Selama ribuan tahun manusia telah menemukan berbagai cara untuk merawat gigi. Mulai dari menggunakan tusuk gigi hingga menggunakan sikat dan pasta gigi. Semua itu tidak berkembang dengan instan, tetapi membutuhkan waktu evolusi yang panjang.
Kesadaran untuk Merawat Gigi
Kesadaran untuk merawat gigi telah lama muncul dalam kehidupan manusia. Sejak masa kuno, manusia sudah mulai menyadari bahwa gigi merupakan salah satu aset penting yang harus dijaga.
Pada masa ini, cacing gigi dituding sebagai penyebab utama pembusukan gigi. Teori ini bertahan cukup lama setidaknya hingga tahun 1700-an.
Upaya untuk merawat gigi bisa dilacak hingga tahun 7000SM, tetapi butuh berabad-abad sebelum perawatan gigi dapat dijangkau oleh semua kalangan.
Selama generasi yang tak terhitung jumlahnya, sebagian besar upaya perawatan gigi dilakukan sendiri. Dengan alat-alat sederhana seperti batang pohon, bulu burung, serta tulang belulang, nenek moyang kita mulai berusaha membersihkan giginya.
Tusuk gigi menjadi alat pembersih gigi tertua yang digunakan sejak zaman prasejarah. Tusuk gigi awalnya berasal dari potongan kayu, tetapi seiring perkembangannya tusuk diambil dari tulang, gading, hingga tangkai bulu gagak dan angsa; sekaligus melambangkan status sosial.
Selama era Victoria, tusuk gigi yang terbuat dari perak atau emas menjadi populer di kalangan bangsawan.
Kebiasaan membersihkan gigi dengan tusuk bertahan cukup lama dan lazim di masyarakat. Pada abad ke-19, kebiasaan ini mulai mendapatkan kritik karena dianggap tidak sopan dan kurang beradab apabila melakukannya di meja makan.
Stigma yang muncul akhirnya mengurangi popularitas tusuk gigi sebagai simbol status. Pada paruh kedua abad ke-19, tusuk dari kayu kembali populer, terlebih setelah pengusaha Amerika, Charles Forster, menemukan cara untuk memproduksinya secara massal.
Sikat Gigi
Bila membicarakan soal perawatan gigi, maka sulit untuk mengesampingkan keberadaan sikat gigi. Namun, sikat gigi ternyata memiliki kisah panjang sebelum berevolusi seperti saat ini.
Sejarah awal dari sikat gigi berawal dari dahan kunyah yang digunakan oleh orang Babilonia pada tahun 3500 SM. Alat ini sekarang lebih populer dengan nama miswak atau siwak dan berasal dari pohon Salvadora Persica.
Penggunaan siwak kian populer setelah Nabi Muhammad menganjurkan pengikutnya untuk menggunakan alat ini sebagai pembersih mulut. Menurutnya, siwak dapat menjadikan gigi putih, menjernihkan pikiran, membuat napas menjadi segar, mengeringkan dahak, memperkuat gusi, hingga menajamkan penglihatan. Siwak biasanya digunakan tanpa campuran bahan lain, tetapi terkadang juga ditambahkan ekstrak mawar.
Beberapa tahun kemudian, cikal bakal sikat gigi modern diciptakan di Cina pada masa Dinasti Tang (618-907). Sikat gigi model awal ini memiliki gagang yang terbuat dari bambu atau tulang, sedangkan bulu sikat terbuat dari bulu babi hutan.
Sikat bulu babi hutan masih tersedia hingga sekarang dan sering dipromosikan sebagai alternatif yang ramah lingkungan dibandingkan sikat berbulu nilon dan bergagang plastik.
Memasuki penghujung abad ke-18, sikat gigi mulai dikomersilkan untuk pertama kali. William Addis dianggap sebagai pengusaha pertama yang memproduksi sikat gigi secara massal. Menariknya, ia menciptakan prototipe sikat giginya saat mendekam di jeruji besi pada tahun 1780.
Pada tahun 1857, H.N. Wadsworth, seorang dokter gigi di Washington, D.C., mematenkan sikat gigi rancangannya pada 1857. Sikat gigi buatannya dianggap istimewa karena diklaim mampu menggosok sela-sela gigi dengan lebih baik. Setelah itu, banyak inovasi lain menyusul, termasuk penggunaan sikat berbahan nilon pada tahun 1938.
Inventor Amerika, Tomlinson I. Moseley, sempat mematenkan desain sikat gigi elektrik pada 1937. Akan tetapi, idenya gagal menarik perhatian konsumen.
Philippe-Guy Woog, seorang ilmuwan Swiss, memperkenalkan model sikat listriknya sendiri pada tahun 1954. Sikat elektrik Broxodent karya Woog awalnya diperuntukkan untuk membantu orang-orang yang memiliki keterbatasan mobilitas, tetapi sikat ini ternyata dapat diterima oleh publik.
Perkembangan Pasta Gigi
Menariknya, pasta gigi justru hadir lebih awal dibandingkan sikat gigi. Pasti gigi paling awal berbentuk bubuk yang digunakan oleh orang-orang Mesir Kuno pada tahun 5000 SM.
Bubuk ini terbuat dari cangkang telur yang dihancurkan, batu apung, abu, dan mur. Kemungkinan besar, mereka menggunakan jari untuk menggosok gigi dengan bubuk tersebut. Tujuannya untuk membersihkan dan menyegarkan bau napas.
Namun, bangsa Mesir bukanlah satu-satunya peradaban kuno yang menggunakan bubuk gigi. Pada tahun 1000 SM, orang-orang Persia juga tercatat menggunakan bubuk gigi, hanya saja diberi tambahan cangkang siput dan tiram yang dibakar bersama gipsum, rempah-rempah, dan madu. Sementara itu, penduduk Cina menggunakan daun herbal yang dicampur garam dan gingseng untuk membersihkan gigi.
Bangsa Yunani dan Romawi Kuno menggunakan bubuk gigi yang terbuat dari tulang dan cangkang tiram yang dihancurkan untuk membersihkan gigi mereka. Karena bahan yang berbeda maka bubuk yang digunakan lebih kasar daripada yang digunakan oleh orang Mesir.
Kendati demikian, bubuk gigi buatan orang Romawi menggunakan perasa untuk membantu mengatasi bau mulut dan lebih enak digunakan. Perasa yang digunakan berasal dari bubuk arang dan kulit kayu.
Pada saat yang sama, Cina mulai membuat prototipe pasta gigi. Penduduk Cina memformulasikan pasta gigi dengan perasa, seperti gingseng, daun mint, dan garam. Campuran ini menghasilkan pasta gigi yang tidak jauh berbeda dengan pasta gigi masa sekarang.
Selama ratusan tahun, hanya sedikit perubahan yang terjadi hingga awal era industri abad ke-18. Bersamaan dengan semakin umumnya penggunaan bubuk gigi, para dokter dan ahli kimia berupaya mengembangkan pasta gigi untuk mengurangi tingkat abrasif yang disebabkan oleh bahan baku bubuk gigi.
Bikarbonat soda yang populer hingga saat ini digunakan sebagai bahan dasar sebagian besar pasta gigi. Bubuk boraks (natrium borat) kemudian ditambahkan pada akhir abad ke-18 untuk menghasilkan efek busa.
Memasuki awal abad ke-19, gliserin mulai digunakan untuk membuat pasta lebih lunak dan tidak mudah mengering. Strontium juga diperkenalkan pada masa ini. Bahan tersebut dipercaya dapat memperkuat gigi dan mengurangi sensitivitas.
Seorang dokter gigi bernama Peabody menjadi orang pertama yang menambahkan natrium palmitat ke dalam pasta gigi pada tahun 1824. Kapur lalu ditambahkan pada tahun 1850-an oleh John Harris.
Besarnya potensi pasar pasta gigi mendorong Colgate & Co memproduksi bubuk gigi secara massal. Produk Colgate ini awalnya dikemas di dalam botol.
Baru pada tahun 1892, Dr. Washington Sheffield dari Connecticut menjadi orang pertama yang mengemas pasta gigi ke dalam tabung yang dapat dilipat. Menindaklajuti penemuan Washington, Colgate lalu memproduksi pasta gigi dalam kemasan tube dengan merk, Colgate Ribbon Dental Cream.
Pasta gigi berbentuk tube cukup populer di masyarakat dunia kala itu. Bahkan, pemasarannya sampai ke wilayah-wilayah koloni, seperti Hindia-Belanda. Pada awal abad ke-20, penduduk Hindia-Belanda dapat dengan mudah menemukan iklan Colgate di surat kabar yang beredar.
Iklan yang ditampilkan terbilang cukup menarik. Di majalah Kedjawen Magazine, iklan pasta gigi Colgate menggunakan bahasa daerah dan menonjolkan kemampuan untuk mengharumkan napas. Tidak hanya itu, iklan juga mengandung edukasi cara menyikat gigi yang benar.
Pada tahun 1914, pengenalan fluoride menjadi terobosan paling penting dalam sejarah pasta gigi. Meskipun demikian, penggunaan flouride pada pasta gigi pada awalnya ditentang oleh American Dental Association (ADA) karena pemahaman tentang toksisitas fluoride dianggap kurang. Kendati demikian, ADA akhirnya menyetujui penggunaan garam fluoride pada tahun 1960, sehingga membuka jalan bagi peluncuran pasta gigi berfluoride secara global.
Tidak jelas kapan pasta gigi berfluoride pertama kali dijual. Namun, pasta gigi merk Crest buatan Procter & Gamble di Amerika Serikat dipercaya sebagai pasta gigi berflouride pertama yang dijual secara massal pada 1956.
Berdasarkan penelitian yang dipimpin oleh Dr. Joseph Muhler dari Universitas Indiana, pasta gigi berflouride terbukti mampu mengurangi kasus karies.
Baca juga: Rockefeller Foundation dan Program Sanitasi di Hindia-Belanda
Mendekati penghujung abad ke-20, produsen pasta gigi terus berusaha meningkatkan formulai untuk bioavailabilitas flouride yang lebih baik, abrasivitas yang lebih rendah, serta kemampuan menghilangkan noda dan menyegarkan napas yang lebih baik.
Daftar Pustaka
Dennis, M. (2020). “A century and counting. Colgate then and now.” https://www.colgateprofessional.com/hygienist-resources/tools-resources/colgate-then-and-now.
Hyson Jr, J. M. (2003). History of the toothbrush. Journal of the History of Dentistry, 51(2), 73-80.
Jardim, J. J., Alves, L. S., & Maltz, M. (2009). The history and global market of oral home-care products. Brazilian oral research, 23 Suppl 1, 17–22. https://doi.org/10.1590/s1806-83242009000500004
Lippert F. (2013). An introduction to toothpaste – its purpose, history and ingredients. Monographs in oral science, 23, 1–14. https://doi.org/10.1159/000350456
Segrave, K. (2010). America brushes up: the use and marketing of toothpaste and toothbrushes in the twentieth century. McFarland.