Manusia memang telah lama memasuki mada modern. Berbagai kemajuan pun terjadi di setiap lini kehidupan. Meskipun demikian, tidak semua manusia dapat menikmati kemajuan tersebut. Banyak golongan minoritas yang hingga saat ini masih kesulitan menikmati kemerdekaan sebagai manusia seutuhnya. Salah satu golongan minoritas itu adalah golongan difabel. Sebagai minoritas terbesar, difabel hingga saat ini masih sulit terlepas dari segala bentuk diskriminasi dan stigma yang menghantui mereka sepanjang hidup. Memang sejak abad ke-19 banyak kebijakan muncul untuk mereka , tetapi tidak semua peraturan tersebut dapat teraplikasikan. Kondisi ini yang coba dirubah oleh Helen Keller.
Sebagai seorang difabel, ia sangat paham bagaimana kesulitan yang dihadapi dalam menjalani hidup. Namun ia tidak menyerah, ia terus belajar dan belajar hingga akhirnya menjadi seorang aktivis yang bergerak membela hak difabel.
Kehilangan Penglihatan dan Pendengaran
Helen Adams Keller lahir pada 27 Juni 1880, di Tuscumbia, Alabam. Ia adalah anak pertama dari dua bersaudara, anak dari Arhur H. Keller dan Katherine Adams Keller. Ayahnya adalah editor surat kabar lokal mingguan dan pernah bertugas sebagai kapten Tentara Konfederasi selama Perang Saudara di Amerika (Keller, 1903: 4). Keluarganya tidak terlalu kaya dan mendapatkan penghasilan dari perkebunan kapas mereka.
Keller dilahirkan dengan indera penglihatan dan pendengarannya. Ia mulai berbicara ketika baru berusia 6 bulan dan mulai berjalan pada usia 1 tahun.
Pada Februari tahun 1882, saat Keller berusia 19 bulan, ia terserang penyakit yang disebut “demam otak”. Sakitnya begitu parah hingga dokter mengira Keller tidak akan selamat (Keller, 1903: 7).
Setelah demam mulai berangsur menghilang, ibu Keller memperhatikan bahwa putrinya tidak menunjukkan reaksi ketika bel makan malam dibunyikan atau ketika sebuah tangan melambai di depan wajahnya. Sejak saat itu, keluarganya menyimpulkan bahwa Keller kehilangan penglihatan dan pendengarannya.
Keller yang kehilangan dua indera pentingnya, kemudian mengembangkan metode komunikasi terbatas dengan temannya, Martha Washington, putri muda juru masak keluarga. Keduanya telah menciptakan sejenis bahasa isyarat.
Namun, perubahan sikap terjadi pada diri Keller, ia menjadi sangat liar dan sulit diatur. Ia akan menendang dan berteriak ketika marah, dan terkikik tak terkendali saat bahagia. Ia menyiksa Martha dan mengamuk pada orang tuanya. Banyak kerabat keluarga merasa ia harus direhabilitasi.
Pertemuan Helen Keller dan Anne Sullivan
Kendati diminta untuk mengirim anaknya ke tempat rehabilitasi, orang tua Keller lebih memilih mencari solusi lain untuk putrinya. Pada tahun 1886, ibu Keller terinspirasi oleh sebuah catatan Charles Dickens tentang kisah pendidikan sukses bagi wanita tuna rungu dan tuna netra, Laura Bridgman Karena itu, mereka mengajak Keller muda untuk meminta saran dokter J. Julian Chisholm, seorang spesialis mata, dan THT di Baltimore.
Dokter tersebut kemudian merujuk Kellers ke Alexander Graham Bell, yang saat itu menangani anak-anak tuli. Bell menyarankan mereka untuk menghubungi Institut Tunanetra Perkins (Nielsen, 2004: 1).
Michael Anagnos, direktur sekolah tersebut meminta alumnus sekolah yang berusia 20 tahun (Chamberlain, 1899: 289), Anne Mansfield Sullivan, yang juga sempat memiliki penglihatan bermasalah untuk menjadi guru bagi Keller.
Pertemuan ini adalah awal dari hubungan dekat mereka selama hampir 50 tahun. Selama bersama Keller, Sullivan tidak hanya menjadi guru tetapi juga menjadi pangasuh dan sahabatnya.
Sullivan tiba di rumah Keller pada 5 Maret 1887. Hari itu dianggap Keller sebagai hari terpenting dalam hidupnya. Sullivan segera mulai mengajarinya berkomunikasi dengan mengeja kata-kata menggunakan tangannya, dimulai dengan “d-o-l-l” untuk boneka dihadiahkan kepada Keller (Keller, 1903: 22).
Pada awalnya Keller frustasi karena ia tidak mengerti bahwa setiap objek memiliki kata yang secara unik mengidentifikasinya. Bahkan, ketika Sullivan mencoba mengajarkan Keller kata untuk “mug”, Keller menjadi sangat frustrasi sehingga memecahkan mug itu.
Akan tetapi ia segera dapat meniru gerakan tangan Sullivan. “Aku tidak tahu bahwa aku mengeja kata atau bahkan kata-kata itu ada,” ingat Keller. “Aku hanya membuat jari-jariku meniru seperti monyet.”
Pada bulan berikutnya komunikasi Keller terus mengalami perkembangan. Salah satu yang membuat semangatnya untuk belajar semakin besar adalah saat menemukan cara mengeja “water”. Dengan metode satu tangan merasakan gerakan gurunya, sedangkan satu tangan dialiri air dingin, ia berhasil menemukan gagasan tentang air (Rankin, 1908: 86). Setelah itu, Sullivan pun mengajarkannya mengenal berbagai benda di dunia.
Pendidikan Helen Keller
Dalam beberapa bulan Keller telah belajar merasakan benda-benda dan mengasosiasikannya dengan kata-kata yang dieja dengan sinyal jari di telapak tangannya, untuk membaca kalimat dengan merasakan kata-kata yang timbul di karton, dan membuat kalimatnya sendiri dengan mengatur kata-kata dalam bingkai.
Selama 1888–1890 Keller menghabiskan musim dingin di Institut Perkins untuk belajar Braille. Pada Maret 1990, muncul keinginan Keller untuk belajar bicara. Ia mengungkapkan keinginannya itu kepada Sullivan. Gurunya itu kemudian membawanya menemui Sarah Fuller di Horace Mann School for the Deaf. Di bawah bimbingan Fuller, Keller pun mulai belajar untuk berbicara (Fuller, 1892: 24). Selain belajar berkomunikasi, Keller juga mempelajari mata pelajaran akademik reguler.
Baca juga: Kemunculan Sekolah Difabel Paling Awal di Dunia
Keller tidak puas begitu saja, karena ia juga bertekad ingin kuliah.Pada tahun 1896, dia bersekolah di Cambridge School for Young Ladies, sebuah sekolah persiapan untuk wanita. Di sekolah persiapan ini, Keller telah dapat menggunakan menggunakan alat tulis braille, dan membaca buku-buku braille tentang sejarah Ynani, Roma, dan Amerika Serikat. Selain itu, ia bisa menggunakan mesin tik biasa dan huruf Braille. Ia juga belajar tata bahasa Prancis dan Latin. Kendati demikian, masih banyak orang masih meragukan apakah ia mampu mengikuti perkuliahan (Schraff, 2008: 28-29).
Di sisi lain, kisah tentangnya menyebar dengan cepat, hingga sampai ke telingan orang-orang terkenal dan berpengaruh. Salah satunya adalah penulis Mark Twain, yang sangat terkesan dengannya. Mereka pun menjadi teman (Keller, 1903: 138).
Twain lalu memperkenalkannya kepada temannya Henry H. Rogers, seorang eksekutif Standard Oil. Rogers sangat terkesan dengan bakat, semangat, dan tekad Keller sehingga ia setuju membiayai kuliahnya di Radcliffe College (cabang wanita Universitas Harvard).
Di kampus itu, ia tetap ditemani oleh Sullivan, yang duduk di sisinya untuk menafsirkan perkuliahan dan teks literatur. Saat mulai berkuliah, Keller telah menguasai beberapa metode komunikasi, termasuk membaca dengan sentuhan, huruf Braille, berbicara, mengetik, dan mengeja dengan jari. Karena itu, ia juga menyempatkan diri untuk menulis buku pertamanya Story of My Life yang diterbitkan pada 1903.
Kuliah Keller terbilang lancar, karena berhasil menyelesaikan kuliahnya hanya dalam waktu 4 tahun dan lulus dengan prediktat cum laude (Hitz, 1906: 320). Kelulusannya ini sekaligus menjadikan dirinya sebagai tunaganda pertama yang memperoleh gelar sarjana.
Menjadi Aktivis Sosial
Setelah lulus, Keller mulai belajar lebih banyak tentang dunia dan bagaimana ia bisa membantu meningkatkan kehidupan orang lain. Keller menjadi anggota Partai Sosialis pada 1909, kemungkinan besar karena persahabatannya dengan John Macy, pengajar di Harvard dan suami Anne Sullivan. Selama aktif menjadi anggota partai, ia menulis beberapa artikel tentang sosialisme, hak perempuan, hak difabel, dan dampak yang ditimbulkan oleh perang (Giffin, 1984: 1; Nielsen, 2004: 24).
Serangkaian esainya tentang sosialisme, berjudul “Out of the Dark,” menggambarkan pandangannya tentang sosialisme dan urusan dunia.Selama masa inilah Keller pertama kali mengalami prasangka publik tentang disabilitasnya. Sebelumnya, pers selalu mendukungnya, memuji keberanian dan kecerdasannya. Akan tetapi setelah ia mengungkapkan pandangan sosialisnya, beberapa media mengkritik dan mengaitkannya dengan disabilitas. Kritikan tersebut menunjukkan bahwa publik Amerika masih menjadikan impairment sebagai salah alasan untuk mendiskriminasi orang lain yang tidak sejalan dengan mereka.
Meskipun demikian, kritik itu tidak mengendurkan semangat aktivisme Keller. Karena pada tahun 1915, bersama dengan perencana kota terkenal George Kessler, ia ikut memprakarsai pendirian Helen Keller International. Organisasi ini memiliki misi memerangi penyebab dan konsekuensi kebutaan dan kekurangan gizi.
Kisahnya menyebar ke luar Massachusetts dan New England. Dengan berbagi pengalamannya, Keller menjadi tokoh difabel palling berpengaruh pada masanya. Ia bahkan bersuara di depan Kongres dan menganjurkan untuk meningkatkan kesejahteraan tuna netra.
Ketika American Foundation for the Blind didirikan pada tahun 1921, Keller dijadikan teladan dan simbol dalam federasi itu. Keller sendiri menjadi anggota federasi ini pada tahun 1924 dan berpartisipasi dalam banyak kampanye untuk meningkatkan kesadaran, donasi dan dukungan bagi tuna netra (Nielsen, 2004: 47). Selain federasi ini, ia juga bergabung dengan organisasi Permanent Blind War Relief Fund (kemudian disebut American Braille Press).
Pada tahun 1946, Keller diangkat sebagai penasihat hubungan internasional untuk American Foundation of Overseas Blind. Antara 1946 dan 1957, ia bepergian ke 35 negara di lima benua.
Keller menderita penyakit stroke pada tahun 1961 dan menghabiskan sisa hidupnya di rumahnya di Connecticut. Ia meninggal dalam tidurnya pada 1 Juni 1968, hanya beberapa minggu sebelum ulang tahunnya yang ke-88 (Schraff, 2008: 60).
Selama hidupnya yang luar biasa, Keller menjadi contoh bagaimana tekad, kerja keras, dan imajinasi dapat memungkinkan seseorang untuk mengatasi berbagai hambatan. Ia mengatasi kondisi sulitnya dengan gigih dan berkembang menjadi aktivis kemanusiaan progresif yang dihormati dunia.
Daftar Pustaka
Chamberlin, Joseph Edgar. “Helen Keller As She Really Is”. American Annals of the Deaf, Vol. 44, No. 4, JUNE, 1899.
Giffin, Frederick C. “The Radical Vision of Helen Keller”. International Social Science Review, Vol. 59, No. 4, 1984.
Hitz, John. “Hellen Keller”. American Anthropologist, New Series, Vol. 8, No. 2, Apr. – Jun., 1906.
Keller, Helen Adams. The Story of My Life. New York: Doubleday Page and Company, 1903.
Keller, Helen Adams dan Sarah Fuller. “How Helen Keller Learned To Speak”. American Annals of the Deaf, Vol. 37, No. 1, JANUARY, 1892.
Nielsen, Kim E. The Radical Live of Helen Keller. New York: New York University Press, 2008.
Rankin, Jean Sherwood. “Helen Keller and the Language-Teaching Problem”. The Elementary School Teacher, Vol. 9, No. 2 (Oct., 1908).
Schraff, Anne. Helen Keller. California: Saddleback Educational Publishing, 2008.
Update terus artikel tentang sejarahnya gan. Keren. Terima kasih.