Pertempuran Waterloo pada tanggal 18 Juni 1815, merupakan salah satu pertempuran paling penting dalam sejarah Eropa pada abad ke-19. Napoleon, mantan emperor yang dianggap membawa kekacauan di Eropa memulai petualangan 100 harinya untuk mewujudkan kembali ambisinya dan mengalahkan para musuhnya. Ia meninggalkan pulau Elba-tempat pengasingannya- dan mengumpulkan kembali para simpatisannya untuk mengobarkan perang melawan sekutu.
Latar Belakang Historis Pertempuran Waterloo
Selama lebih dari 20 tahun, Napoleon telah mendominasi Eropa. Orang Prancis memujanya. Begitu juga orang-orang biasa di banyak negara Eropa lainnya-bahkan di Inggris, musuh bebuyutan Prancis, terdapat orang-orang yang menganggapnya sebagai pembebas potensial dari penindasan aristokrat.
Ketika ia menginvasi Rusia, selain orang Prancis, tentaranya diisi oleh orang Belanda, Jerman, Italia, dan Polandia. Ribuan orang Eropa dengan penuh semangat mengikuti seorang otokrat yang lengkap ini. Mereka percaya bahwa ia akan menyebarkan cita-cita Revolusi Prancis: kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan.
Hal yang lebih menakjubkan lagi, Napoleon sendiri percaya bahwa ia adalah seorang rasul Revolusi. Ia bertujuan untuk merekontruksi ulang Eropa, menyapu bersih semua institusi abad pertengahan yang ia percaya telah menghancurkan semangat manusia selama beberapa generasi.
Ia ingin menyatukan negara-negara Eropa menjadi konfederasi yang diikat bersama oleh “satu kesatuan kode, prinsip, perasaan, dan kepentingan.” Ia bermimpi akan memimpin konfederasi tersebut.
Napoleon akan membentuk republik independen di Inggris dan Irlandia, membebaskan Spanyol dari mitos, dan membangun kembali Kerajaan Polandia sebagai penyangga melawan orang-orang Rusia. Ia juga akan menghancurkan kekaisaran poliglot Austria, membebaskan Hongaria, dan mengusir orang-orang Turki keluar dari Eropa.
Untuk melakukan semua ini-dan ia hampir berhasil-Napoleon telah menggunakan tentara revolusioner yang dikembangkan oleh Revolusi Prancis. Revolusi membawa wajib militer secara universal dan menciptakan tentara massal. Untuk mengendalikan massa manusia sebesar ini, jendral revolusioner menemukan sistem pembagian ke dalam unit pasukan kecil dan mampu bertindak secara independen.
Namun, suatu kejayaan tidaklah bertahan abadi. Demikian juga dengan nasib yang dialami oleh Napoleon. Perluasan kekuasaan dan pengaruhnya harus dibayar mahal dengan oposisi-oposisi yang mulai bangkit melawannya. Salah satu oposisi terkuat Napoleon berasal dari Inggris, musuh bebuyutan Inggris. Oposisi dari negara-negara Eropa itu semakin kuat dan akhirnya tekanan terhadapnya pun semakin bertambah.
Pada tanggal 13 April 1814, Napoleon ditekan oleh marsekalnya untuk menandatangani Perjanjian Fontainebleau, yang dengannya ia turun dari tahta Prancis dan diasingkan ke pulau Elba sebagai kepala pemerintahan yang berdaulat bersama dengan subsidi tahunan sebesar 2 juta franc.
Namun, Konflik kekuatan utama di Kongres Vienna, ketidakpuasan di Prancis atas kembalinya raja Bourbon Louis XVIII, bertambahnya para Ultras (pendukung kerajaan), dan ambisi tak berujung Napoleon semuanya membawanya untuk melarikan diri dari pulau Elba dan kembali ke Prancis di petualangan yang dikenal sebagai Seratus Hari. Napoleon mengklaim bahwa ia secara resmi dibebaskan dari tegaknya Perjanjian Fontainebleau ketika pemerintah Bourbon gagal membayar subsidi yang dijanjikan.
Petualangan 100 Hari Napoleon
Napoleon tiba dengan kapal di Fréjus, Prancis, pada tanggal 1 Maret 1815. Pasukan yang dikirim untuk menangkapnya malah bersatu dengan mantan kaisar mereka, dengan pembelotan paling penting adalah komandan mereka, Marsekal Michel Ney, yang telah berjanji untuk kembali ke Paris dengan menangkap Napoleon .
Di saat yang bersamaan Kongres Vienna, yang bertujuan membawa Eropa kembali ke dalam bentuk pra-Napoleon, masih berlangsung. Kongres ini merancang sebuah kampanye militer seluruhEropa untuk mengakhiri ancaman Napoleon sekali dan untuk selamanya. Sebuah tentara Anglo-Belanda-Jerman yang berjumlah 93.000 akan bergabung dengan tentara Prusia dari 117.000 di Belgia; tentara Austria yang berjumlah 210.000 orang berkumpul di Rhine (Sungai Eropa) bagian atas; sebuah tentara Rusia yang berjumlah 150.000 akan melintasi Jerman ke Rhine tengah; dan tentara Austria-Italia yang berjumlah 75.000 orang akan berkonsentrasi di Italia utara. Tentara di Italia akan pergi ke Lyons, dan yang lainnya akan bertemu di Paris. Serangan terhadap Napoleon akan dimulai antara tanggal 27 Juni dan 1 Juli 1815.
Pada tanggal 20 Maret Napoleon kembali ke Paris. Pada waktu itu, ia melihat kesengsaraan umum sedang menimpa sebagian besar penduduk Prancis, sehingga ia hanya berhasil mengumpulkan sekitar 124.588 pasukan. Dengan jumlah pasukan sedikit yang ini, harapan Napoleon hanyalah untuk menyerang dan mengalahkan sekutu secara mendetail sebelum mereka bisa berkonsentrasi melawannya
Napoleon, yang memimpin 124.588 orang, bergerak lebih dulu. Awal bulan Juni, ia menyerang Belgia untuk mengalahkan pasukan Inggris dan Belanda di bawah Marsekal Field Sir Arthur Wellesley, Earl of Wellington, dan kemudian tentara Prusia di bawah Marsekal Pangeran Gebhard Leberecht von Blücher von Wahlstadt sebelum harus menghadapi orang-orang Austria dan Rusia di bawah Pangeran Karl Philip zu Schwarzenberg di perbatasan timur.
Napoleon bergerak meninggalkan Paris pada 11 Juni 1815. Ia diam-diam memusatkan pasukannya di dekat Charleroi di Belgia dan berharap bisa menyerang sebelum lawan-lawannya menyadari bahwa dia telah meninggalkan Paris. Pada tanggal 15 Juni Napoleon merebut Charleroi.
Blücher bereaksi dengan memobilisasi pasukannya 10 mil di sebelah utara Charleroi. Sementara Wellington mendirikan kamp konsentrasinya yang lebih lambat 15 mil ke barat. Poin utamanya adalah Quatre Bras, sebuah kota persimpangan kecil yang menghubungkan dua tentara sekutu tersebut.
Pada tanggal 16 Juni Napoleon memerintahkan Ney dan 24.000 orang pasukan sayap kiri Prancis untuk merebut Quatre Bras, sementara ia memimpin sekitar 71.000 pasukan Prancis melawan 84.000 Prusia di bawah Blücher di Ligny. Napoleon mengalahkan Blücher, namun ia juga mengharapkan Ney menjatuhkan sayap kanan Prusia dan menyelesaikan kemenangan Prancis. Namun, Ney terlalu lamban untuk bergerak, sehingga ditahan di Quatre Bras sampai sore hari oleh pasukan sekutu di bawah Pangeran Orange, salah satu komandan bawahan Wellington.
Bala bantuan Wellington dan Inggris kemudian muncul dengan keunggulan jumlah pasukan. Pasukan Wellington berhasilmemukul mundur pasukan Ney dari Quatre Bras. Dengan demikian, Blutcher bisa menarik diri dari Ligny menuju Wavre. Dalam dua pertempuran gabungan, sekutu telah kehilangan sekitar 21.400 pria, sementara Prancis kehilangan sekitar 16.400 orang.
Pada pagi hari tanggal 17 Juni Napoleon membuat kesalahan yang ternyata fatal, dengan menugaskan Marsekal Emmanuel de Grouchy dan 33.000 orang dari sayap kanan Prancis untuk mengejar Blücher dan pasukan Prusia.
Napoleon dan Grouchy berasumsi bahwa Prusia akan mundur kembali ke markas Namur mereka. Kondisi yang di atas angin membuat Napoleon berbalik dengan pasukan utama untuk membantu Ney, dan berencana menuju Brussels di sepanjang jalan Charleroi.
Sementara itu, Wellington menarik pasukan ke utara dan berkonsentrasi di desa kecil Waterloo, utara Quatre Bras di jalan Charleroi-Brussels. Wellington meminta Blücher untuk mengirimkansetidaknya satu korps; Blücher berjanji akan membantu dengan dua korps atau lebih. Mendengar ucapan Blucher, Wellington kemudian menyebutnya sebagai “keputusan terbaik abad ini.”
Pecahnya Pertempuran Waterloo
Napoleon bergabung dengan Ney di Quatre Bras dan pada sore hari tanggal 17 Juni, berangkat mengejar Wellington ke Waterloo. Hujan lebat, tanah berlumpur, dan taktik peledakan artileri Inggris di bawah Letnan Jenderal Henry Paget, Lord Uxbridge, menunda kedatangan Prancis di desa Waterloo hingga tengah malam. Kedua sisi pasukan itu terpisah oleh perbukitan sekitar satu mil.
Wellington berencana untuk berperang dengan taktik bertahan sampai Blücher dan pasukan Prusia bisa tiba. Ia tahu bahwa kemenangan sekutu bergantung pada orang-orang Prusia bisa tiba tepat pada waktunya.
Napoleon yakin bahwa Prusia tidak akan membantu Wellington. Oleh karena itu, ia menolak saran stafnya dan tidak memanggil kembali Grouchy. Ini berarti Napoleon hanya memiliki 72.000 tentara di Waterloo melawan 68.000 orang Inggris dan Belanda. Seandainya ia memanggil Grouchy, Napoleon akan memiliki lebih dari 100.000 orang di medan pertempuran. Jika Blücher bisa bergabung dengan Wellington, sekutu akan memiliki keuntungan yang luar biasa dengan pasukan berjumlah hampir 140.000 orang.
Hujan lebat telah membuat medan perang menjadi basah. Napoleon mengharapkan untuk membuka pertarungan pada pukul 6:00 pagi, namun atas saran komandan artilerinya, yang menginginkan landasan gerak senjata yang lebih kuat, Napoleon menunda serangan tersebut. Pertempuran tidak kunjung dimulai sampai menjelang siang. Serangan tentara infanteri pertama Prancis baru terjadi sekitar pukul 13:45. Seandainya tanah pada waktu itu kokoh, Napoleon mungkin telah menghancurkan pasukan Wellington dan sampai di Brussels pada malam itu.
Medan perang di Waterloo hanya berukuran sekitar tiga mil persegi. Napoleon yakin bahwa mengepung dengan tembakan artileri, diikuti oleh serangan infanteri frontal, akan membawa kemenangan pada hari itu. Wellington, bagaimanapun, menempatkan sebagian besar pasukannya di lereng perbukitan, terlindungi dari tembakan artileri Prancis secara langsung.
Sementara Inggris bertahan menghadapi serarngan bertubi-tubi infanteri Prancis. Meskipun dilakukan dengan gencar, serangan infanteri dan kavaleri Prancis tidak terkordinasi dengan baik dan kecerobohan komando Ney yang terlalu berani menyebabkan pasukannya berkurang sedikit demi sedikit.
Pertempuran itu berlangsung dengan sengit. Pasukan Inggris dan Belanda berhasil bertahan cukup lama untuk membiarkan Prajurit Blücher bergabung dengan mereka dan menyelamatkan hari itu. Sementara itu, Grouchy ditahan oleh penjaga garis pertahanan belakang Prusia di Wavre dan memilih untuk melanjutkan serangannya di sana daripada bergerak menuju ke arah suara senjata di Waterloo, yang terdengar jelas kurang dari 14 mil jauhnya.
Mundurnya dari Pengawal Napoleon menandai akhir dari pertempuran. Ketika kabar tersiar bahwa Pengawal Napoleon telah mundur, terdengar teriakan “Sauve qui peut!” (Selamatkan dirimu!), dan mundurnya pengawal utama itu menandai kekalahan Napoleon. Pertempuran Waterloo memakan korban 26.000 orang Prancis (dengan 9.000 orang yang ditangkap), 15.000 untuk pasukan Inggris-Belanda, dan 7.000 untuk Prusia.
Napoleon melarikan diri dari medan pertempuran. Pelariannya dibayar dengan nyawa dua resimen pengawalnya. Ia pertama kali pergi ke Paris, di mana dia mendapai bahwa Joseph Fouché telah merebut kekuasaan atas nama Bourbon yang baru saja digulingkan. Napoleon bisa terus berjuang, tapi dia tahu semuanya sudah kalah.
Pada tanggal 22 Juni ia turun tahta untuk mendukung anaknya oleh Marie Louise dari Austria dan kemudian pergi ke Rochefort, di mana pada tanggal 15 Juli ia menyerah ke Inggris dan naik ke kapal Inggris dari jalur Bellerophon. Inggris mengirimnya ke pulau kecil terpencil di St. Helena di Atlantik yang berangin untuk menjalani pengasingan.
Pertempuran Waterloo dianggap sebagai salah satu pertempuran terpenting dalam sejarah dunia, karena menandai berakhirnya era Napoleon. Petualangan 100 hari Napoleon harus dibayar oleh Prancis.
Dalam Perjanjian Paris Kedua tanggal 20 November 1815, Prancis kehilangan wilayah tambahan dan harus membayar ganti rugi sebesar 700 juta franc. Tidak berhenti di sana, Prancis juga diharuskan mendukung pekerjaan tentara sekutu sampai ganti rugi dibayarkan, dan mengembalikan semua karya seni yang diambil.
Sementara itu, tujuan Kongres Vienna untuk mengembalikan negara Eropa ke negara bagian sebelum Revolusi Prancis telah berhasil. Setelah perang, Rusia mengakuisisi Finlandia dan hampir seluruh Polandia. Negara-negara Jerman membentuk sebuah konfederasi, yang dalam dua generasi akan menjadi sebuah kerajaan – menggantikan kekaisaran Napoleon sebagai kekuatan utama di benua Eropa.
Untuk Inggris, kemenangan atas Prancis menjadikan mereka satu-satunya negara adidaya di dunia, sebuah posisi yang dipegangnya hampir sepanjang sisa abad ini. Dan cita-cita Revolusi Prancis – kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan – terus bermunculan dan berkembang selama lebih dari satu abad.
BIBLIOGRAFI
Newark, Tim. 2001. Turning Tide of War: 50 Battles that Changed the Course of Modern History. London: Octopus Publishing.
Tucker, Spencer.C. 2011. Battles that Changed History : An Encyclopedia of World Conflict. California: ABC-CLIO, LLC.
Weir, William. 2001. 50 Battles That Changed The World. New Jersey: The Career Press.