Paus Yohanes XII adalah paus paling memalukan yang memimpin Gereja Kristen pada abad pertengahan. Ia adalah antitesis dari sifat-sifat baik kristiani. Yohanes menjalani kehidupan pribadi yang penuh dengan imoralitas dan mengubah Vatikan menjadi rumah bordil. Sikapnya bermuka dua, kejam dan tidak bijaksana. Ia akhirnya membawa kejatuhan bagi dirinya sendiri karena kebejatannya yang liar.
Latar Belakang Keluarga Paus Yohanes XII
Paus Yohanses XII semula bernama Oktavianus. Ia adalah satu-satunya putra Duke Alberic II dari Spoleto, bangsawan Roma, yang memerintahkan aristokrat Roma untuk memilih anaknya menjadi paus.
Pada 16 Desember 955, setelah kematian paus sebelumnya, Agapetus II, Oktavianus yang masih berusia 18 tahun menjadi pemimpin pemimpin Gereja Kristen, baik sebagai pemimpin spiritual ataupun temporal Roma. Ia kemudian menamai dirinya Yohanes XII.
Melalui ibunya, Alda dari Wina, ia sebenarnya adalah keturunan Karel Agung. Akan tetapi ia sama sekali tidak menunjukkan sifat baik yang idharapkan dari seorang paus.
Kehidupan pribadinya syarat dosa. Ia membenci kehidupan suci yang menjadi syarat bagi posisinya. Lebih parahnya lagi, ia adalah pezina yang liar.
Yohaness bercinta dengan ratusan perempuan, termasuk selir ayahnya, Stephna. Istana Lateran yang suci, yang pernah menjadi tempat tinggal para santo berubah menjadi rumah bordil. Di dalamnya terdapat ratusan pelacur yang siap melayani nafsu seksualnya. Yohanes bahkan menjalin hubungan sedarah dengan dua saudara perempuannya.
Pemerintahan Paus Yohanes XII
Selama era pemerintahannya, Yohanes menjalin hubungan erat dengan Raja Jerman Otto I untuk mempertahankan posisinya. Ia berusaha meminta pertolongan dari Otto setelah mengalami kekalahan dalam perang melawan Duke Pandulf dari Capua dan kemudian kehilangan Negara Kepausan yang direbut Raja Berengarius dari Italia.
Otto tiba di Italia dengan pasukannya yang kuat dan memaksa Berengarius mundur. Ketika mencapai Roma pada akhir Januari 962, Otto bersumpah untuk mengakui otoritas Yohanes. Akhrnya pada 2 Februari 962, Yohanes memahkotai Otto sebagai Kaisar Roma Suci, bersama istrinya, ratu Adelaide, yang dijadikan maharani.
Persekutuan kuat ini menjadi keuntungan bagi Yohanes dan Otto. Akan tetapi pada perkembangannya masing-masing segera berniat untuk saling mendominasi satu sama lain.
Setelah Otto diangkat menjadi kaisar, ia mengeluarkan “Wewenang Otto”, sebuah perjanjian mengakui klaim paus atas sebagain besar wilayah Italia sebagai timbah balik atas ketentuan bahwa semua paus di masa depan akan diangkat setelah mereka bersumpah setiap kepada Kaisar Roma Suci.
Ketika Otto meninggalkan Roma pada 14 Februari 967 untuk melanjutkan perang melawan Raja Berengarius, Yohanes yang takut terhadap kekuataan Otto memulai negosiasi rahasia dengan putra Berengarius Adalbert untuk bangkit melawan Otto. Yohanes juga mengirim surat kepada pemimpin Eropa lain untuk melakukan hal yang sama.
Namun ternyata rencana Yohanes diketahui pasukan Jerman.
Setelah Yohanes menerima Adalbert di Roma dengan megah upacara yagn megah, uskup dan bangsawan pendukung raja Jerman memberontak kepada Yohanes. Pada 2 November 963, Yohanes dipaksa meninggalkan Roma ketika Otto kembali ke kota tersebut.
Usaha Yohanes XII untuk Mempertahankan Kekuasaan
Pada saat Yohanes bersembunyi di pegunungan Campania, Otto mengumpulkan sebuah panel yang terdiri dari 50 uskup di Basilika Santo Petrus. Mereka merangkum daftar tuduhan politis dan personal untuk melawan Yohanes.
Daftar ini bervariasi dari dosa kecil sampai perzinahan, sumpah palsu, dan bahkan pembunuhan (Yohanes dituduh membutakan pendeta pengakuan dosa, Benedict, yang berujung pada kematiannya, dan mengebiri serta membunuh kardinal sub diaken.) Kehidupan pribadinya yang tidak bermoral juga membawanya ke dalam penodaan jabatannya, termasuk jual beli posisi gereja. Ia memberikan gelar uskup dan gelar kegerajaan lain dengan bayaran untuk membiayai hutang judinya yang besar.
Pada 4 Desember 963, Dewan uskup memutuskan Yohanes bersalah dan memutuskan untuk melengserkannya. Ia digantikan oleh Paus Leo VIII.
Namun, penunjukan baru tersebut dibuat tanpa mengikuti prosedur , sehingga hanya sedikit orang yang mengakui keabsahan kekuasaan Paus Leo.
Ketika Otto dan Adalbert bertikai di medan perang lagi, pemberontakan baru meletus di Roma untuk mengembalikan Yohanes ke posisi paus, sedangkan Leo memilih untuk melarikan diri.
Mereka yang telah mengkhianati Yohanes, menghadapi balas dendam yang mengerikan. Tangan kanan Kardina Dianken Yohanes dipotong oleh sang paus yang tidak kenal ampun, sedangkan Uskup Otgar dari Speyer dicambuk. Pejabat lain kehilangan hidung dan telinganya; dan banyak yang dikeluarkan dari gereja. Pada 26 Februari 964, Yohanes membatalkan dekrit Otto dalam sebuah dewan khusus dan membangun kembali otoritasnya sebagai paus.
Meskipun demikian posisi Yohanes masih riskan dan ketika Otto akhirnya mengalahkan Berengarius pada medan perang dan kembali ke Roma, posisi Yohanes pun berada di ujung tanduk.
Pada 16 Mei 964, Yohanes yang penuh nafsu sampai akhir hidupnya, pingsan dan meninggal delapan hari setelah tertangkap basah dalam aksi perzinaan. Beberapa orang mengatakan ia dipukuli oleh seorang suami yang cemburu; beberapa mengatakan ia dibunuh bahkan ada juga yangn mengatakan iblis telah mengklaim Yohanes sebagai miliknya. Banyak yang percaya ia telah dikalahkan oleh kekuatan Tuhan atau kehabisan tenaga.
Paus Yohanes XII adalah aib bagi nama Gereja Kristen. Dikatakan bahwa biarawan berdoa siang untuk kematiannya.