebangkitan Eropa untuk maju dan mengejar ketertinggalan peradabannya, nama al-Khawarizmi bagi para ilmuwan seakan-akan lebih ampuh daripada sihir, sehingga mereka membuat puisi yang mengabadikan peringatan lahirnya ilmuwan ini yang telah mengeluarkannya dari kebodohan.

Akan tetapi setelah Eropa bangkit, mereka benar-benar melupakan al-Khawarizmi, hingga ada sebagian ilmuwan moderat yang menyadari pentingnya mengembalikan hak-hak al-Khawarizmi kepadanya. Sementara itu di dunia Islam era kontemporer, banyak yang tidak mengenal siapa itu al-Khawarizmi. Bahkkan jika bertanya kepada mereka yang bersekolah di bidang matematika, belum tentu mereka mengetahui kiprah al-Khawarizmi dalam perkembangan ilmu matematika dan aljabar. Penulis berharap artikel ini mengetuk para pembaca untuk lebih menghargai jasa-jasa ilmuwan yang telah berjuang untuk memajukan peradaban manusia.

BIBLIOGRAFI

Amin, Husayn Ahmad. 1995. Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Arsyad, M Natsir. 1989. Ilmuwan Muslim Sepanjang Sejarah. Bandung: Mizan.

Gaudah, Muhammad Gharib. 2007. 147 Ilmuwan Terkemuka dalam Sejarah Islam. Terj. Muhyiddin Mas Rida. Jakarta: Pustaka al-Kautsar.

Gunadi. 2002. Dari Penakluk Jerusalem hingga Angka Nol. Jakarta: Republika.

Mohamed, Mohaini. 2000. Great Muslim Mathematicians. Terj. Thamir Abdul Hafedh. Jakarta; Salemba Teknika.

Mursi, Muhammad Sa’id. 2007. Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah. Jakarta: Pustaka al-Kautsar.

Rifai Shodiq Fathoni

Rifai Shodiq Fathoni

I explore disability and medical history as a history buff. I examine how society and medicine have treated and changed for people with disabilities over time.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *