Skema ponzi belakangan ini semakin populer. Skema ini populer bersamaan dengan maraknya kasus investasi bodong yang menyeret para investor pemula ke jurang nestapa. Meskipun demikian, tidak banyak yang mengenal siapa sebenarnya sosok di balik istilah tersebut.
Story Guide
Mengenal Charles Ponzi
Charles Ponzi lahir dengan nama Carlo Pietro Giovanni Guglielmo Tebaldo Ponzi pada tanggal 3 Maret 1882, di kota Lugo, Italia utara. Orang tuanya, Oreste dan Imelda Ponzi, berasal dari keluarga yang dulunya kaya tetapi kemudian terjerumus dalam kemiskinan.
Sejak usia belia, ia sudah menunjukkan kecerdikannya. Ia terkenal karena sering mencuri uang, termasuk dari orang tuanya dan pastor paroki.
Saat muda, ia sempat berkuliah di Universitas Sapienza di Roma. Namun, ia tidak pernah menaruh perhatian serius pada studinya hingga akhirnya memutuskan keluar sebelum lulus.
Selepas itu, ia memutuskan merantau ke Amerika setelah mendengar kisah-kisah kesuksesan orang-orang Italia di Negeri Paman Sam. Baginya, Amerika merupakan peluang terakhir yang tersisa.
Mengadu Nasib di Amerika
Ponzi tiba di Boston pada November 1903 dengan menumpang kapal S.S. Vancouver. Dalam otobiografinya, The Rise of Mr. Ponzi, ia mengaku membawa bekal $200, tetapi setibanya di Amerika uangnya hanya tersisa $2,50.
Untuk bertahan hidup, ia bekerja serabutan sembari mengasah kemampuan berbahasa Inggrisnya. Ia pernah bekerja sebagai pegawai toko kelontong, pengamen, tukang reparasi mesin jahit, sales asuransi, buruh pabrik, dll. Namun, ia jarang bertahan lama di satu tempat karena sering kali dipecat.
Setelah pindah ke beberapa kota seperti Pittsburgh, New York, New Haven, dan Conn, ia akhirnya sampai di Montreal, Kanada. Di sana, kehidupannya sedikit membaik ketika ia mendapat pekerjaan sebagai teller bank. Sayangnya, ia kehilangan pekerjaannya lagi karena bank tempatnya bekerja bangkrut.
Mendapati kebuntuan dalam hidup, Ponzi akhirnya terjerumus ke dunia kriminal. Aksinya memalsukan cek berbuntut kurungan tiga tahun di Quebec. Alih-alih memberi tahu ibunya tentang pemenjaraannya, ia justru mengabari ibunya bahwa ia diangkat sebagai asisten sipir penjara.
Pengalaman itu tidak membuatnya jera, selepas keluar dari penjara ia malah terlibat dalam penyelundupan imigran Italia ke Amerika Serikat. Aktivitas ilegal ini membuatnya harus mendekam di penjara Atlanta selama dua tahun.
Meskipun berulang kali berurusan dengan hukum, ia tidak menyerah mengejar impiannya. Pada 1917, saat usianya 35 tahun, ia bertemu Rose Gnecco di Boston. Keduanya saling jatuh cinta dan memutuskan menikah pada tahun berikutnya.
Setelah menikah, Ponzi bekerja di berbagai usaha milik keluarga istrinya, mulai dari toko kelontong hingga perusahaan buah, yang akhirnya berujung pada kebangkrutan.
Bisnis IRC
Pada tahun 1919, Ponzi mendirikan bisnis kecil di bidang ekspor-impor. Tidak lama berselang, ia menerima surat dari perusahaan Spanyol yang meminta katalog iklan.
Di dalam amplop surat tersebut, ia menemukan International Reply Coupon (IRC), sejenis kupon yang dapat ditukar dengan perangko lokal untuk memudahkan pengiriman balasan.
Ponzi segera menyadari potensi cuan dari perbedaan nilai tukar saat membeli IRC di satu negara dan menukarnya di negara lain. Praktik ini disebut arbitrase, yaitu tindakan membeli dan menjual aset secara simultan di dua pasar yang berbeda.
Meskipun keuntungan dari setiap transaksi tidak besar, tetapi jika dilakukan dalam skala besar, keuntungannya dapat menjadi signifikan.
Nama Ponzi bisa saja tidak tercoreng bila fokus menekuni bisnisnya ini. Akan tetapi, ambisi besarnya mendorongnya mencari peluang yang lebih besar.
Menyempurnakan Skema Piramida
Charles Ponzi, pada tahun 1920, mendirikan perusahaan bernama Securities Exchange Co. Melalui perusahaan ini, ia menawarkan penjualan saham dengan janji keuntungan 50% dalam 45 hari dan 100% dalam 90 hari kepada investor.
Dana yang diperoleh dari investor seharusnya digunakan untuk membeli IRC untuk ditukarkan di AS. Namun, ia tidak menggunakan dana tersebut untuk tujuan yang semestinya; ia justru menggunakan uang dari investor baru untuk membayar investor yang sudah ada sebelumnya.
Skema yang diterapkan Ponzi ini dikenal juga sebagai skema piramid. Kendati bukan orang pertama yang memperkenalkan skema ini, tetapi ia berhasil menyempurnakannya.
Sarah Owe menjadi orang yang pertama kali memperkenalkan skema ini pada 1879. Perempuan Boston ini mendirikan Ladies’ Deposit, untuk membantu para perempuan berinvestasi dengan janji keuntungan besar dalam waktu singkat, mirip dengan apa yang dilakukan oleh Ponzi. Ia menjanjikan pengembalian investasi yang berlipat ganda dalam waktu singkat.
Kembali lagi ke Ponzi, ia mengambil langkah ini sebenarnya bukan tanpa alasan. Keputusan Universal Postal Union yang menangguhkan penjualan IRC, membuatnya harus menggunakan skema piramid untuk membayar investor lamanya.
Cara ini awalnya memang berhasil. Dalam delapan bulan pertamanya, ia berhasil meraup $15 juta (sekitar $220 juta bila dikonversi dengan nilai sekarang).
Ponzi bisa dikatakan sukses mengeksploitasi emosi fear of missing out (FOMO) investornya. Ketika investor melihat orang lain meraih keuntungan cepat dari investasi, mereka merasa tertinggal dan ingin segera ikut serta.
Faktor FOMO ini membuat para investor bereaksi impulsif dan terburu-buru dalam mengambil keputusan investasi. Mereka khawatir melewatkan peluang besar dan segera memohon kepada Ponzi untuk mengambil uang mereka agar juga bisa meraih keuntungan yang dijanjikan.
Charles Ponzi, terbuai oleh keuntungan besar dalam waktu singkat, terus menjalankan skema penipuan dengan klaim bahwa ia memiliki sistem kompleks untuk membeli IRC di luar negeri dan menukarnya di AS. Kenyataannya, tidak ada sistem rumit seperti yang ia klaim; ia hanya menggunakan uang dari investor baru untuk membayar investor yang sudah ada sebelumnya.
Baca juga: Lima Krisis Ekonomi Paling Berdampak pada Dunia
Keberhasilan Ponzi bahkan membuatnya menjadi headline di Boston Post pada Juli 1920 dengan kekayaan bersih yang dilaporkan mencapai $8,5 juta. Meski banyak yang penasaran dengan kesuksesannya, investigasi yang dilakukan tidak menghasilkan banyak informasi.
Namun, Boston Post kemudian melakukan penyelidikan sendiri yang mengungkap praktik curang Ponzi. Pemberitaan negatif ini membuatnya kesulitan mendapatkan investor baru dan banyak investor lama yang menarik dananya. Dilaporkan bahwa ia sudah membayar lebih dari $1 juta kepada investor yang menarik dana mereka.
Skema penipuan Ponzi benar-benar tamat setelah pemberitaan Post menguliti bisnis ilegalnya. Ia akhirnya dihukum atas tuduhan penipuan dan harus menjalani hukuman penjara selama 3,5 tahun. Namun, karena gagal memenuhi syarat pembebasan bersyarat, ia harus kembali ke penjara hingga 1934.
Ia lalu dideportasi kembali negara asalnya, Italia. Setelah itu, perjalanan hidupnya tidak terdokumentasi dengan baik. Ia diketahui meninggal pada 18 Januari 1949 di sebuah rumah sakit amal di Rio de Janeiro, Brazil. Saat itu, uangnya hanya tersisa 75 dolar AS dan digunakan untuk biaya pemakaman.
Referensi
Frankel, T. (2012). The Ponzi scheme puzzle: A history and analysis of con artists and victims. Oxford University Press.
Jacobs, P., & Schain, L. (2011). The never ending attraction of the Ponzzi scheme.
Ponzi, C. (2001). The Rise of Mr.Poonzi. Inkwell Publishers.
Weisman, S. L. (1999). Need and Greed: The story of the largest ponzi scheme in American history. Syracuse University Press.
Wilkins, A. M., Acuff, W. W., & Hermanson, D. R. (2012). Understanding a ponzi scheme: Victims’ perspectives. Journal of Forensic & Investigative Accounting, 4(1), 1-19.
Zuckoff, M. (2005). Ponzi’s scheme: The true story of a financial legend. Random House.