Mr. Assaat, atau lengkapnya Mohammad Hatta Datuk Mudo, adalah seorang politikus Indonesia yang memegang jabatan sebagai Presiden Sementara Republik Indonesia pada masa peralihan dari Republik Indonesia Serikat (RIS) menuju Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kiprahnya dalam sejarah bangsa Indonesia cukup signifikan meskipun namanya mungkin kurang dikenal secara luas.
Saat Indonesia berada dalam masa transisi menuju RIS pada tahun 1950, Soekarno dan Hatta diangkat menjadi Presiden dan Wakil Presiden RIS. Hal ini menyebabkan terjadi kekosongan jabatan Presiden Republik Indonesia, yang saat itu masih merupakan salah satu negara bagian dari RIS. Untuk mengisi kekosongan tersebut, Mr. Assaat ditunjuk sebagai Presiden Sementara Republik Indonesia.
Selama masa jabatannya sebagai Presiden Sementara, Mr. Assaat berusaha menjaga stabilitas politik dan memfasilitasi proses peralihan dari RIS kembali ke NKRI. Meskipun masa jabatannya relatif singkat, perannya sangat penting dalam menjaga kontinuitas pemerintahan selama periode transisi ini.
Setelah Indonesia kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Mr. Assaat pun mengakhiri jabatannya sebagai Presiden Sementara. Meskipun namanya mungkin terlupakan dalam sejarah politik Indonesia, kontribusinya dalam menjaga stabilitas selama masa transisi dari RIS kembali ke NKRI tidak boleh dilupakan.
Riwayat Hidup Mr Assaat
Mr. Assaat lahir pada tanggal 18 September 1904 di Dusun Pincuran Landai, Kubang Putiah, Banuhampu, Agam, Sumatera Barat. Beliau adalah seorang politikus, pejuang kemerdekaan Indonesia, dan pemangku sementara jabatan Presiden Republik Indonesia. Sebagai anak seorang penghulu, Mr. Assaat memiliki gelar “Datuk Mudo”. Pada tanggal 12 Juni 1949, beliau menikah dengan Roesiah di Rumah Gadang Kapalo Koto.
Pendidikannya dimulai di sekolah agama Adabiah, lalu melanjutkan ke MULO Padang. Namun, beliau merasa tidak cocok menjadi seorang dokter, sehingga keluar dan melanjutkan ke AMS (SMA). Dari AMS, beliau melanjutkan studinya ke Rechts Hoge School (RHS) di Jakarta. Saat di RHS, ia aktif di berbagai gerakan pemuda seperti Jong Sumatranen Bond, Perhimpunan Pemuda Indonesia, dan Indonesia Muda.
Mr. Assaat berperan aktif dalam dunia politik, terutama dengan Partindo (Partai Indonesia). Di Perhimpunan Pemuda Indonesia, beliau menduduki berbagai jabatan, dan ketika perhimpunan tersebut bersatu dalam Indonesia Muda, ia terpilih menjadi Bendahara Komisaris Besar Indonesia Muda. Di Partindo, beliau bergabung bersama dengan tokoh-tokoh seperti Adnan Kapau Gani, Adam Malik, dan Amir Syarifuddin.
Karena keaktifannya dalam gerakan politik, Mr. Assaat tidak diluluskan di RHS, sehingga beliau memutuskan untuk melanjutkan studi di Universitas Leiden, Belanda, dan mendapat gelar Mr. (Meester in de Rechten) atau Sarjana Hukum.
Setelah kembali ke Indonesia pada tahun 1939, Mr. Assaat menjadi advokat (pengacara) dan berkecimpung dalam dunia perbankan. Ketika Indonesia diduduki Jepang, beliau ikut dalam pemerintahan Jepang sebagai camat Gambir dan wedana Mangga Besar di Jakarta. Beliau juga pernah menjadi ketua Perwabi (Persatuan Warung Bangsa Indonesia).
Baca juga: Syafruddin Prawiranegara
Mr. Assaat dikenal sebagai sosok religius, yang menghargai waktu, dan tenang dalam menghadapi persoalan. Meskipun pendiam, beliau dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan menjaga rahasia negara. Menurut pengakuan anaknya, Mr. Assaat adalah sosok yang sederhana, lembut, dan tidak suka bersuara keras kepada keluarga. Keputusan yang diambilnya selalu dipertimbangkan dengan matang.
Beliau pernah memegang beberapa jabatan penting, termasuk Ketua KNIP, Pejabat Presiden Republik Indonesia di Yogyakarta, Anggota Parlemen, dan Menteri Dalam Negeri dalam Kabinet Natsir. Kiprahnya sebagai Presiden Sementara Republik Indonesia juga menandai peran pentingnya dalam sejarah politik Indonesia.
Pemikiran dan Tindakan Mr Assaat dalam Perjuangan Indonesia
Mr. Assaat, atau Mohammad Hatta Datuk Mudo, memiliki peran penting dalam sejarah pemerintahan dan perjuangan Indonesia pada masa revolusi. Berikut adalah beberapa kiprah penting beliau:
- Sebagai Ketua Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan Badan Pekerja KNIP: Di bawah kepemimpinan Mr. Assaat, KNIP dan BP-KNIP berperan penting dalam menyusun kebijakan dan menangani masalah-masalah penting dalam perjalanan bangsa Indonesia, termasuk meratifikasi Perjanjian Linggarjati dan Roem-Royen.
- Sebagai Acting Presiden Republik Indonesia: Mr. Assaat menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia sementara, menjaga kestabilan dan kontinuitas pemerintahan saat Indonesia berada dalam peralihan dari Republik Indonesia Serikat (RIS) kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
- Peran dalam pembentukan Universitas Gadjah Mada (UGM): Mr. Assaat secara tegas mempertahankan lokasi UGM di Yogyakarta, memastikan eksistensi universitas tersebut sebagai salah satu lembaga pendidikan terkemuka di Indonesia.
- Gagasan Wawasan Nusantara: Mr. Assaat mencetuskan gagasan wawasan nusantara yang kemudian dikonkretkan menjadi kesepakatan internasional “Deklarasi Djuanda”, yang menguatkan kedaulatan Indonesia atas perairan nusantara.
- Menentang Penghapusan BNI dan Kebijakan terhadap Warga Asing: Mr. Assaat menentang penghapusan Bank Negara Indonesia (BNI) dan memperjuangkan kebijakan terhadap warga asing, seperti larangan mereka berdiam di pedesaan dan kota-kota kecamatan.
- Peran dalam Pembentukan Kabinet: Mr. Assaat terlibat dalam upaya pembentukan kabinet pada tahun 1955, meskipun usaha untuk mencalonkan Mohammad Hatta sebagai Perdana Menteri tidak berhasil.
Dengan kontribusi-kontribusi tersebut, Mr. Assaat memainkan peran penting dalam pembentukan dan perjalanan negara Indonesia pada masa revolusi dan pascarevolusi.
Menolak Demokrasi Terpimpin dan Bergabung dengan PRRI/Permesta
Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan Permesta adalah dua gerakan bersenjata yang muncul pada periode 1950-an sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintahan Soekarno yang dianggap otoriter dan cenderung terlalu condong kepada Partai Komunis Indonesia (PKI). Meskipun memiliki latar belakang dan lingkungan yang berbeda, keduanya berusaha untuk menegakkan otonomi daerah dan menantang sentralisasi kekuasaan pemerintah pusat di Jakarta.
PRRI, yang dideklarasikan pada 15 Februari 1958 di Padang, Sumatera Barat, berupaya menggulingkan pemerintahan pusat dan mendirikan pemerintahan alternatif di Sumatera. Mr. Assaat, sebagai seorang tokoh yang kritis terhadap pemerintahan Soekarno, bergabung dengan PRRI dan menduduki posisi sebagai Menteri Dalam Negeri. Dia memainkan peran penting dalam upaya perlawanan terhadap pemerintahan pusat.
Perang gerilya yang dilancarkan oleh PRRI dimulai pada Maret 1958 dan awalnya cukup berhasil dengan dukungan luas dari masyarakat setempat. Namun, berbagai faktor, termasuk tekanan dari TNI-AD dan potensi penguatan PKI dalam situasi yang kacau, akhirnya mendorong PRRI untuk menghentikan perlawanan pada tahun 1961.
Pasca-PRRI, Mr. Assaat dan beberapa tokoh lainnya dikarantina oleh pemerintah pusat, dan mereka baru dibebaskan pada masa pemerintahan Orde Baru. Ini menunjukkan bagaimana perlawanan terhadap pemerintahan pusat pada periode tersebut dihadapi dengan keras dan sering kali diakhiri dengan penindasan terhadap para tokoh yang terlibat.
BIBLIOGRAFI
Asvi Warman Adam. 2009. Membongkar Manipulasi Sejarah. Jakarta: Kompas.
Batara R. Hutagalung. 2010 Serangan Umum 1 Maret 1949 Dalam Kaleidoskop Sejarah Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia. Yogyakarta: LKIS.
R.Z. Leirissa, 1997. PRRI Permesta Strategi Membangun Indonesia Tanpa Komunis. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Slamet Muljana. 2008. Kesadaran Nasional: Dari Kolonialisme Sampai Kemerdekaan jilid II (Yogyakarta: LKIS.