Perang Vietnam merupakan konflik jangka panjang antara pemerintah komunis Vietnam Utara melawan Vietnam Selatan dan sekutu utamanya, Amerika Serikat. Konflik bertambah panas karena bersamaan dengan terjadinya Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Lebih dari 3 juta orang (termasuk lebih dari 58.000 orang Amerika) tewas dalam Perang Vietnam, dan lebih dari separuh korban tewas adalah warga sipil Vietnam.
Latar Belakang Perang Vietnam
Vietnam, sebuah negara di Asia Tenggara di ujung timur semenanjung Indochina. Wilayah ini telah berada di bawah kekuasaan kolonial Perancis sejak abad ke-19.
Selama Perang Dunia II, pasukan Jepang menyerbu Vietnam. Untuk melawan penjajah Jepang dan pemerintah kolonial Prancis, pemimpin politik Ho Chi Minh -yang terinspirasi oleh komunisme China dan Soviet- membentuk Viet Minh (Liga untuk Kemerdekaan Vietnam).
https://wawasansejarah.com/perang-dunia-ii/
Setelah kekalahan dalam Perang Dunia II, Jepang menarik pasukannya dari Vietnam. Penarikan ini menyebabkan Kaisar Bao Dai yang berpendidikan Perancis naik ke puncak kekuasaan.
Melihat peluang untuk merebut kendali, pasukan Ho Viet Minh segera bergerak. Sebagai langkah konkret mereka mengambil alih kota utara Hanoi dan mendeklarasikan Republik Demokratik Vietnam (DRV) dengan Ho sebagai presiden.
Sebagai usaha untuk mendapatkan kembali kendali atas wilayah itu, Prancis mendukung Kaisar Bao dan mendirikan negara Vietnam pada bulan Juli 1949, dengan kota Saigon sebagai ibukotanya.
Kedua pihak menginginkan hal yang sama: Vietnam yang bersatu. Namun, keduanya juga menganut konsep ideologi yang berbeda.
Ho dan para pendukungnya menginginkan sebuah bangsa yang meniru model negara-negara komunis lainnya. Sementara Bao dan pendukungnya menginginkan sebuah Vietnam dengan hubungan ekonomi dan budaya yang erat dengan Barat.
Dimulainya Perang Vietnam
Setelah pasukan komunis Ho mengambil alih kekuasaan di utara, konflik bersenjata antara tentara utara dan selatan yang dibantu Prancis berlanjut sampai pertempuran yang menentukan di Dien Bien Phu pada Mei 1954 berakhir dengan kemenangan bagi pasukan Viet Minh utara. Kekalahan Prancis pada pertempuran itu sekaligus menandai berakhirnya pemerintahan kolonial Prancis di Indo-Cina yang telah berlangsung hampir satu abad.
Perjanjian berikutnya ditandatangani pada Juli 1954 pada konferensi Jenewa yang memisahkan Vietnam di sepanjang garis lintang yang dikenal sebagai Parallel ke-17 (17 derajat lintang utara), dengan Ho memegang kendali di Utara dan Bao di Selatan. Perjanjian itu juga mewajibkan pemilihan nasional untuk reunifikasi yang rencananya diadakan pada tahun 1956.
Namun, pada tahun 1955, politisi yang sangat anti-komunis Ngo Dinh Diem menyingkirkan Kaisar Bao dan menjadi Presiden Pemerintah Republik Vietnam Selatan.
Dengan semakin meluasnya Perang Dingin di seluruh dunia, Amerika Serikat mengeluarkan kebijakan keras terhadap sekutu Uni Soviet. Pada tahun 1955 Presiden Dwight D. Eisenhower menjanjikan dukungan kuatnya kepada Diem dan Vietnam Selatan.
Dengan pelatihan dan peralatan dari militer Amerika dan CIA, pasukan keamanan Diem menindak para simpatisan Viet Minh di selatan. Ia menyebut mereka dengan sebutan Viet Cong (atau Komunis Vietnam) dan menangkap sekitar 100.000 orang. Banyak di antaranya disiksa dan dieksekusi secara brutal.
Pada tahun 1957, Viet Cong dan lawan-lawan lain rezim Diem yang represif mulai melawan dan menyerang pejabat pemerintah dan tokoh penting Vietnam Selatan. Dua tahun berikutnya mereka mulai terlibat baku tembak dengan tentara Vietnam Selatan.
Pada bulan Desember 1960, banyak musuh Diem di Vietnam Selatan — baik komunis maupun nonkomunis — membentuk Front Pembebasan Nasional (NLF) untuk mengorganisasi perlawanan terhadap rezim itu.
Meskipun NLF mengklaim sebagai otonom dan bahwa sebagian besar anggotanya bukan komunis, banyak orang di Washington menganggap organisasi itu adalah boneka Hanoi, Vietnam Utara.
Teori Domino
Sebuah tim yang dikirim oleh Presiden John F. Kennedy pada tahun 1961 untuk melaporkan kondisi di Vietnam Selatan menyarankan pengumpulan bantuan militer, ekonomi dan teknis Amerika untuk membantu Diem menghadapi ancaman Viet Cong.
Berlandaskan “teori domino,” yang menyatakan bahwa jika satu negara Asia Tenggara jatuh ke komunisme, banyak negara lain akan mengikuti, Kennedy meningkatkan bantuan AS.
Pada 1962, kehadiran militer AS di Vietnam Selatan telah mencapai sekitar 9.000 pasukan. Jumlah ini meningkat pesat dibandingkan tahun 1950-an yang hanya sekitar 800 pasukan.
Agresi Amerika Serikat dan Sekutu
Pada November 1963, Presiden Vietnam Selatan dikudeta oleh beberapa jendralnya sendiri. Kudeta tersebut menimbulkan ketidastabilan politik di Vietnam Selatan.
Ketidakstabilan politik itu menyebabkan para pemimpin Vietnam Selatan membujuk pengganti Kennedy, Lyndon B. Johnson, dan Menteri Pertahanan Robert McNamara untuk lebih meningkatkan dukungan militer dan ekonomi A.S.
Pada bulan Agustus 1964, setelah kapal torpedo DRV menyerang dua kapal perusak AS di Teluk Tonkin, Johnson memerintahkan pemboman balas dendam dengan sasaran militer di Vietnam Utara.
Kongres segera meloloskan Resolusi Teluk Tonkin, yang memberi Johnson kekuatan perang lebih besar. Dengan keluarnya resolusi itu, pesawat AS memulai serangan bom reguler, dengan nama sandi Operasi Rolling Thunder, pada tahun berikutnya.
Pada Maret 1965, Johnson membuat keputusan — dengan dukungan kuat dari publik Amerika — untuk mengirim pasukan tempur AS ke medan pertempuran di Vietnam. Pada bulan Juni, 82.000 pasukan tempur ditempatkan di Vietnam dan para pemimpin militer menambah 175.000 lagi pada akhir 1965 untuk menopang pasukan Vietnam Selatan yang berjuang.
Kebijakan itu ternyata meningkatkan kekhawatiran politisi dan penduduk Amerika Serikat, sehingga memunculkan gerakan anti-perang.
Namun Johnson tetap tidak bergeming dengan gelombang protes tersebut. Selain Amerika Serikat, Korea Selatan, Thailand, Australia dan Selandia Baru juga berkomitmen untuk berperang di Vietnam Selatan (meskipun dalam skala yang jauh lebih kecil).
Pertempuran Semakin Panas
Upaya perang Vietnam Selatan-AS di selatan lebih difokuskan terutama di lapangan, sebagian besar di bawah komando Jenderal William Westmoreland, berkoordinasi dengan pemerintah Jenderal Nguyen Van Thieu di Saigon.
Westmoreland mengeluarkan komando untuk membunuh sebanyak mungkin pasukan musuh daripada mencoba mengamankan wilayah. Pada 1966, wilayah-wilayah besar Vietnam Selatan telah ditetapkan sebagai “zona perang”, tempat semua warga sipil yang tidak bersalah harus dievakuasi dan hanya musuh yang tersisa.
Pemboman berat oleh pesawat B-52 atau penembakan membuat zona-zona ini tidak bisa didiami. Oleh sebab itu para pengungsi diempatkan di dalam kamp-kamp di daerah-daerah aman yang ditentukan dekat Saigon dan kota-kota lain.
Namun, serangan besar Vietnam Selatan dan AS itu tidak menggentarkan pasukan Vietnam Utara. Bahkan ketika jumlah pasukan musuh terus meningkat, pasukan DRV dan Viet Cong tetap menolak untuk berhenti bertempur. Justru pasukan Vietnam Utara mampu menduduki kembali wilayah yang lepas dengan bantuan pasukan dan suplai melalui jalur Ho Chi Minh yang melewati Kamboja dan Laos. Selain itu, Vietnam Utara juga didukung oleh Cina dan Uni Soviet dalam memperkuat pertahanan udara.
Protes terhadap Perang Vietnam
Pada November 1967, jumlah pasukan Amerika di Vietnam mendekati 500.000 dan korban AS telah mencapai 15.058 tewas dan 109.527 terluka.
Saat perang berlangsung, beberapa tentara mulai meragukan keputusan pemerintah untuk tetap menempatkan mereka di Vietnam, seiring dengan klaim berulang-ulang Washington bahwa perang telah dimenangkan.
Memasuki tahun-tahun terakhir perang, pasukan Amerika Serikat telah mengalami kemunduran fisik dan psikologis. Hal ini menyebabkan permasalahan baru di tubuh pasukan As, karena banyak di antara mereka mengalami depresi.
Antara Juli 1966 dan Desember 1973, lebih dari 503.000 personel militer AS terlantar dan gerakan anti perang yang kuat di antara pasukan Amerika melahirkan protes-protes terhadap pembunuhan, dan penahanan massal yang dilakukan oleh personil AS yang ditempatkan di Vietnam.
Dibombardir oleh gambar-gambar mengerikan dari perang di televisi mereka, penduduk AS berbalik melawan pemerintah.
Pada bulan Oktober 1967, sekitar 35.000 demonstran melancarkan protes besar-besaran di luar Pentagon. Para penentang perang berpendapat bahwa warga sipil Vietnam adalah korban utama dan Amerika Serikat dinilai mendukung kediktatoran yang korup di Saigon, Vietnam Selatan.
Di lain pihak, gerilyawan Vietnam Utara semakin termotivasi dapat memenangkan perang menyusul melemahnya kekuatan Vietnam Selatan dan Amerika Serikat.
Strategi Ofensif Vietnam Utara
Pada akhir tahun 1967, kepemimpinan komunis Hanoi berusaha untuk membuat pukulan telak yang bertujuan untuk memaksa Amerika Serikat mundur.
Pada tanggal 31 Januari 1968, sekitar 70.000 pasukan DRV di bawah Jenderal Vo Nguyen Giap meluncurkan Serangan Tet (dinamai untuk tahun baru lunar), serangkaian serangan terkoordinasi di lebih dari 100 kota dan kota di Vietnam Selatan.
Meskipun terkejut, pasukan A.S. dan Vietnam Selatan tetap berhasil menyerang balik dengan cepat, dan komunis tidak dapat meguasai salah satu target kota selama lebih dari satu atau dua hari.
Laporan operasi Tet mengejutkan publik AS, , terutama setelah muncul beritah bahwa Westmoreland telah meminta 200.000 pasukan tambahan.
Di sisi lain dukungan publik AS terhadap perang terus mengalami penurunan. Kondisi ini memaksa Johnson, yang berada pada akhir masa jabatan, menghentikan laju pemboman di sebagian besar Vietnam Utara dan berjanji untuk mendedikasikan sisa masa jabatannya untuk mencari perdamaian.
Taktik baru Johnson, yang ditata dalam pidato Maret 1968, memperoleh tanggapan positif dari Hanoi, dan pembicaraan damai antara AS dan Vietnam Utara dibuka di Paris pada bulan Mei.
Sayangnya setelah Vietnam Selatan dan NLF masuk ke dalam pembicaraan, pembicaraan itu mengalami kebuntuan.
Vietnamisasi
Presiden baru AS, Richard M. Nixon berusaha untuk melemahkan gerakan anti-perang dengan berusaha menarik dukungan mayoritas orang Amerika yang selama ini diam. Ia percaya mereka akan mendukung usaha-usaha perang.
Dalam upaya untuk membatasi volume korban Amerika, ia mengumumkan sebuah program yang disebut Vietnamisasi. Program itu dilaksanakan untuk menarik pasukan AS, meningkatkan serangan udara dan artileri, serta memberi pelatihan militer Vietnam Selatan yang diperlukan untuk secara efektif mengendalikan perang darat.
Selain kebijakan Vietnamisasi ini, Nixon melanjutkan pembicaraan damai di Paris, menambahkan pembicaraan rahasia tingkat tinggi yang dilakukan oleh Menteri Luar Negeri Henry Kissinger yang dimulai pada musim semi 1968.
Vietnam Utara terus menuntut penarikan militer AS secara keseluruhan sebagai syarat perdamaian. Hasilnya pembicaraan perdamaian justru terhenti.
Pembantaian My Lai
Beberapa tahun berikutnya terjadi pembunuhan massal yang lebih brutal, termasuk pengakuan mengerikan bahwa tentara AS telah membantai lebih dari 400 warga sipil tak bersenjata di desa My Lai pada Maret 1968.
Setelah Pembantaian My Lai, unjuk rasa anti-perang terus berkembang seiring dengan berlanjutnya konflik. Pada tahun 1968 dan 1969, ratusan pawai protes dan pertemuan digelar di seluruh negeri.
Pada 15 November 1969, demonstrasi anti-perang terbesar dalam sejarah Amerika terjadi di Washington, D.C..Saat itu lebih dari 250.000 orang Amerika berkumpul dengan damai. Mereka menyerukan penarikan pasukan Amerika dari Vietnam.
Gerakan anti-perang, yang sangat kuat di kampus-kampus, memecah opini publik AS. Bagi sebagian orang muda, perang melambangkan bentuk otoritas yang tidak terkontrol. Sementara bagi orang Amerika lainnya, menentang pemerintah dianggap tidak patriotik dan berkhianat.
Ketika pasukan AS pertama ditarik, mereka yang tetap tinggal menjadi semakin marah dan frustrasi, diperparah dengan masalah semangat dan kepemimpinan. Puluhan ribu tentara menerima pelepasan yang tidak hormat karena membelot dan sekitar 500.000 orang Amerika dari 1965-73 diwajibkan menjalani”wajib militer,” banyak orang melarikan diri ke Kanada untuk menghindari wajib militer.
Bertambah Kuatnya Gelombang Protes
Pada tahun 1970, operasi bersama AS-Selatan Vietnam menginvasi Kamboja. Serangan itu bertujuan untuk menghapus basis pasokan DRV di sana. Vietnam Selatan kemudian memimpin invasi mereka sendiri ke Laos, namun berhasil dipukul mundur oleh Vietnam Utara.
Invasi negara-negara ini, yang melanggar hukum internasional, memicu gelombang protes baru di kampus-kampus di seluruh Amerika. Salah satunya, pada 4 Mei 1970, di Kent State University di Ohio, National Guardsmen melepaskan tembakan dan menewaskan empat mahasiswa. Pada protes lain 10 hari kemudian, dua siswa di Jackson State University di Mississippi dibunuh oleh polisi.
Pada akhir Juni 1972, setelah serangan yang gagal ke Vietnam Selatan, Hanoi akhirnya mau berkompromi. Perwakilan Kissinger dan Vietnam Utara menyusun perjanjian damai pada awal musim gugur, tetapi para pemimpin di Saigon menolaknya.
Malah pada bulan Desember Nixon mengesahkan sejumlah serangan pemboman terhadap sasaran di Hanoi dan Haiphong. Serangan itu dikenal sebagai Pemboman Natal, serangan itu mengundang kecaman dunia internasional.
Perang Vietnam Berakhir
Pada bulan Januari 1973, Amerika Serikat dan Vietnam Utara menyelesaikan perjanjian damai tahap akhir yang sekaligus mengakhiri permusuhan terbuka antara kedua negara. Namun, perang antara Vietnam Utara dan Selatan tetap berlanjut hingga 30 April 1975, ketika pasukan DRV merebut Saigon, mengganti namanya menjadi Kota Ho Chi Minh (Ho sendiri meninggal pada 1969).
Konflik kekerasan selama lebih dari dua dekade telah menyebabkan kerugian besar pada penduduk Vietnam. Setelah bertahun-tahun berperang, sekitar 2 juta orang Vietnam tewas, sementara 3 juta lainnya terluka dan 12 juta lainnya menjadi pengungsi. Perang telah menghancurkan infrastruktur dan ekonomi negara, dan rekonstruksi berjalan lambat.
Pada tahun 1976, Vietnam bersatu sebagai Republik Sosialis Vietnam. Meskipun demikian kekerasan sporadis terus berlanjut selama 15 tahun ke depan, termasuk konflik dengan negara tetangganya, Cina dan Kamboja.
Baru di bawah kebijakan pasar bebas yang diberlakukan pada tahun 1986, ekonomi Vietnam mulai membaik, didorong oleh pendapatan ekspor minyak dan masuknya modal asing.
Hubungan perdagangan dan diplomatik antara Vietnam dan AS pun mulai dijalin pada 1990-an.
Di Amerika Serikat, efek dari Perang Vietnam bertahan lama bahkan setelah pasukan terakhir kembali ke rumah pada tahun 1973. Negara itu menghabiskan lebih dari $ 120 miliar untuk konflik di Vietnam dari 1965-1973. Pengeluaran besar-besaran ini menyebabkan inflasi yang meluas, diperburuk oleh krisis minyak dunia pada tahun 1973 dan meroketnya harga bahan bakar.
Secara psikologis, efeknya bahkan lebih dalam. Perang telah meruntuhkan mitos tak terkalahkan Amerika dan telah memecah belah bangsa. Banyak veteran yang kembali menghadapi reaksi negatif dari gerakan anti-perang (yang menganggap mereka telah membunuh warga sipil yang tidak bersalah) dan pendukungnya (yang melihat mereka telah kalah perang).
Pada tahun 1982, Tugu Peringatan Veteran Vietnam diresmikan di Washington, D.C. Di atasnya tertulis nama-nama 58.200 pria dan wanita Amerika yang terbunuh atau hilang dalam perang.
BIBLIOGRAFI
Bradley, Mark Philip. 2009. Vietnam at War. Oxford: Oxford University Press.
Westheider, James E. 2007. The Vietnam War. London: Greenwood Press.
Wiest, Andrew. 2002. The Vietnam War 1956-1973. Oxford: Osprey Publishing.
Tucker, Spencer C. 2011. The Encyclopedia of the Vietnam War. California: ABC-CLIO.
Artikel terbaik untuk perang masa lalu. Semoga tidak terjadi perang lagi di dunia.
dasar hukum penyelesaian gimana
Dalam perang Vietnam mengapa Amerika memilih mundur’
DNA orang amerika adalah gemar berkonflik, parasit penghisap sumber daya. Kapanpun akan selalu ada perang melibatkan amerika, baik menggunakan peluru, teknologi, ekonomi atau entah berwujud apa lagi.