Historiografi Jean Mabillon (1632-1707)

 Hallo Comrades, kali ini saya akan mengulas salah satu tokoh sejarawan, yang sampai saat ini mungkin banyak yang belum mengetahuinya. Sejarawan ini bernama Jean Mabillon, ia merupakan tokoh yang mempunyai kontribusi besar khususnya dalam munculnya kritik ekstern sejarah.

Dalam pengklasifikasian sejarah Eropa, masa pertengahan merupakan masa-masa kegelapan bagi ilmu pengetahuan. Masa ini disebut juga dengan the dark age, yakni masa kegelapan. Hal tersebut diakibatkan karena gereja sangat mendominasi segala lini kehidupan manusia pada saat itu. Namun seiring berjalannya waktu, bangsa Eropa mulai memiliki kesadaran akan ketertinggalan mereka. Hal inilah yang nantinya akan memunculkan fase atau zaman baru dalam sejarah Eropa. Zaman ini biasa disebut dengan zaman modern.

Jika pada masa pertengahan, segala sesuatu ditumpukan kepada Tuhan. Namun tidak demikian dengan masa modern. Pada zaman ini, manusialah yang dijadikan tumpuan. Pada masa ini jualah ilmu pengetahuan berkembang, dan banyak bermunculan ilmuwan-ilmuwan, termasuk di bidang historigrafi sejarah, salah satunya adalah Jean Mabillon.

jean mabillon
Jean Mabillon

Jean Mabillon (1632-1707) merupakan seorang sejarawan hebat pada masanya yang diakui melalui sebuah karya adidaya berjudul  De Re Diplomatica. Dalam penulisan sejarah, ia banyak memberikan kontribusi terhadap dunia historiografi. Hal ini disebabkan karena ia hidup pada zaman yang memiliki spirit rasionalitas dan kebangkitan ilmu pengetahuan. Tidak seperti tokoh-tokoh historiografi pada masa sebelumnya, yang sangat mengedepankan Tuhan.

Berangkat dari hal tersebut, maka akan dipaparkan lebih lanjut mengenai seorang Jean Mabillon dan kontribusinya terhadap dunia Historiografi, yang akan diawali dengan penggambaran zaman modern.

 Gambaran Umum Zaman Modern

Ketika berbicara mengenai zaman modern, maka akan ada dua hal yang menandai dimulainya zaman ini, yakni runtuhnya otoritas gereja dan menguatnya otoritas sains. Sedangkan Negara-negara semakin menggeser otoritas gereja sebagai otoritas politik yang mengontrol kebudayaan. Sistem kerajaan yang dipegang oleh para raja perlahan juga tergantikan oleh sistem demokrasi dan para Tiran. Keadaan ini terus berkembang selama masa modern.[1]

Penolakan terhadap otoritas gereja, yang merupakan ciri negative dari zaman ini, muncul lebih awal dari ciri positifnya, yakni penerimaan sains. Dalam renaisans Italia, sains memainkan peran yang sangat kecil. Serbuan sains pertama kali datang secara serius melalui publikasi teori Copernican[2] pada tahun 1543. Tetapi teori ini tidak kunjung menebar pengaruh sampai kemudian dipelajari dan dikembangkan oleh Galileo[3] dan Kepler[4] pada abad ke-17. Sejak saat itu, dimulailah pertikaian panjang antara sains dan dogma, dan akhirnya kaum tradisionalis terpaksa mengakui kemenangan ilmu pengetahuan.

Situasi keagamaan, sosial, dan politik yang membedakan antara zaman pertengahan dengan zaman modern terbentuk secara bertahap dan melalui proses yang panjang. Sedangkan dua gerakan besar yang menandai transisi dari era lama ke era baru dikenal dengan masa Pencerahan[5] dan Revormasi[6].[7] Baik Pencerahan dan Revormasi telah menghasilkan satu pandangan baru tentang manusia di era modern, yakni Humanisme[8].

Humanisme membawa kepercayaan baru kepada manusia dan nilainya, sangat bertentangan dengan tekanan dari abad pertengahan yang penuh prasangka pada hakikat manusia yang penuh dosa. Kini manusia dianggap berharga dan sangat hebat. Jika pada abad pertengahan, titik tolak selalu bertumpu pada Tuhan, maka pada era modern kaum Humanis mengambil titik tolak dari manusia itu sendiri.

Jelas dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa zaman modern merupakan zaman kebangkitan untuk science dan keruntuhan dari otoritas gereja. Zaman ini kemudian menciptakan manusia-manusia yang humanis, rasional, dan manusia yang lebih maju. Spirit ini ternyata memiliki pengaruh besar terhadap tokoh-tokoh sejarah, yang mana tokoh-tokoh yang muncul pada masa ini lebih kritis dalam penulisan sejarah. Selain itu, para tokoh ini juga telah menggunakan metode-metode yang lebih ilmiah dibandingan dengan metode-metode yang dipergunakan oleh para tokoh sebelumnya.

Banyak tokoh sejarah yang muncul pada masa ini, diantaranya adalah Jean Bodin (1530-1596), dengan karya berjudul Method For Easily Understanding History (1566), Jean Mabillon (1632-1707), dengan karya De Re Diplomatica, Berthold Georg Niebuhr (1776-1831), dengan karya Roman History, dan beberapa karya lainnya.[9] Dalam makalah ini akan dipaparkan lebih lanjut salah satu diantara tokoh tersebut, yakni Jean Mabillon yang juga memiliki kontribusi besar terhadap historiografi.

Biografi Jean Mabillon

Jean Mabillon dilahirkan pada 23 November 1632[10] di kota Rheims, Prancis, dan meninggal di Paris pada 27 Desember 1707.[11] Dia adalah anak kelima dari Estienne Mabillon, yang merupakan seorang petani sederhana yang meninggal pada 1692 dalam usia 104. Ia merupakan seorang anak yang cerdas. Dalam usia yang sangat dini, ia menginginkan kehidupan monastic (biarawan). Pada tahun 1653, ia kemudian masuk Biara St. Remi, yang terletak di dekat kota asalnya. Kemudian ia berpindah ke beberapa biara kecil lainnya, termasuk biara St. Denis, yang merupakan sebuah biara kerajaan di luar Paris. Pada tahun 1660, ia dinobatkan sebagai seorang Biarawan. Pada tahun 1664, ia masuk ke dalam biara St. Germain-des-Pres di Paris. Biara ini merupakan pusat Maurist jemaat biarawan Benediktin. Di tempat inilah ia menemukan sebuah lingkungan yang dapat menumbuhkan minatnya terhadap sejarah.

Perpustakaan yang ada di Biara St. Germain-des-Pres merupakan salah satu perpustakaan terbaik di Perancis. Selain itu, sering juga diadakan pertemuan mingguan yang dikhususkan untuk diskusi tentang penelitian biarawan dan aktivitas surat menyurat mereka dengan sejarawan lain di Perancis, Italia, dan Jerman. Maurist juga terkenal karena ekspedisi sastra mereka di seluruh Eropa, mengunjungi perpustakaan biara dan arsip-arsip dalam mencari buku dan naskah. Sedangkan Mabillon sendiri menjadi lebih berkembang melalui semua kegiatan di biara ini. Hingga akhirnya ia dapat menjadi salah satu sarjana terbesar dan biarawan yang paling dicintai.

Pada tahun 1707, ketika ia sedang dalam perjalanan ke Chelles, ia jatuh sakit. Kemudian ia dibawa kembali ke Paris dan setelah sakit selama tiga minggu, tepatnya pada tanggal 27 Desember setelah mendengar Misa di tengah malam dan menerima Komuni Kudus, ia meninggal dunia. Ia dimakamkan di kapel Lady di St. Germain. Namun pada revolusi tahun 1798, ketika Lady kapel St. Germain hancur, makam sederhana dari sejarawan besar ini dipindahkan. Namun ia berhasil dibawa kembali ke St. Germain, dan tetap di belakang Altar.[12]

Karya dan Historiografi Jean Mabillon

Segera setelah ia memasuki biara, ia memulai proyek perdananya. Sebuah edisi dari pekerjaan St. Bernard. Catatan dan kata pengantarnya telah membuat edisi ini memberikan kontribusi yang tidak tergantikan dalam sejarah Monastik. Kemudian ia membuat seri enam jilid buku yang bercerita tentang kehidupan orang-orang suci di kalangan biarawan yang diterbitkan antara tahun 1668 dan 1680. Semua pekerjaan itu semakin membuat Mabillon layak disebut sebagai pendiri ilmu baru.

Jean Mabillon memiliki beberapa karya besar, yakni:[13]

  1. On Diplomatics
  2. On The Gallican Liturgy
  3. Treatise On Monastic Studies
  4. Annals Of The Benedictine Order

Diantara keempat karyanya tersebut, On Diplomatics merupakan karya yang sangat popular. Melalui karya inilah ia memberikan kontribusinya kepada dunia historiografi. On Diplomatics berisi tentang penjelasan mengenai manuscript (dokumen) serta kegunaannya. Selain itu, karya ini juga memberi penjelasan mengenai kegunaan dari ilmu Diplomatik. Ilmu diplomatik tersebut dipergnakan untuk menentukan keaslian dokumen kuno dengan membandingkan gaya dari segel dan tanda tangan dari berbagai piagam dengan orang lain dari periode yang sama. Metode ini kemudian dikenal dengan nama metode kritik Ekstern.

On Diplomatics merupakan sebuah karya yang dimaksudkan sebagai balasan atas Skeptisisme yang berlebihan oleh seorang sarjana Bollandist, yakni Daniel Papebrock, melalui karyanya Propylaeum tahun 1675. Dalam karyanya tersebut, Paperbroch menyimpulkan bahwa piagam-piagam dari zaman Merovingia yang tersimpan di biara-biara Prancis adalah palsu.[14] Namun melalui Mabillon dengan metode Diplomatiknya dapat membuktikan bahwa tuduhan oleh Daniel Paperbroch adalah salah. Mabillon dapat membuktikan bahwa piagam-piagam tersebut adalah asli. Mabillon merupakan seorang tokoh yang menolak Skeptisisme. Hal ini bertolak belakang dengan seorang tokoh bernama Valla yang pada dasarnya memiliki wawasan yang sama mengenai cara kritik tekstual. Namun Mabillon lebih suka mengajak semua ulama untuk berpikir secara adil untuk memperluas pengetahuan, dan ia menunjukkan metode Diplomatik.

Karya On Diplomatics tersebut menjadikan Mabillon seorang tokoh terkenal. Ia kemudian diundang oleh raja Matahari, Louis XIV sebagai orang paling terpelajar di kerajaannya. Mabillon kemudian diperbolehkan untuk masuk ke perpustakaan raja dan perpustakaan menteri yang terbesar. Selain itu, Mabillon juga dikirim ke Italia untuk mendapatkan buku-buku dan dokumen-dokumen untuk perpustakaannya. Ia juga banyak melakukan perjalanan ke luar negeri guna mencari dokumen-dokumen atau arsip-arsip. Hal ini dilakukannya semasa hidupnya, hingga ia menyelesaikan karya terakhirnya, Annals Of The Benedictine Order, tepat sebelum enam bulan ia meninggal dunia.

Simpulan

Zaman modern merupakan zaman yang sangat berbeda dengan zaman sebelumnya, yakni zaman pertengahan. Zaman modern merupakan zaman dimana otoritas gereja telah tergantikan oleh otoritas ilmu pengetahuan. Pada masa ini banyak bermunculan ilmuwan-ilmuwan. Masa ini juga menciptakan manusia yang Humanis dan rasional. Keadaan demikian membawa spirit tersendiri bagi sejarawan-sejarawan yang muncul pada masa ini. Diantaranya adalah Jean Mabillon.

Sejarawan yang dilahirkan di kota Rheims ini merupakan seorang sejarawan besar yang kemudian memberikan kontribusi luar biasa terhadap dunia historiografi dan kesejarahan. Ia memiliki beberapa karya, dan yang paling popular adalah On Diplomatics, yang menjelaskan kepada para pembacanya hal-hal berkaitan dengan kritik dokumen dan naskah. Jean Mabillon dengan semua karya dan kepandaiannya akhirnya menjadikannya sebagai seorang tokoh yang pantas untuk dijuluki sebagai pendiri ilmu baru. Ia terus melakukan perjalanan guna mencari dokumen-dokumen untuk tulisannya. Ia juga terus berkarya dalam kesejarahan, hingga akhirnya ia menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 1707.

Saran

Dalam penulisan ini, terdapat banyak kekurangan, baik dari segi teknik penulisan maupun pembahasan. Maka dari itu, kami sebagai penyusun mohon kritikan dan saran guna perbaikan di masa mendatang.

Authors : Rifai Shodiq Fathoni and Rani Lestari

BIBLIOGRAFI

Gay, Peter Gay dan Victor G. Wexler (ed). 1817.  Historians At Work volume II. London: Harper and Row.

Kuntowijoyo. 2013. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Russel, Bertrand. 2002. Sejarah Filsafat Barat Kaitannya Dengan Kondisi Sosio-Politik     Zaman Kuno Hingga Sekarang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Schmandt, Henry J. 2002.  Filsafat Politik, Terj. Ahmad Baidhowi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

[1] Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat Kaitannya Dengan Kondisi Sosio-Politik Zaman Kuno Hingga Sekarang (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 645

[2] Teori Copernican dicetuskan oleh seorang ahli Astronomi Polandia bernama Nicolaus Copernicus dalam karyanya berjudul On The Revolutions Of The Celestial Spheres. Ia mencetuskan teori Heliosentris, yang berpendapat bahwa segala sesuatu berpusat di sekeliling matahari.

[3] Galileo Galilei merupakan seorang tokoh pencetus teori Hukum Kelembaman.

[4]Johannes Kepler merupakan seorang ahli astronomi Jerman, berpendapat bahwa planet-planet bergerak dalam orbit yang berbentuk elips dengan matahari sebagai pusatnya.

[5] Pencerahan adalah zaman kemajuan besar yang ditandai oleh penemuan atau impor kompas dari Timur, mesin cetak yang bisa dipindah, dan bubuk mesiu, dan dengan penemuan sistem matahari serta teori sirkulasi darah.

[6] Ditandai dengan pecahnya pemberontakan oleh pendeta Augustinian, Martin Luther.

[7] Henry J. Schmandt, Filsafat Politik, Terj. Ahmad Baidhowi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 221

[8] Humanisme adalah salah satu dari keyakinan pada diri sendiri dan individualism, yang tidak hanya mencerminkan kesadaran yang meningkat akna kepribadian manusia tetapi juga kesadaran lingkungannya. Ia juga merupakan era dimana manusia berusaha membebaskan dirinya dari otoritas tradisional dengan tujuan untuk menyatakan otonominya secara lebih penuh sebagai individu.

[9] Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013), hlm. 43

[10] Ada juga beberapa sumber yang menyebutkan bahwa Jean Mabillon dilahirkan pada 23 November 1623.

[11] file:///D:/CATHOLIC%20ENCYCLOPEDIA%20%20Jean%20Mabillon.htm, diakses pada Kamis, 08 0ktober 2015 pukul 09.00 WIB.

[12] Ibid.

[13] Peter Gay dan Victor G. Wexler (ed), Historians At Work volume II (London: Harper and Row, 1817), hlm. 163

[14] file:///D:/JEAN%20MABILLON%20_%20f3rz.htm, diakses pada Kamis, 08 Oktober 2015 pukul 09.00 WIB

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *