Penggerak Sejarah dan Pola Gerak Sejarah – Filsafat Sejarah Spekulatif

Share your love

Filsafat sejarah spekulatif, bertujuan untuk melihat peristiwa-peristiwa sejarah sebagai suatu keseluruhan. Filsafat sejarah spekulatif berusaha untuk memberikan penjelasan dan penafsiran yang luas mengenai seluruh proses sejarah, yakni proses sejarah sebagai peristiwa.

Tujuan utama dari filsafat ini adalah mengungkap faktor-faktor esensial yang menggerakkan proses sejarah, asas-asas atau hukum-hukum umum yang menguasai dan mengendalikannya, ke arah mana arus proses sejarah menuju dan bermuara dan makna atau arti proses sejarah.

Menurut Ankersmit, terdapat tiga pertanyaan mendasar yang harus dijawab dalam filsafat sejarah spekulatif. Pertanyaan-pertanyaan tersebut berkaitan dengan irama atau plot dari sejarah, motor penggerak sejarah, dan muara terakhir yang dituju oleh proses sejarah.

Sebelumnya penulis telah menjelaskan mengenai Hukum Sejarah, maka pembahasan kali ini, akan dipaparkan beberapa hal mendasar tentang filsafat spekulatif lainnya, yakni penggerak sejarah, dan pola gerak sejarah.

Penggerak Sejarah

Penggerak Sejarah dan Pola Gerak Sejarah - Filsafat Sejarah Spekulatif
Sumber: Pixabay

Sejarah memang tercipta di lingkungan masyarakat. Namun masyarakat bukan semata-mata objek sejarah. Di satu sisi, masyarakat adalah sebab  bagi terjadinya sejarah. Dalam konteks ini, masyarakat ibarat wadah bagi sejarah.

Pada sisi yang lain, masyarakat acap merupakan subjek yang mengarahkan laju sejarah. Dalam konteks inilah konsep kekuatan rakyat (people power) menemukan relevansinya. Di balik hal tersebut memang sering hadir orang besar, namun apalah arti individu semacam ini tanpa dukungan masyarakat atau rakyat. Dengan demikian, masyarakat juga merupakan faktor penggerak sejarah.

Menurut George Novack, ada beberapa penggerak sejarah, di antaranya adalah:

  1. Orang besar
  2. Kekuatan ideal
  3. Rakyat atau bangsa terpilih
  4. Manusia dan lingkungan

Sedangkan menurut Carl G. Gustavson dalam karyanya a preface of history, sebagaimana yang dikutip oleh Kuntowijoyo, menjelaskan bahwa ada 13 aspek yang menjadi kekuatan sejarah, yakni:

  1. Ekonomi

Kenyataan bahwa manusia adalah makhluk ekonomi mempermudah kesimpulan bahwa sejarah ditetentukan oleh factor ekonomi. Salah satu cntohna adalah terciptanya jalan sutera dari Tiongkok ke Eropa ialah karena kepentingan ekonomi.

  1. Agama

Munculnya Agama Kristen, masuknya Kristen ke Eropa, dan terbentuknya Zaman Pertengahan di Eropa sebagian besar dapat dijelaskan dengan agama. Gerakan-gerakan tarekat di Aeh pada awal abad ke-17, di bawah pimpinan Hamzah Fansuri dan Syamsuddin Sumatrani serta pemberantasannya di bawah Nuruddin Ar-Ramiri adalah semata-mata karena alasan agama.

  1. Institusi

Dalam sejarah Indonesia, institusi, terutama Negara, juga merupakan kekuatan yang menggerakan sejarah. Dalam beberapa kasus lain, Negara juga berperan dalam penyebaran agama, baik Hindu, Islam, maupun Kristen.

Mataram mengadakan serbuan ke utara dan timur dengan maksud menguasai jalur perdagangan, karena pada saat itu kota-kota pantai menguasai perdagangan antar pulau. Hal ini membuktikan bahwa institusi politik efektif untuk menguasai ekonomi.

  1. Teknologi

Sebelum terciptanya jalur kereta api, Bengawan Solo berperan besar dalam proses  pengangkutan, seperti diceritakan dalam penyerbuan Mataram ke Surabaya. Namun setelah rel-rel kereta api menghubungkan Yogyakarta dengan Surabaya, Bengawan Solo kehilangan monopolinya. Kota-kota sepanjang sungai digantikan oleh kota-kota sepanjang jalan kereta api. Demikian juga laut, perananya dapat digantikan oleh kereta api. Dengan diam-diam teknologi telah mengubah kehidupan.

  1. Ideologi

Dalam bidang pendidikan dan kebudayaan terdapat Taman Siswa yang mencoba menjawab pertanyaan kebudayaan dunia, kebudayaan daerah, dan kebudayaan nasional. Soekarno mencoba menyatukan Islam, Marxisme, dan Nasionalisme, ideologi yang dibawanya sampai tahun1966 ketika ia menyerahkan kekuasaanya pada Orde Baru.

  1. Militer

Selain bangsa Belanda, pada zaman Belanda diangkat orang-orang Indonesia sebagai tentara. Demikianlah misalnya, Barisan Madura dipakai Belanda untuk memadamkan Perang Aceh. Tentara juga merupakan kekuatan yang riil dan kekuatan sejarah yang harus diperhitungkan oleh ormas-ormas menjelang G-30-S/PKI.

  1. Individu

Pengaruh seorang individu sangat besar yang akan dapat mengubah sejarah. Seperti Al-Ghazali yang memiliki pengaruh besar dalam Tasawuf. Dalam kerajaan tradisional, seperti dalam wayang, hanya kita kenal nama raja bukan kelompok sosial.

  1. Seks

Sekarang kajian tentang seks sudah ditinggalkan, sebab kajian biologis itu sudah digantikan dengan konsep gender yang menitikberatkan perbedaan pria dan wanita lebih pada pandangan sosial-budaya yang bisa berubah. Akan tetapi, dahulu memang orang memahami perbedaan pria dan wanita lebih pada perbedaan biologis yang tidak berubah.

  1. Umur

Dengan tidak sadar, ternyata umur menentukan perkembangan bisnis. Misalnya, Organisasi Peserta Pemilu (OPP). Dalam agama, umur juga menentukan gaya. Jika dalam masyarakat tradisional, orang-orang tualah yang tertarik pada thariqah, dalam masyarakat modern rupanya anak-anak muda juga tertarik.

  1. Golongan

            Golongan buruh dan tani, yang juga muncul pada waktu yang hampir bersamaan, banyak diperebutkan partai-partai politik. Dalam Revolusi, kaum buruh hampir di semua tempat dan pekerjaan mendirikan angkatan-angkatan muda.

  1. Etnis dan Ras

Etnis dan ras menduduki peran penting dalam pertumbuhan kota tradisional. Misalnya di kerajaan Kejawen, seperti Surakarta, ada tempat khusus untuk orang Banjar, juga untuk orang Arab, orang China dan orang Belanda.

  1. Mitos

     Di Indonesia mitos benar-benar menjadi kekuatan sejarah dan karena itu patut mendapat perhatian. Kebanyakan mitos Indonesia menceritakan masa lalu. Tetapi ada pula mitos baru, seperti mitos tentan peranan laut, bangsa, Negara, partai, ideologi, dan sebagainya.

  1. Budaya

     Periodisasi sejarah Eropa sampai ke abad 19 banyak dipengaruhi oleh pertimbangan budaya. Ketika kita ikut membagi Eropa menjadi beberapa periode, seperti zaman Klasik, zaman Pertengahan, Renaisans, Reformasi, Rasionalisme Prancis dan Emperisme Inggris, Zaman Pencerahan dan Romantisme, pengaruh sejarah pemikiran dan ilmu pengerahuan Eropa kuat. Pengaruhnya tidak hanya berhenti dalam cara berfikir, tetapi juga pada cara merasa dan cara bekerja.

Pola Gerak Sejarah

Pemahaman mengenai teori pola gerak sejarah dimaksudkan agar seorang sejarawan mempunyai gambaran yang menyeluruh tentang posisi manusia dalam rentang sejarah dan faktor-faktor lain di luar manusia yang juga menentukan arah dari gerak sejarah. Pada dasarnya, ada banyak gerak sejarah, yakni gerak sejarah maju, gerak sejarah mundur, gerak sejarah daur cultural, gerak sejarah menurut hukum fatum, paham Santo Agustinus, masa renaisans, tafsiran sejarah menurut Oswald Spengler, Tafsiran Arnold J. Toynbee, dan Teori Pitirim Sorokin. Namun dalam pembahasan ini akan dijelaskan beberapa pola gerak sejarah, yakni:

  1. Siklus

Pola gerak siklus dihasilkan dari hukum Fatum. Hukum fatum berkaitan dengan penyamaan antara alam raya dengan alam kecil, yakni manusia (macrocosmos dan microcosmos). Alam raya dan alam manusia dikuasai oleh nasib (qadr), yakni suatu kekuatan gaib yang menguasai keduanya. Hukum alam yang menguasai hukum cosmos adalah hukum lingkaran atau hukum siklus, yang berarti bahwa setap kejadian yang pernah terjadi maka akan terjadi dan terulang kembali.

Hukum siklus berarti bahwa setiap kejadian atau peristiwa tertentu akan terulang atau terjadi kembali. Seperti tumbuh kembangnya manusia, yang pada awalnya tidak ada, kemudian dilahirkan, tumbuh dan berkembang, tua, dan akhirnya kembali kepada ketiadaan (mati). Oleh karena itu terdapat dalil bahwa di dunia ini tidak terdapat sesuatu (peristiwa) yang baru, sebab segala sesuatu berulang menurut hukum siklus.

  1. Linier

Pola gerak sejarah linier ini berkembang pada abad ke-18 dan 19. Zaman dimana kekuatan gereja sudah runtuh dan digantikan oleh zaman renaissance dengan ciri masyarakat yang senantiasa bergerak dan mengupayakan kehidupan yang lebih baik. Zaman ini juga ditandai dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Keadaan ini kemudian memunculkan alam pikiran baru di Eropa, yang kemudian berdampak pada gerak sejarah.

Masyarakat tidak lagi menitik beratkan segala sesuatunya kepada Tuhan, melainkan kepada rasionalitas. Hal ini menimbulkan perubahan dalam gerak sejarah. Titik dari segala peristiwa tidak lagi dipangkalkan pada Tuhan, melainkan kepada evolusi (kemajuan) yaitu keharusan yang memaksa segala sesuatu untuk maju, dan kemudian memunculkan pola gerak sejarah maju.

  1. Spiral

Giovanni Battista Vico merupakan seorang filsuf dan sejarawan Italia yang berasal dari Napoli dan merupakan guru besar dalam retorika serta sejarawan istana. Ia menyatakan bahwa sejarah bergerak mengikuti pola spiral, yakni selalu ada perulangan kembali, tetapi tidak kepada titik pangkal, melainkan ke titik yang lebih tinggi, sehingga keseluruhannya merupakan kemajuan.

Teori ini dianggap sebagai sintese dari gerak lingkar dan proses saling hubung, antara pendapat sejarah berulang lagi dan sejarah berlaku sekali. Vico menyatukan ulangan dengan urutan atau ulangan dengan perkembangan.

  1. Diakletis

Diakletis merupakan pola gerak sejarah yang menunjukkan bahwa peristiwa sejarah bersifat fluctuaction of age to age, yakni naik turun, pasang surut, timbul tenggelam. Pola gerak sejarah ini dikemukakan oleh seorang ilmuwan Russia yang mengungsi ke Amerika Serikat sejak revolusi komunis 1917, yakni Pitirim Sorokin. Ia juga merupakan seorang sosiolog.

Dalam merumuskan pola gerak sejarah, ia menerima teori siklus, seperti teori hukum fatum yang dikemukakan oleh Spengler, dan menolak teori Karl Marx, dan juga teori Agustinus dan Toynbee yang mengarah kepada kerajaan Tuhan.

Menurut Sorokin, tidak ada hari akhir sebagaimana yang diyakini oleh St. Agustinus, dan tidak ada pula kehancuran. Ia hanya melukiskan perubahan-perubahan dalam tubuh kebudayaan yang menentukan sifatnya untuk sementara waktu.

Dalam menafsirkan gerak sejarah, Sorokin tidak mencari pangkal dari gerak sejarah atau muara gerak sejarah. Ia hanya melukiskan prosesnya atau jalannya gerak sejarah.

Kesimpulan

Filsafat sejarah sebagai suatu aspek penting dalam pembahasan sejarah, terbagi menjadi dua, yakni filsafat sejarah kritis dan filsafat sejarah spekulatif. Filsafat sejarah spekulatif adalah filsafat sejarah yang melihat kejadian atau sebuah peristiwa sejarah secara umum dan akan menitik beratkan pada hakikat dari peristiwa sejarah itu sendiri. Ada beberapa aspek yang menjadi bahasan dalam filsafat sejarah spekulatif, yakni:

  1. Hukum sejarah, yakni sifat-sifat yang beraturan tentang suatu kejadian, yang kemudian membentuk substansi filsafat sejarah. Ibn Khaldun berpendapat bahwa terdapat tiga hukum sejarah, yakni hukum kausalitas, hukum peniruan, dan hukum perbedaan.
  2. Penggerak sejarah, merupakan faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan penggerak terjadinya sebuah peristiwa. Dalam pembahasan ini, telah diuraikan penggerak sejarah yang didasarkan pada pendapat Carl G. Gustavson yang dikutip oleh Kuntowijoyo, mengatakan bahwa ada 13 aspek penggerak sejarah, yakni ekonomi, agama, institusi, teknologi, ideologi, militer, individu, seks, umur, golongan, etnisitas, mitos, dan budaya.
  3. Pola gerak sejarah, bertujuan untuk memberikan gambaran yang menyeluruh terhadap sejarawan tentang posisi manusia dalam rentang sejarah dan faktor-faktor lain di luar manusia yang juga menentukan arah dari gerak sejarah. Pterdapat beberapa gerak sejarah, namun dalam bab sebelumnya telah dijelaskan beberapa pola gerak sejarah, yakni pola gerak siklus, linier, spiral, dan diakletis.

DAFTAR PUSTAKA

Biyanto. Teori Siklus Peradaban Perspektif Ibn Khaldun. Surabaya: LPAM, 2004.

Daliman, A. Pengantar Filsafat Sejarah. Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012.

Gazalba, Sidi. Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu. Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1981.

Hasbullah, Moeflih. Filsafat Sejarah. Bandung: Pustaka Setia, 2012.

Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013.

Madjid, M. Dien dan Johan Wahyudhi. Ilmu Sejarah Sebuah Pengantar. Jakarta: Prenada Media Group, 2014.

Rifai Shodiq Fathoni

Rifai Shodiq Fathoni

I explore disability and medical history as a history buff. I examine how society and medicine have treated and changed for people with disabilities over time.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *