Ernesto “Che” Guevara, seorang sosok yang dikenal dengan tindakan heroiknya dalam memperjuangkan kemanusiaan pada pertengahan abad ke-20. Ia terkenal karena taktik perang gerilanya di Kuba, Kongo, dan Bolivia, dan menjadi tokoh yang dibenci sekaligus dicintai.
Guevara sering kali diidentifikasikan dengan nilai-nilai keadilan sosial, idealisme, dan semangat pemberontakan. Sebagai seorang Argentina yang berjuang di Kuba, Kongo, dan Bolivia untuk mencapai kemerdekaan dan menyebarkan gagasan sosialisme internasional. Dalam tulisannya, ia mengkritik kapitalisme dan imperialisme, yang mencerminkan pemahamannya bahwa tantangan dan solusi yang dihadapi dunia abad ke-20 adalah masalah global yang memerlukan tindakan bersama.
Menyaksikan “Neraka Dunia”
Che lahir di Rosario, Argentina, pada tahun 1928. Kehidupan awalnya diwarnai oleh penyakit asma yang parah, sehingga ia belajar di rumah hingga usia 9 tahun. Meskipun menghadapi kondisi kesehatan yang sulit, dirinya menjadi seorang pembaca yang rajin, dan saat dewasa, ia mengembangkan pengetahuan luas di berbagai bidang, termasuk sastra dan puisi Amerika Latin dan Spanyol, filsafat eksistensialis Prancis, Marxisme, psikologi, dan arkeologi.
Pada bulan Desember 1952, Guevara mengambil cuti delapan bulan dari sekolah kedokteran untuk melakukan perjalanan ke seluruh Amerika Selatan bersama seorang teman. Selama perjalanannya, ia menyaksikan berbagai kondisi sosial masyarakat adat di seluruh Amerika Selatan dan sangat terpengaruh oleh penderitaan para penambang tembaga di Chili. Pengalamannya ini membuatnya menyadari hubungan antara masalah ekonomi yang dihadapi Amerika Latin dengan dominasi perusahaan asing di wilayah tersebut.
Setelah lulus pada tahun 1953, Guevara melanjutkan perjalanannya ke ibu kota Guatemala City, di mana ia menyaksikan Presiden Jacobo Arbenz yang berjuang melawan klaim tanah oleh United Fruit Company, sebuah perusahaan Amerika Serikat, di tanah yang subur di Guatemala.
Di Guatemala, ia bertemu dengan Hilda Gadea, seorang aktivis asal Peru, yang memperkenalkannya pada gagasan-gagasan Mao Zedong. Mereka bersama-sama menyaksikan kudeta yang didukung oleh CIA untuk menggulingkan Arbenz pada tahun 1954, yang juga menghantarkan Guatemala ke dalam empat dekade masa kekerasan politik.
Kudeta di Guatemala semakin memantapkan keyakinan Guevara bahwa tantangan terbesar Amerika Latin pada tahun 1950-an adalah “Imperialisme Yankee” (imperialisme Amerika).
Baginya, imperialisme ini mencakup kekuatan politik, militer, dan ekonomi yang berasal dari kebijakan dan perusahaan Amerika Serikat serta sekutu-sekutu lokal mereka yang memiliki pengaruh besar atas ekonomi di seluruh Amerika Latin.
Pengalamannya di Guatemala juga memperkuat keyakinannya bahwa revolusi bersenjata adalah satu-satunya cara untuk mengatasi masalah di sebagian besar Amerika Latin.
Perjuangan di Kuba
Guevara dan Gadea terpisah setelah pemerintahan Guatemala jatuh, dan keduanya mencari perlindungan di kedutaan besar negara mereka masing-masing. Namun, dengan kebetulan, mereka bertemu kembali di Kota Meksiko dan memutuskan untuk menikah.
Di Meksiko City, Guevara juga bertemu dengan Fidel Castro, yang baru saja gagal dalam upaya penggulingan diktator Fulgencio Batista di Kuba pada tahun 1953. Setelah menjalani hukuman penjara selama kurang dari dua tahun, Castro dan para pengasingan Kuba lainnya berkumpul kembali di Meksiko City. Pertemuan ini membangun hubungan antara Castro dan Guevara.
Para pengasingan ini membagikan kepada Guevara perhatian mereka terhadap dominasi Amerika Serikat di Amerika Latin dan rencana mereka untuk melawan. Akhirnya, pada tanggal 25 November 1956, Guevara bergabung dengan delapan puluh satu pejuang Kuba lainnya dalam meluncurkan invasi ke Kuba.
Awalnya, Guevara diangkat sebagai dokter di dalam kelompok tersebut, tetapi ia juga membuktikan diri sebagai pejuang gerilya yang sangat kompeten, dan mendapatkan peringkat tertinggi di antara para pemberontak.
Pada bulan Januari 1958, ia dan para rekan pemberontaknya berhasil memasuki Havana, menandai kemenangan pasukan revolusioner di Kuba.
Selama perang, Guevara mendirikan sebuah sekolah untuk mengajarkan pejuang gerilya cara membaca, mencetak pamflet, dan menggunakan stasiun radio. Di Kuba, ia bertemu dengan Aleida March, yang kemudian menjadi istrinya. Guevara kemudian menerbitkan sejarah resmi pertama Revolusi Kuba dan mempopulerkan gagasan perang gerilya “foco”, yang berpendapat bahwa sekelompok kecil individu yang berkomitmen dapat menciptakan kondisi untuk revolusi dalam skala yang lebih besar.
Setelah perang berakhir, Guevara menjabat sebagai Menteri Industri dan Kepala Bank Nasional di Kuba. Namun, banyak publikasi dan pidatonya membuatnya menjadi figur internasional yang dicintai dan dibenci.
Sebagai prototipe manusia baru, Guevara terdorong oleh insentif moral dan berharap untuk menghilangkan perbedaan ekonomi. Ia juga mendorong kerjasama internasional dalam membangun masyarakat sosialis. Guevara mewakili Marxisme yang lebih humanis, menawarkan alternatif bagi komunisme yang menentang Stalinisme.
Akhir Perjuangan Guevara
Walaupun dikenal sebagai seorang birokrat yang tekun, posisi itu tidak sesuai dengan dirinya. Pada tahun 1965, Che menghilang dari Kuba. Ia dengan tenang mengorganisir perang gerilya untuk mendukung kemerdekaan di Kongo.
Meskipun ia memutuskan untuk menanggalkan kewarganegaraan Kubanya dalam sebuah surat perpisahan kepada Castro, Che masih kembali ke Kuba pada bulan Maret 1966.
Selanjutnya, ia meluncurkan kampanye gerilya terakhir yang gagal, dengan harapan dapat menginspirasi revolusi petani di Bolivia. Perjuangannya berakhir dalam pertempuran terakhir mereka pada tanggal 8 Oktober 1967 melawan tentara Bolivia yang bekerja sama dengan C.I.A. Dalam pertempuran tersebut, Che ditangkap dan dieksekusi keesokan harinya.
Meskipun kontroversi mengelilingi metode revolusionernya, analisisnya tentang imperialisme sebagai cara untuk memahami masa lalu dan masa kini menawarkan wawasan tentang sejarah dunia dari perspektif internasionalis, yang tidak berkomitmen pada negara atau bangsa. Ide dan pengorbanannya terus mengilhami gerakan keadilan sosial. Tempat Guevara dalam sejarah dunia sebagai seorang revolusioner global akan selalu dikenang, dan kontribusinya sebagai pemikir sosial dan politik terus berlanjut.