Sejarah kopi memiliki perjalanan yang panjang dan melibatkan berbagai periode waktu. Ketika kopi menyebar dari asalnya di Afrika ke Timur Tengah, lalu menyebar ke Eropa dan berbagai belahan dunia, kopi berubah dari minuman yang dikonsumsi oleh segelintir orang menjadi produk yang dikonsumsi secara massal.
Dalam sejarah yang beragam dan kaya ini, kopi telah dikaitkan dengan berbagai aspek, termasuk ritual, kemewahan, kolonialisme, dan perbudakan. Kopi telah memengaruhi perilaku dan percakapan manusia, memberikan energi pada angkatan kerja, dan memiliki dampak signifikan pada berbagai aspek kehidupan.
Perjalanan yang panjang dan tidak langsung dari kopi, mulai dari Afrika hingga Timur Tengah, menyeberangi Samudera Hindia, kemudian mencapai Eropa, Amerika Latin, Amerika Serikat, hingga akhirnya mencapai Australia dan Asia Timur, mencerminkan penggunaan yang berbeda-beda sepanjang sejarahnya oleh masyarakat yang beragam di berbagai tempat di dunia.
Kopi awalnya hanya diminum oleh pemburu dan pejuang. Kemudian, kopi menjadi simbol kemewahan bagi kalangan aristokrat. Selanjutnya, menjadi minuman yang menjadi perhatian borjuis. Akhirnya, pada akhir abad ke-20, kopi menjadi kebutuhan bagi banyak pencinta kafein.
Proses produksi, pemasaran, dan konsumsi kopi telah memiliki keterlibatan yang mendalam dalam pembentukan dunia modern, baik dalam aspek positif maupun negatif. Kopi membantu mendorong ekspansi ekonomi dunia modern dan memberikan energi kepada angkatan kerja industri. Di sisi lain, praktik penggunaan budak dalam produksi kopi selama era industrialisasi pangan, serta kekayaan yang dihasilkan bagi kerajaan kolonial, telah meningkatkan kesadaran akan perlunya praktik perdagangan yang adil.
Asal-usul Kopi
Hingga saat ini, asal usul nama “kopi” masih menjadi subjek perdebatan, meskipun sebagian besar ahli setuju bahwa kata tersebut mungkin berasal dari bahasa Arab, yaitu “qahwah.”
Kopi sendiri pertama kali ditemukan tumbuh secara alami di berbagai wilayah di Afrika. Jenis kopi yang paling umum dan berharga, yaitu Coffea arabica, pertama kali ditemukan di daerah Harrar, Ethiopia. Di sana, biji kopi dikumpulkan dari pohon-pohon liar.
Pada awalnya, kopi disajikan sebagai minuman di tempat penginapan dengan campuran garam, mentega, dan rempah-rempah. Atau, biji kopi ini digunakan sebagai pil energi bagi para pemburu, yang biasanya meletakkannya dalam bola lemak sebagai bekal perjalanan mereka.
Munculnya kopi dalam sejarah masih menjadi objek perdebatan. Beberapa ilmuwan menyoroti elemen-elemen yang mungkin terkait dengan kopi dalam teks-teks seperti “Odyssey” dan Alkitab sebagai petunjuk tentang sejarah kuno kopi.
Sementara itu, referensi tertulis dalam literatur Arab yang berasal dari sekitar tahun 800 Masehi sering diutip sebagai bukti awal tentang penggunaan kopi. Dalam konteks sejarah global, kita sekarang cenderung meyakini bahwa kopi pertama kali menjadi komoditas pada akhir abad ke-20, berasal dari Yaman, bukan dari Ethiopia.
Kelompok Islam seperti Tarekat Shadhili, yang berbasis di Yaman, sering diakui sebagai kelompok yang berperan dalam mempopulerkan minuman yang dibuat dari biji kopi panggang dan biji kopi arabika yang dicampur dengan air panas.
Meskipun tujuan utama mereka adalah pencarian spiritual dan perbaikan dunia material untuk mencapai pemenuhan spiritual, kafein dalam kopi membantu mereka tetap terjaga selama ibadah agama mereka, terutama yang dilakukan pada malam hari. Tapi sebagai individu yang hidup dalam dunia sehari-hari, mereka juga membantu menyebarluaskan popularitas minuman kopi di kalangan masyarakat sekuler.
Pada pertengahan abad kelima belas, kopi sangat erat hubungannya dengan Islam sehingga umat Kristen Koptik di Ethiopia melarangnya. Namun, kopi masih menarik banyak perhatian, dan banyak kedai kopi mulai muncul untuk menyajikannya. Hal ini terlihat terutama selama bulan Ramadan, ketika umat Muslim berpuasa sepanjang hari. Selama bulan ini, kedai kopi menciptakan aktivitas sosial yang penting pada malam hari.
Popularitas kopi terus meluas setelah kaum Muslim yang melakukan ibadah haji ke Mekah mulai memiliki kebiasaan minum kopi, dan mereka membawa kebiasaan ini ke berbagai arah: ke timur, seperti Indonesia dan India; ke barat, ke Afrika Barat; dan ke utara, ke Istanbul dan Balkan.
Meskipun pasar kopi berkembang, hingga akhir abad ke-1600-an, hampir semua biji kopi yang diperdagangkan di seluruh dunia berasal dari kebun-kebun kecil yang tumbuh di lereng bukit terjal di Yaman. Produksi yang relatif kecil, berkisar antara 12.000 hingga 15.000 ton metrik per tahun, dan biaya transportasi dengan karavan unta atau kapal, beserta pajak Utsmaniyah, telah membuat kopi menjadi produk yang mahal. Kondisi ini membatasi pertumbuhan kopi sebagai komoditas konsumen yang lebih luas.
Masuknya Kopi ke Eropa
Walaupun harga kopi pada saat itu masih terbilang mahal, kebiasaan minum kopi tetap menyebar. Pada pertengahan abad ke-1500, pusat kebudayaan kopi terdapat di kota-kota seperti Istanbul, Kairo, dan Damaskus. Berbagai lapisan masyarakat pria menikmati minuman kopi ini, yang menjadi pusat kehidupan artistik, intelektual, politis, dan perdagangan (perempuan pada umumnya hanya minum kopi di rumah atau di tempat-tempat tertentu).
Di Eropa, orang-orang Kristen awalnya mengadopsi kebiasaan minum kopi karena melihatnya sebagai tanda kemegahan dan kekayaan orang-orang Turki Utsmani, yang kerajaannya berada pada puncaknya pada abad ke-16 dan ke-17.
Kopi di Eropa disajikan dalam cangkir porselen yang baru saja mulai diimpor dari China, dan menggunakan piring perak yang dibuat di Meksiko. Biasanya, kopi disajikan dengan gula dari Karibia (meskipun umat Muslim lebih suka menggunakan kapulaga daripada gula) dan sering dipadukan dengan tembakau dari Amerika. Akibatnya, kopi menjadi simbol status bagi penguasa-penguasa ekonomi yang sedang naik daun di dunia saat itu.
Kopi arabica menjadi minuman kelas menengah di Inggris pada abad ke-17, di mana pedagang Yunani mungkin adalah yang pertama membuka kedai kopi di Oxford, kemudian di London. Orang Inggris menjadi konsumen kopi Eropa terkemuka sampai teh menjadi minuman yang lebih populer pada abad ke-18.
Negara-negara di Eropa Utara juga mengadopsi kebiasaan minum kopi, dan Amsterdam menjadi pusat utama perdagangan kopi. Hal ini mendorong Belanda untuk mengendalikan produksi dan perdagangan kopi. Mulai tahun 1690-an, posisi kepemimpinan Yaman dalam produksi kopi mulai berkurang ketika Belanda memindahkan produksi kopi ke koloni mereka di Jawa, Indonesia.
Pada saat yang bersamaan, orang Prancis mulai menanam kopi di pulau Réunion di Samudera Hindia, dan Inggris di Sri Lanka. Abad ke-18 dan ke-19 menyaksikan masa kolonialisme kopi. Hampir seluruh kopi ditanam di koloni-koloni Belanda, Prancis, dan Inggris di luar negeri. Koloni Prancis, Saint Domingue (yang sekarang menjadi Haiti), menjadi produsen kopi terbesar di dunia pada abad ke-18, mengekspor sekitar 40.000 metrik ton pada tahun 1789.
Kontrol perdagangan kopi oleh Eropa menyebabkan peningkatan penggunaan budak Afrika dalam produksi kopi. Meskipun perbudakan telah dikenal di Ethiopia dan Yaman, produsen kopi tampaknya didominasi oleh para petani. Namun, di Jawa dan kemudian di Sri Lanka, para petani dan pekerja sering kali dipaksa untuk menanam kopi. Di Réunion dan kemudian di Amerika, yang telah mengimpor jutaan budak Afrika untuk menanam gula, kopi menjadi sangat terkait dengan praktik perbudakan.
Pada abad ke-19, terjadi perubahan besar dalam pasar kopi dunia ketika dua pemain baru masuk ke dalam persaingan: Brasil, yang merupakan negara produsen kopi, dan Amerika Serikat, yang merupakan negara konsumen kopi. Brasil beralih ke produksi kopi setelah pemberontakan budak di Saint Domingue hampir menghentikan produksi kopi di pulau tersebut.
Ketika harga kopi dunia naik tajam, Brasil, yang merdeka pada tahun 1822, menjadi produsen kopi terkemuka di dunia pada tahun 1850-an. Tanahnya yang subur dan pengimporan lebih dari satu juta budak Afrika (perbudakan tidak dihapuskan di Brasil hingga tahun 1888) memungkinkan orang Brasil menurunkan biaya produksi dan menurunkan harga kopi dunia.
Pada akhir abad ke-19, kopi menjadi minuman massal yang tersedia untuk berbagai kalangan pekerja di negara-negara pembeli dan produsen kopi. Ini terutama terlihat di pasar kopi terbesar di dunia, yaitu Amerika Serikat.
Amerika Serikat, yang sebelumnya adalah koloni pengkonsumsi teh di bawah pemerintahan Inggris, beralih ke kopi di bawah pengaruh harga rendah kopi Brasil dan imigrasi jutaan orang Eropa. Dengan perkembangan ini, kopi menjadi simbol status yang baru. Konsumsi per kapita meningkat pesat selama abad ke-19, dari kurang dari satu pound pada tahun 1800 menjadi tiga belas pounds pada tahun 1900.
Impor kopi dunia meningkat hingga lima belas kali lipat selama abad ke-19, dengan Amerika Serikat bertanggung jawab atas hampir setengah dari peningkatan konsumsi ini. Dari segi nilai perdagangan internasional, kopi hampir mengejar komoditas seperti biji-bijian dan gula pada tahun 1900.
Bibliografi
Pndergrast, Mark. 2010. Uncommon Grounds: The History of Coffee and How it Transformed our World. New York: Basic Books.
Mc. Neill William H. 2010. Berkshire Encylopedia of World History 2nd Edition. Massahusetts: Berkshire Publishing Group.