Menyusui merupakan proses alamiah yang sudah dilakukan selama berabad-abad. Namun, terdapat momen di mana ibu mungkin tidak dapat menyusui langsung. Dalam situasi tersebut, pompa ASI menjadi instrumen penting untuk memastikan bayi tetap mendapatkan nutrisi yang cukup. Selama bertahun-tahun, perkembangan pompa ASI terjadi secara perlahan, disertai dengan berbagai kontroversi yang melingkupinya.
Story Guide
Mengapa Pompa ASI Muncul
Sepanjang sejarahnya, pompa ASI digunakan untuk mengatasi berbagai krisis jangka pendek, seperti memberikan ASI kepada bayi yang terlalu lemah untuk menyusu langsung, meningkatkan pasokan ASI, menyembuhkan puting yang lecet, mengatasi puting yang tertarik, meredakan pembengkakan payudara, dan mempertahankan laktasi ketika ibu sedang sakit.
Sebelum susu formula yang aman dan bergizi tersedia secara luas, kegagalan menyusui dapat menjadi ancaman serius bagi nyawa bayi. Oleh karena itu, orang-orang terdahulu merancang berbagai alat yang rumit untuk menjalankan tugas-tugas ini.
Beberapa alat pemerah ASI tertua yang tercatat berasal dari Yunani, salah satunya guttae keramik dari abad ke-5 SM. Wadah ini diisi dengan air dan ditempatkan di atas payudara, dengan cerat yang bisa dibuka dan ditutup dengan jari untuk menciptakan ruang hampa udara yang lembut untuk mengeluarkan ASI.
Pada abad ke-2, bangsa Romawi mengembangkan desain yang lebih canggih dengan menambahkan sedotan panjang ke wadah tersebut, memungkinkan laktator atau orang lain untuk memberikan hisapan intermiten mereka sendiri untuk mengumpulkan susu ke dalam wadah yang terpasang. Desain sederhana namun efektif ini bertahan selama lebih dari satu setengah milenium.
Permintaan akan pompa ASI secara historis berfluktuasi seiring dengan perubahan gagasan medis dan tren sosial. Beberapa dokter Yunani kuno, misalnya, secara keliru merekomendasikan untuk tidak memberikan ASI yang pertama kali diproduksi (kolostrum) kepada bayi yang baru lahir – pemahaman ini semakin populer di Eropa pada abad ke-15 dan seterusnya. Oleh karena itu, pompa ASI dapat membantu mengeluarkannya sampai susu yang lebih kental keluar.
Pada abad ke-16, ketika korset menciptakan “epidemi puting datar”, pompa direkomendasikan untuk membantu mengeluarkan puting agar bayi dapat menyusu dengan lebih baik.
Pada tahun 1700-an, para penemu mulai memadukan bentuk awal karet ke dalam pompa, sehingga memunculkan desain baru yang terlihat seperti klakson sepeda-dan bertahan hingga tahun 1970-an.
Ketidakpopuleran Pompa ASI
Seiring dengan kemajuan industrialisasi, praktik laktasi pun tidak terlepas dari antusiasme terhadap mekanisasi. Dalam sebuah dokumen tahun 1774, disebutkan adanya pompa ASI yang menggunakan piston bertenaga tangan untuk mengekstraksi ASI.
Namun, alat ini cukup problematik. Selain sulit dibersihkan karena juga digunakan sebagai jarum suntik enema dan gelas bekam, prosesnya memakan waktu yang cukup lama. Dalam satu sesi penyedotan, gelas harus dibiarkan menempel pada payudara dari pagi hingga sore hari.
Inovasi semakin pesat pada abad ke-19 dan awal abad ke-20. Paten pompa ASI yang dioperasikan dengan tangan pertama kali dipatenkan pada tahun 1854 oleh O.H. Needham. Desainnya menggunakan bola karet yang dioperasikan dengan tangan untuk menciptakan hisapan.
Ilustrasi paten lain dari tahun 1910 menampilkan sebuah alat yang diikatkan di seluruh tubuh wanita di balik pakaiannya. Perangkat pelindung payudara ini tidak dimaksudkan untuk penggunaan medis, tetapi untuk menghindari situasi tidak menyenangkan dan memalukan.
Meskipun sudah mengalami berbagai perbaikan, pompa ASI tetap menjadi alat yang sangat tidak praktis. Pompa-pompa tersebut sering kali tidak memperhitungkan fisiologi dasar menyusui atau kenyamanan. Alat-alat ini tidak pernah diciptakan oleh seseorang yang benar-benar mempertimbangkan ASI dan laktasi. Biasanya, alat-alat ini dikembangkan oleh para insinyur atau penemu yang hampir selalu laki-laki, bukan oleh para ahli bidang persalinan, kesehatan, atau tenaga medis.
Memberikan susu yang diperah kepada bayi juga sangat berisiko. Sebelum teori bakteri muncul pada akhir abad ke-19, para penemu hanya sedikit memperhatikan aspek kebersihan pompa ASI, yang berarti pompa ASI sering terkontaminasi oleh bakteri berbahaya.
Masalah makin pelik karena susu yang diperah tidak dapat bertahan lama. Sebelum pendingin tersedia pada tahun 1930-an dan 1940-an, tidak ada cara yang aman untuk menyimpan susu lebih dari beberapa jam.
Baca juga: Evolusi Teknik Pengawetan Makanan
Alasan utama lain mengapa semua pompa ini tidak digunakan secara luas adalah karena sering kali pompa ini tidak diperlukan. Sebagai alat yang tidak praktis dan berpotensi berbahaya, pompa ASI jarang dianggap sebagai pilihan yang lebih baik daripada metode pemberian ASI secara eksklusif.
Cara lain yang lebih aman dan dapat diandalkan untuk memberi makan bayi adalah dengan meminta bantuan perempuan lain yang menyusui. Orang-orang yang mampu secara finansial bahkan dapat mempekerjakan pembantu yang ditugaskan khusus untuk menyusui.
Namun, bila kondisi tidak memungkin dan tidak ada perempuan lain yang menyusui, mereka beralih ke hewan sebagai solusi untuk masalah laktasi. Kambing, domba, dan hewan lainnya terkadang digunakan untuk memberi makan bayi secara langsung guna menghindari kontaminasi susu yang berpotensi membahayakan dalam botol yang tidak dibersihkan.
Di sisi lain, untuk membantu ibu yang menyusui, seperti untuk mengeluarkan kelebihan ASI atau bahkan untuk memperkuat puting susu, sering kali disarankan untuk menempelkan anak anjing langsung ke payudara.
Inovasi
Pada akhir abad ke-19, permintaan akan ASI eksklusif mulai meningkat secara signifikan. Sebagian besar dalam sejarah manusia, bayi prematur yang tidak dapat mengatur suhu tubuh mereka sendiri sering kali tidak bertahan hidup. Bayi-bayi ini, yang belum mampu menyusu secara langsung, memerlukan asupan susu, baik dari orang tua biologis mereka atau wanita lain.
Sementara itu, menyusui langsung mulai kurang diminati. Dalam situasi ini, keberadaan pompa ASI menjadi penting, tetapi para ibu, perawat, dan dokter masih terjebak pada teknologi pemompaan yang kurang efisien yang dikembangkan berabad-abad sebelumnya.
Pada tahun 1921, Edward Lasker, seorang juara catur Prusia, berada di Midwest untuk mencari uang tambahan dengan merancang ulang mesin pemerah susu sapi yang belum sempurna secara elektrik. Di sana, ia bertemu dengan dokter anak Amerika Serikat bernama Isaac Abt.
Abt percaya bahwa modifikasi dari mesin pemerah susu Lasker dapat digunakan untuk manusia. Penemuan ini, yang dikenal sebagai pompa Abt, segera diterapkan di rumah sakit di seluruh Amerika dan wilayah sekitarnya.
Dengan meningkatnya jumlah kelahiran di rumah sakit, dokter dan perawat menyambut baik cara yang lebih efisien untuk mengekstrak ASI bila diperlukan. Namun, alat ini berukuran besar, bising, dan memerlukan kehadiran perawat untuk mengoperasikannya. Selain itu, alat ini tidak menawarkan siklus hisap dan pelepasan seperti pompa listrik modern, melainkan menggunakan hisapan terus menerus tanpa henti.
Menggunakan salah satu pompa listrik awal ini mungkin merupakan pengalaman yang tidak nyaman. Para ibu pada masa itu menceritakan pengalaman menggunakan pompa ini, seperti memasukkan payudara ke dalam penggiling daging.
Selama Perang Dunia II, ketika Eropa mengalami kesulitan mendapatkan suku cadang untuk pompa buatan AS, seorang insinyur asal Swedia bernama Einar Egnell mulai merancang versi penggantinya. Egnell bekerja sama dengan seorang perawat yang mengelola rumah sakit bersalin untuk mendapatkan umpan balik dari para ibu di sana, sehingga ia dapat memodifikasi desainnya agar tercipta pompa yang lebih mirip proses hisapan bayi daripada alat perah susu sapi.
Sayangnya, kendati pompa ciptaan Egnell memiliki kelebihan, seperti pendekatan yang lebih alami, pompa tersebut juga memiliki banyak kekurangan. Salah satu kekurangan utamanya adalah bobotnya yang terlalu berat. Dengan berat mencapai 18 kg, pompa ini diberi julukan sebagai “Cadillacnya pompa ASI”. Karena berat dan kompleksitasnya, pompa Egnell hanya dapat digunakan secara eksklusif di lingkungan rumah sakit.
Pompa Asi Portable
Seiring dengan peningkatan penggunaan susu formula bayi yang signifikan selama abad ke-20, minat terhadap ASI mengalami penurunan yang nyata. Pada tahun 1971, sekitar 76 persen ibu yang melahirkan tidak pernah menyusui bayi mereka.
Namun, di tengah tren ini, muncul sebuah krisis yang menghadang. Saat semakin banyak perempuan menjadi tenaga kerja, dengan lebih dari separuhnya bekerja di luar rumah pada tahun 1980, pesan kesehatan masyarakat mulai menekankan pentingnya ASI dan mendorong keluarga untuk menghindari susu formula dengan menyatakan bahwa “ASI adalah yang terbaik”.
Walaupun para wanita mendengarkan pesan tersebut, tetapi mereka seringkali tidak memiliki cara untuk melaksanakannya. Terlebih lagi, belum ada cuti kehamilan yang ditawarkan kepada pekerja.
Situasi ini menempatkan para ibu dalam dilema yang sulit. Meskipun pompa ASI elektrik tersedia, namun ukurannya yang besar membuatnya umumnya hanya digunakan di rumah sakit dan untuk keperluan medis.
Meskipun ada pompa tangan yang lebih kecil dan lebih terjangkau, tetapi seringkali kurang efisien. Bahkan, pompa tangan manual yang sebagian besar orang kenal saat ini, dengan pegangan untuk memeras, baru menggantikan pompa klakson sepeda dari abad ke-18 pada tahun 1970-an.
Faktor-faktor ini menciptakan masalah serius karena, seperti yang dialami oleh siapa pun yang pernah menyusui, jika seorang ibu menunda memerah ASI, bahkan hanya untuk beberapa jam lebih lama dari biasanya, payudaranya dapat menjadi tidak nyaman, serta dapat mengurangi jumlah ASI yang dihasilkan. Inilah sebabnya mengapa pompa ASI menjadi sangat penting untuk menjaga pasokan ASI yang memadai jika ibu berada jauh dari bayi yang sedang menyusui.
Pada tahun 1988, setelah mengalami pengalaman memompa ASI yang menyiksa, seorang pengawas sistem komputer bernama Elena Grant mematenkan pompa ASI elektrik dengan gaya baru. Pompa ini dilengkapi dengan berbagai fitur untuk meningkatkan kenyamanan, termasuk pengisapan maksimum “untuk mencegah kerusakan jaringan” dan pengaturan tingkat pengisapan yang dapat disesuaikan oleh ibu menyusui. Dengan begitu, ibu memiliki kendali sepenuhnya dalam proses memerah susu.
Selain itu, pompa ciptaan Grant ini sangat mendukung mobilitas para ibu dengan berat hanya 3kg dan dilengkapi tas terpisah untuk membawanya. Akan tetapi, pompa ASI White River buatan Grant tidak cukup populer, karena harganya yang mahal sekitar $2.000 kurs sekarang.
Momentum ini kemudian dimanfaatkan perusahaan media Swiss, Medela, untuk memasarkan pompa ASI portable yang lebih terjangkau pada 1991. Pada 1996, Medela mengularkan model “Pump in Style” yang masih populer hingga sekarang.
Inovasi lain dalam pompa ASI modern adalah pengembangan pompa yang dapat dipakai tanpa kabel atau tabung. Desain ini dirancang agar tidak terlihat dan memungkinkan ibu untuk melanjutkan aktivitas sehari-hari sambil memerah ASI. Beberapa pompa yang dapat dikenakan bahkan dirancang untuk digunakan saat tidur, yang sangat membantu bagi ibu yang perlu memompa ASI secara teratur sepanjang hari.
Referensi
Obladen, M. (2012). Guttus, tiralatte and téterelle: a history of breast pumps. Journal of perinatal medicine, 40(6), 669-675.
Rasmussen, K. M., & Geraghty, S. R. (2011). The quiet revolution: breastfeeding transformed with the use of breast pumps. American journal of public health, 101(8), 1356-1359.
Walker, M. (2005). Breast pumps and other technologies. Breastfeeding and human lactation, 323-365.
Walker, M. (2023). History and Overview of Breast Pumps and Expressed Breastmilk. Clinical Lactation, 14(4).