Sejarah umat Islam mencatat terdapat banyak dinasti yang bermunculan silih berganti. Salah satunya adalah masa Kekhalifahan Abbasiyah. Masa bani Abbasiyah dielu-elukan sebagai masa keemasan Islam. Hal ini dikarenakan pada periode ini kemajuan di berbagai bidang sangat pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan. Bani Abbasiyah merupakan kekhalifahan kedua yang berkuasa di baghdad. Kekhalifahan ini berkuasa setelah merebut wilayah kekuasaan Bani Umayyah dan menundukan semua wilayahnya kecuali Andalusia.
Pola pemerintahan yang diterapkan oleh daulah Abbasiyah berbeda-beda sesuai dengan perubahan sosial, politik dan budaya. Kekhalifahan ini berkuasa dalam rentang waktu cukup lama yaitu dari tahun 132 H (750M) sampai dengan 656 H (1258M). Pada awal berdirinya dinasti ini ber ibu kota di al-Hasimiyah dekat Kufah. Namun untuk menjaga stabilitas dan kemudahan kontrol negara yang baru berdiri itu, al-Mansyur memindahkan memindahkan ibu kota ke kota yang baru dibangunnya kembali, Baghdad. Kota terletak di bekas ibu kota Persia, Ctesiphon.
Kondisi Bani Abbasiyah Sebelum Invasi Mongol.
Pusat peradaban dan perkembangan dan ilmu pengetahuan dinasti Abbasiyah, terletak di ibu kotanya yaitu di kota Baghdad. Kota baghdad mencapai puncak keemasan sebagai pusat peradaban Islam dan dunia, yaitu pada masa khalifah Harun al-Rasyid dan puteranya al-Makmun. Al- Makmun membangun perpustakaan yang dipenuhi ribuan buku ilmu pengetahuan. Perpustakaan tersebut dinamakan Baitul al- Hikmah. Selain itu berdiri banyak berdiri pusat-pusat pendidikan. Dua di antaranya yang paling penting adalah perguruan Nizhamiyah dan Muntashiriyah. [1]
Setelah masa keemasannya yang luar biasa. Bani Abbasiyah memasuki babak baru, yaitu babak akhir dari kekhalifahan. Masa ini dimulai dari masa khalifah al-Mustakfi yang menjadi khalifah pada 333H atau 944M. Kemunduran yang diakibatkan perebutan kekuasaan oleh orang-orang besar kerajaan. Dan timbulnya permusuhan rakyat yang dikarenakan perbedaan mazhab. Konflik ini terjadi diantara pengikut mazhab Hambali dan mazhab Syafii. Akibatnya timbul perselisihan di dalam furu’ syari’at, ini menyebabkan sesat menyesatkan dan kafir mengkafirkan.[2]
Berbagai permasalahan internal dinasti Abbasiyah, semakin memperlemah dinasti itu sendiri. Pada akhirnya dinasti Buaihi melihat kondisi bani Abbasiyah yang semakin keropos tersebut. Sehingga datanglah raja-raja Buaihi ke Baghdad. Kekuasaan khalifah dalam hal memimpin wilayah kedaulatan Abbasiyah diturunkan. Dia (al-Mustakfi) cukup menjadi khalifah yang mempunyai tugas mengatur tanah pusaka nenek moyangnya, sedangkan yang sebenarnya berkuasa pada saat itu adalah Ahmad ibn Buhaihi. Hal ini semakin terlihat saat ditanda tangani perjanjian yang menyebutkan, al-Mustakfi diakui sebagai khalifah dan Ahmad ibn Buaihi sebagai sultan.
Tetapi hal tersebut tidak lama karena hanya berlangsung 40 hari. Setelah 40 hari jabatan al-Mustakfi kembali diturunkan, karena dituduh hendak menggulingkan Sultan. Akibatnya gelar khalifah menjadi tidak artinya lagi, karena lebih seperti pangkat agama daripada dunia karena negerinya bukan dia yang menguasai, dan hidupnya digaji. Setelah bani Buaihi berkuasa dalam beberapa waktu. Naiklah Bani Seljuk menggantikan Bani Buaihi. Maka berganti-gantilah khalifah dibawah kekuasaan mereka. Lalu tibalah ke khalifah terakhir yang berkuasa di Baghdad yaitu zaman al-Musta’shim.
Kemunculan Bangsa Mongol
Kekaisaran Mongol didirikan oleh Genghis khan pada tahun 1206. Sesudah mempersatukan suku-suku Mongolia yang saat itu sering berselisih. Bangsa Mongol sendiri berasal dari pegunungan Mongolia yang membentang dari Asia tengah sampai Siberia utara, Tibet selatan, dan Mancuria barat serta Turkistan timur. Bangsa Mongol masih merupakan salah satu rumpun dari bangsa Tartar. Sejarawan Cina beranggapan bahwa nama Mongol berasal dari bahasa Cina “Mong” yang berarti pemberani.[3]
Orang-orang Mongol mempunyai watak yang kasar, suka berperang dan berani menantang maut. Ciri dari orang mongol ialah mereka tidak beradab, pejuang, tidak sabaran, ahli perang dan mempunyai ketahanan fisik yang luar biasa. Akan tetapi dibalik sifat keras bangsa Mongol, mereka juga sangat patuh kepada pemimpinnya. Nenek moyang bangsa mongol bernama Alanja Khan, yang mempunyai dua putra kembar, Tartar dan Mongol. Mongol mempunyai anak bernama Il Khan, yang melahirkan keturunan Mongol dikemudian hari.[4]
Pemimpin Mongol yang paling terkenal adalah Genghis Khan. Ia lahir pada tahun 1126 M di Daeyliun Buldagha, yang terletak di tepi sungai Onon (Unan) Mongolia. Ayahnya bernama Ishujayi dan ibunya bernama Helena Khatun. Ishujayi berhasil menyatukan 13 kelompok suku yang ada pada saat itu. Nama asli Genghis adalah Temuchin. Ayah temuchin meninggal diracun musuh, saat Temuchin masih berusia 13 tahun. Setelah kematian ayahnya Temuchin menggantikan ayahnya sebagai pemimpin suku.
Temuchin melatih pasukannya dengan pelatihan yang sangat keras, disiplin ketat dan penuh semangat. Ia dibantu temannya yang bernama Tugril, yang seterusnya bekerja sama menumpas musuh-musuh kuat. Dengan bantuan Tugril Temuchin berhasil mengalahkan bangsa Tartar dan suku-suku lainnya. Dengan kemenangan yang bertubi-tubi hingga akhirnya tidak ada suku-suku mongol yang berani menentang. [5]Pada tahun 1206 Temuchin mendapatkan gelar Genghis Khan, raja yang perkasa sebagai pemimpin tertinggi bangsa Mongol. Ia menetapkan undang-undang yang dinamakan Alyasak atau Alyasah, untuk mengatur kehidupan rakyatnya. Setelah pasukannya semakin besar dan kuat, Genghis Khan mulai memperluas daerah kekuasaanya dengan menaklukan daerah- daerah lain.
Setelah meninggal Genghis Khan membagi wilayahnya kepada empat anaknya, yaitu Jochi, Chaghtai, Oghtai, dan Touly. Changtai berusaha kembali menguasai daerah Islam dan berhasil menguasai Khawarizm setelah mengalahkan sultan Jalal al-Din. Sementara Touly berhasil menguasai Khurasan. Touly meninggal pada tahun 654H/1256M dan digantikan puteranya Hulagu Khan. Hulagu Khan inilah yang akan memimpin pasukan Mongol menginvasi dan menghancurkan Baghdad.
Serangan Mongol ke Kota Baghdad dan Kehancuran Pusat Peradaban Islam di Baghdad.
Puncak Kehancuran kota Baghdad terjadi pada tahun 1258, kehancuran ibu kota mengiringi hilangnya hegemoni Arab dan berakhirnya sejarah kekhalifahan Dinasti Abbasiyah. Meskipun faktor eksternal, yaitu serangan bangsa Mongol begitu luar biasa dahsyatnya. Namun ini hanya berperan sebagai senjata pamungkas yang meruntuhkan kekhalifahan.[6]
Ada beberapa motif yang melatar belakangi penyerbuan bangsa Mongol ke Baghdad, diantaranya :
- Kekalahan Dinasti Khawarizmi dari bangsa Mongol.
Kekalahan ini sekaligus menghapuskan dinati Khawarizmi dari Asia tengah. Padahal Khawarizmi merupakan benteng yang kuat antara Mongol dan Abbasiyah. Runtuhnya dinasti ini menyebabkan tidak ada penghalang lagi antara Mongol dan Abbasiyah. Sehingga menyebabkan bangsa Mongol dengan mudah masuk ke Baghdad, yang saat itu sudah lemah karena konflik internal. - Motif ekonomi.
Serangan yang dilakukan Mongol juga dilatar belakangi motif ekonomi. Menurut Genghis Khan pemimpin bangsa Mongol, bahwa penaklukan-penaklukannya semata-mata untuk memperbaiki nasib bangsanya, menambah penduduk yang masih sedikit, dan membantu orang-orang miskin bangsanya. Jika dilihat motif ini invasi Mongol ke Dinasti Islam memang pada saat yang tepat, karena di wilayah Islam rakyatnya makmur, berperadaban maju, akan tetapi kekuatan milternya lemah.
Pada september 1257M, saat pasukan Mongol berhasil merangsek memasuki jalan raya Khurasan. Hulagu Khan mengeluarkan ultimatum agar Khalifah menyerahkan diri. Tetapi Khalifah tidak memberikan jawaban. Pasukan Mongol yang sangat lihai dalam berperang akhirnya berhasil meruntuhkan tembok ibu kota. Pada februari 1258 pasukan Mongol berhasil memasuki Kota. Akhirnya pasukan Mongol berhasil mengepung seluruh kota dan bersiap memulai penghancuran.
Melihat negerinya jatuh, khalifah al-Musta’him meminta izin untuk menghadap kepada Hulagu Khan. Maka Khalifah diminta agar menunggu kedatangannyadi Pintu Keliazi, salah satu pintu kota. Setelah itu masuklah tentara yang kejam itu kedalam kota, merampas dan membantai siapapun yang dihadapannya. Pasukan Mongol menghancurkan berbagai macam peradaban dan pusaka yang telah dibina selama ratusan tahun. Buku-buku yang dikarang oleh para ahli selama ratusan tahun ini diangkut dan kemudian dihanyutkan ke dalam sungai Dajlah, sehingga air sungai berubah warnanya menjadi hitam karena tinta yang telah larut ke dalam air.
Kemudian Khalifah menghadap untuk meminta belas kasihan. Dengan membawakan bermacam-macam permata mahal berharap Hulagu Khan mengasihani. Akan tetapi tak sebutirpun permata diambil oleh Hulagu, tetapi diberikannya kepada komandan pasukannya. Pada tahun 1258 M, setelah kota peradaban yang melambangkan masa keemasan Islam ini hancur lebur, Hulagu Khan beserta pasukannya keluar dari kota tersebut untuk melanjutkan serangannya ke negeri-negeri yang lain. Khalifah dan anak-anaknya serta pengiringnya dibawa sebagai tawanan. Di awal perjalan diperintahkannya membunuh khalifah itu beserta anaknya, sementara 6 orang budak dikebiri. Akhirnya pupuslah keturunan Khalifah Bani Abbasiyah dan hancurlah kerajaan yang telah berkuasa selama 542 tahun itu.[7]
Dampak Serangan Bangsa Mongol Terhadap Peradaban Islam.
Serangan dan penghancuran peradaban Islam di Baghdad tentunya meninggalkan catatan hitam bagi sejarah umat Islam. Selain menyebabkan berakhirnya kekhalifahan Abbasiyah namun juga menandakn awal kemunduran bagi dunia Islam khususnya di bidang keilmuan. Ada beberapa dampak khusus kekejaman serangan Mongol terhadap peradaban Islam. Diantaranya :
- Dampak Politik
kekosongan khalifah tentunya sangat melemahkan Islam. Terlebih pada saat itu Islam diapit oleh dua kekuatan yaitu tentara salib di barat dan pasukan Mongol di timur. Sehingga peradaban umat Islam seakan tenggelam. - Dampak Sosial
kekejaman yang dilakukan pasukan Mongol tentu tidak dapat dilupakan begitu mudah oleh umat Islam. Pembunuhan masal, pembantaian bayi dan anak-anak, pemerkosaan dan penjarahan. Tentunya meninggalkan trauma tersendiri bagi umat Islam masa itu. - Dampak pendidikan dan keilmuan
mungkin ini adalah dampak terhebat yang ditimbulkan akibat serangan tentara Mongol. Bagaimana tidak Baghdad pada masa itu adalah pusat peradaban dan keilmuan pada saat itu. Banyak karya karya keilmuan yang dihasilkan, akan tetapi dilenyapkan begitu saja oleh tentara Mongol dengan cara dibakar dan dihanyutkan. - Dampak agama
kehancuran pemerintahan Islam Abbasiyah sekaligus mendandai mundurnya peradaban Islam. Dampak dari ini semakin meluasnya pengaruh agama kristen. Bisa dilihat bagaimana keberpihakan Hulagu kepada tentara salib. Hulagu sendiri lebih menyukai warga Kristen daripada Islam.
Demikianlah beberapa dampak luar biasa yang ditimbulkan oleh serangan pasukan Mongol ke Baghdad. Hancurnya kota Baghdad merupakan catatan kelam bagi sejarah umat Islam, karena dampaknya yang luar biasa terhadap perkembangan umat Islam.
Simpulan
Dinasti Abbasiyah merupakan salah satu dinasti yang mengalami kemajuan sangat luar biasa dalam sejarah umat Islam. Terutama saat kekhalifahan Harun al-Rasyid dan puteranya al-Makmun, kekhalifahan Abbasiyah berhasil menjadi pusat peradaban dunia pada saat itu dan berpusat di ibu kotanya Baghdad. Banyak sekali buku-buku keilmuan hasil karya para ilmuan yang terdapat di lembaga-lembaga ilmu pengetahuan di kota Baghdad. Selain itu juga terdapat berbagai bangunan pendidikan di Baghdad. Akan tetapi masa keemasan tersebut tidak berlangsung selamanya, karena akibat konflik internal di dalam kekhalifahan. Konflik internal yang sangat mempengaruhi pemerintahan, adalah konflik yang ditimbulkan oleh banyakanya pertikaian dan perselisihan akibat perbedaan mazhab. Hal ini membuat kekhalifahan menjadi melemah.
Kesempatan ini dapat dilihat oleh bangsa Mongol. Bangsa Mongol yang terkenal bengis akhirnya melancarkan agresi ke Baghdad. Pasukan yang dipimpin Hulagu Khan ini menghancurkan segala peradaban dan melakukan pembantaian terhadap penduduk Baghdad. Serangan ini juga sekaligus mengakhiri kekuasaan dinasti Abbasiyah. Dampak dari serangan ini selain meninggalkan catatan hitam terhadap sejarah umat Islam tetapi juga sebagai awal kemunduran peradaban Islam.
Sebab-sebab kehancuran dinasti Abbasiyah semoga bisa menjadikan pembelajaran penting bagi generasi Islam selanjutnya, agar selalu menjunjung tinggi solidaritas dan menghargai perbedaan pandangan mazhab di dalam agama Islam.
Referensi :
Hamka, Sejarah Umat Islam Jilid II
Philip. K. Hitti, History of Arabs, terj. R.Cecep Lukman Yasin dan Dedi Selamat Riyadi
M.Abdul Karim, Islam di Asia Tengah : Sejarah Dinasti Mongol Islam
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam : Dirasah Islamiyah II
[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993)., hlm. 281
[2] Hamka, Sejarah Umat Islam Jilid II (Jakarta: Bulan Bintang, 1951)., Hlm. 127-128
[3] M.Abdul Karim, Islam di Asia Tengah : Sejarah Dinasti Mongol Islam (Yogyakarta : Bagaskara, 2006)., Hlm .28
[4] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1993), H.281
[5] M.Abdul Karim, Islam di Asia Tengah : Sejarah Dinasti Mongol Islam., hlm. 30-33.
[6] Philip. K. Hitti, History of Arabs, terj. R.Cecep Lukman Yasin dan Dedi Selamat Riyadi (jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2008)., hlm. 616.
[7] Hamka, Sejarah Umat Islam Jilid II (Jakarta: Bulan Bintang, 1951)., Hlm. 131
Tulisan ringkas yang sangat jelas.
Bangsa Indonesia, perusahaan Indonesia dan keluarga Indonesia harus belajar dan mengambil pelajaran dari sejarah ini.