Emirat Umayyah di Andalusia merupakan kelanjutan dari Dinasti Umayyah di Damaskus yang runtuh pada tahun 750 M akibat pemberontakan Abbasiyah dan Syiah. Pangeran Umayyah, Abd al-Rahman ibn Muawiyah, cucu dari khalifah Hisyam yang berhasil lolos dari pembantaian massal Bani Abbasiyah, menjadi pendiri emirat ini.
Story Guide
Kisah Pelarian Abd al-Rahman ibn Mu’awiyah
Kisah tentang pelarian Abd al-Rahman al-Dakhil (pedatang) ibn Mu’awiyah dari kejaran orang-orang Bani Abbasiyah menjadi salah satu episode paling dramatis dalam sejarah Arab. Pemuda berusai dua puluh tahun ini selama enam tahun melakukan penyamaran dalam pelarian yang melewati Palestina, Mesir dan Afrika Utara.
Pelariannya dimulai dari sebuah perkemahan orang Arab badui di tepian kiri sungai Efrat. Pada suatu waktu, panji-panji hitam Abbasiyah tiba-tiba muncul di dekat kemah itu. Abd al-Rahman berlari menuju sungai bersama adik lelakinya yang baru berusia tiga belas tahun.
Sesampainya di sungai tersebut, adiknya ternyata tidak terlalu pandai berenang. Di saat bersamaan, para pengejar Abbasiyah yang telah berada di hadapan mereka menjanjikan bahwa mereka akan diberikan amnesti.
Janji itu akhirnya membuat adik Abd al-Rahman kembali dari tengah sungai, hanya untuk menjemput kematiannya. Kepalanya dipenggal dan jasadnya ditinggalkan begitu saja di tepi sungai. Sementara sang kakak, terus berenang hingga sampai di seberang.
Dalam perjalannya ke selatan, Abd al-Rahman dibawa ke Palestina oleh mantan budaknya yang telah dimerdekakan bernama Badr.
Di Afrika Utara, ia tidak luput dari upaya pembunuhan oleh penguasa Afrika Utara di Qairuan, Abd al-Rahman ibn Habib. Gubernur itu berseru kepada semua penduduk supaya menyerahkan buronan itu kepadanya.
Usaha Abd al-Rahman Memasuki Andalusia
Abd al-Rahman bersama Badr mampu melakukan penyamaran secara baik selama enam tahun di Afrika Utara. Dari kota Meknes, ia berpindah ke kota pelabuhan Melilla di dekat kota Ceuta, di pesisir Laut Tengah.
Dari kota itu ia mulai melakukan pengamatan untuk melihat kemungkinan masuk ke Andalusia. Abd al-Rahman sendiri secara diam-diam memerintahkan pelayannya Badr berangkat ke Andalus untuk menyampaikan surat kepada para pendukungnya di negeri itu.
Di Andalusia sendiri sedang terjadi konflik antara Bani Mudhari dan Yamani. Konflik ini dipandang sebagai kesempatan untuk menggalang dukungan untuk merebut Andalusia.
Badr mampu menhubungi pembesar-pembesar Yamani yang bersedia mendukung Abd al-Rahman. Orang-orang Yamani yang saat itu membenci penguasa Andalusia, Yusuf al-Fihri, bersedia memberi dukungan. Mereka lalu berangkat ke kota Melilla untuk melakukan bai’at pada tahun 756 M.
Bersama-sama tokoh Yamani itu, Abd al-Rahman menyeberangi selat Jabal-Tharik (Gibraltar) dan mendarat di pantai Almunecar. Mereka kemudian memasuki kota al-Geciras. Pembesar-pembesar di kota itu lantas menyatakan tunduk dan mendukung Abd al-Rahman.
Kota-kota di selatan, satu per satu membuka gebang dan menyerah tanpa perlawanan. Arkidona, Sindona, dan Seville semuanya menyambut sang pangeran dengan tangan terbuka.
Setelah Abd al-Rahman berhasil mendarat di Andalusia, tujuan selanjutnya adalah menghimpun dukungan. Ia bersama pendukungnya berangkat menuju kota Sidonia. Di Sidonia, gubernur setempat, Ittab ibn Alkamah mengangkat ba’iat.
Dari Sidonia, rombongan itu bergerak menuju Moron de la Frontera. Gubernur al-Moron, ibn Sabbah bersedia mengangkat ba’iat. Selanjutnya Abd al-Rahman bergerak ke Cordova.
Perseteruan Abd al-Rahman dengan Yusuf al-Fihri
Ketika Abd al-Rahman dan para pendukungnya bergerak ke Cordova, Gubernur Yusuf bergerak menuju Seville. Mereka pun bertemu di dekat Cordova.
Sebelum peperangan berlangsung, sang pangeran tampaknya tidak memiliki panji militer sendiri, sehingga pimpinan pasukan Yamaniyah di Seville, Abu al-Shabbah al-Yashubi, merancang sebuah bendera dengan mengikatkan sehelai sorban hijau di ujung sebilah tombak. Menurut riwayat, peristiwa itulah yang menandai asal muasal bendera Umayyah di Andalusia.
Pada pagi hari 14 Mei 756, dua balatentara berhadapan di tepi sungai Guadalquivir. Kendati sebagian besar personil kedua belah pihak menunggang kuda-binantang yang masih jarang di Andalusia-Abd al-Rahman yang menyadari bahwa sebagian pengikutnya takut ia tinggalkan, meminta agar hewan tunggangannya diganti dengan seekor keledia tua milik Abu al-Shabbah.
Ternyata pergantian tunggangan itu adalah taktiknya untuk memperkuat kepercayaan pendukungnya, bahwa ia tidak akan meninggalkan mereka dan bakal terus berjuang hingga akhir.
Strategi jitu itu terbukti berhasil, pertempuran tidak berlangsung lama. Yusuf beserta jenderal-jenderal utamanya melarikan diri ke Granada. Abd al-Rahman berhasil mengejar Yusuf, gubernur yang kalah itu akhirnya memohon untuk diberikan amnesti dan diizinkan menetap di Cordova.
Tiga tahun kemudian, pada tahun 759 M, bekas penguasa Andalusia itu kembali berbuat ulah. Ia diam-diam keluar dari Cordovamenuju Toledo. Di kota itu, Yusuf berusaha membujuk penduduk setempat untuk menentang dan menumbangkan kekuasaan Emir Abd al-Rahman. Atas usahanya, ia berhasil mengumpulkan kekuatan sebesar 20.000 orang dari suku Berber.
Setelah kabar itu terdengar, Emir Abd al-Rahman dan pasukannya berangkat menuju Toledo, sebuah kota benteng di atas bukit dan di bawahnya mengalir sungai Tage.
Penyerbuan dan konfrontasi pun tidak terhindarkan. Merasa terdesak, Yusuf berusaha melarikan diri. Akan tetapi pendukungnya justru menangkapnya dan memenggal kepalanya di pinggiran Toledo. Kepala Yusuf kemudian dikirimkan ke Emir Abd al-Rahman sambil memohon amnesti darinya.
Setelah Yusuf kalah, Abdurahman secara de facto menjadi khalifah Andalusia. Meski demikan, ia belum bisa mendapat gelar khalifah. Untuk itu, ia memilih menggunakan gelar yang lebih rendah dari khalifah, yaitu Emir (pangeran) dari Cordova.
Keamanan di seluruh wilayah Semenanjung Iberia perlahan-lahan kembali pulih, kecuali wilayah kecil di barat laut yang menghadap Teluk Biscaye. Saat Abd al-Rahman sibuk memadamkan pemberontakan di Toledo, wilayah itu dibangun kembali keranjutan Kerajaan Visigoth, yaitu kerajaan Asturia oleh keponakan Raja Roderick (710-711 M) bernama Panglima Pelayo (718-737 M).
Pembangunan Cordova Sebagai Ibu Kota Emirat Umayyah di Andalusia
Emir Abd al-Rahman I memerintah selama 32 tahun (756-788 M). Pemerintahannya tercatat sebagai pemerintahan pertama yang sangat stabil di Semenanjung Iberia.
Ia memindahkan ibu kota Andalusia dari Seville ke Cordova, karena pertimbangan-pertimbangan politis dan strategis. Abd al-Rahman membangun dinding tembok yang mengelilingi kota Cordova.
Selanjutnya ia membagi Semenanjung Iberia menjadi enam wilayah administratif dengan penguasa yang bergelar al-Amil (Gubernur).
Masa pemerintahan Emir Abd al-Rahman d i Andalusia dikenal oleh sejarawan sebagai masa pembangunan besar-besaran. Ia membangun istana yang megah dan masjid agung yang dikenal bernama Masjid al-Hambra. Pembangunan masjid itu memakan biaya yang besar, meskipun belum selesai ketika ia wafat pada tahun 788 M.
Tidak hanya di Cordova, Abd al-Rahman juga membangun masjid-masjid lain di luar Cordova. Selanjutnya, ia membangun madrasah-madrasah dan lembaga ilmu pengetahuan.
Pada bidang perekonomian, ia membangun saluran-saluran irigasi untuk keperluan pertanian. Tidak ada sejengkal tanah pun pada masanya yang tidak menjadi lahan pertanian.
Dengan cepat Cordova dirubahnya menjadi kota yang indah, dengan taman-taman yang permai. Salah satu taman yang paling terkenal adalah taman al-Risafat.
Tantangan yang Harus Dihadapi
Sepanjang kekuasaanya, Abd al-Rahman harus menghadapi sejumlah pemberontakan yang berturut-turut dilakukan oleh kelompok Berber, Yamaniyah dan Syiah yang diprovokasi oleh agen-agen Abbasiyah.
Pemberontakan Berber bisa ditumpas setelah memakan waktu sepuluh tahun. Kaum Berber tidak pernah bisa memaafkan para pemimpin Arab karena kesalahan mereka mengambil dan menguasai sendiri kawasan yang sudah ditaklukkan dan tidak membagi-baginya.
Orang-orang yang dulunya menjadi pendukung setia amir baru ini, kini berubah menjadi seteru dan mesti diatasi dengan cepat.
Kepala Syaikh Seville-yang bendera dan keledainya telah mengantarkan Abdurahman menuju tampuk kekuasaan-terpenggal dalam sebuah pemberontakan. Sementara Badr, tangan kanan Abdurahman, terbuang ke sebuah kota perbatasan setelah kehilangan segala harta miliknya.
Pada tahun 763 M, Khalifah Abbasiyah, al-Mansur mengutus sekelompok pasukan Abbasiyah ke Andalusia untuk merebut kembali wilayah itu. Namun, Abd al-Rahman berhasil memukul mundur dan mengalahkan pasukan itu. Sejak saat itu, al-Mansur lebih memilih melepaskan Andalusia dan lebih fokus pada penguatan sumber daya manusia di wilayah timur.
Tantangan tidak hanya datang dari Abbasiyah, tetapi juga dari Eropa. Pada tahun 777, dibentuk sebuah konfederasi besar yang melibatkan pemimpin-pemimpin kawasan timur laut yang dikepalai oleh gubernur Barcelonan dan salah satu menantu Yusuf al-Fihri. Konfederasi itu mengundang Karel Agung-sekutu Abbasiyah-yang berarti juga musuh Emir Abd al-Rahman.
Persekutuan ini dibuat untuk melawan amir baru di Andalusia itu. Karel Agung bergerak pada tahun 778 melalui timur laut hingga sampai di Zaragoza, tetapi ia terpaksa menarik diri ketika kota itu menutup gerbang-gerbangnya tepat di hadapannya.
Kemunduran dan Keruntuhan Dinasti Umayyah (743-750 M)
Melalui perseteruan ini Abd al-Rahman membuktikan bahwa dirinya sederajat dengan penguasa terkuat di Barat, sama halnya dengan penguasa terbesar di Timur.
Dalam upayanya menundukkan musuh-musuhnya yang demikian banyak, Abd al-Rahman membangun dan mengembangkan sebuah angkatan bersenjata yang disiplin dan terlatih. Pasukan itu terdiri dari atas 40.000 orang prajurit bayaran dari suku Berber.
Mereka didatangkan dari Afrika dan dikenal cukup loyal serta bisa diandalkan dalam mempertahankan kekuasaannya yang senantiasa dalam ancaman. Abd al-Rahman mengetahui dengna baik cara-cara untuk menjaga keutuhan pasukannya, yakni dengan memberikan upah yang cukup tinggi.
Demikianlah usaha-usaha yang dilakukan Abd al-Rahman dalam membangkitkan kembali eksistensi Dinasti Umayyah yang sempat runtuh, menjadi sebuah negara independen yang diperhitungkan.
BIBLIOGRAFI
Bauer, Susan Wise. 2016. Sejarah Dunia Abad Pertengahan: Dari Pertobatan Konstantinus Sampai Perang Salib Pertama. Terj. Aloysius Prasetya. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Bosworth, C. E. 1993. Dinasti-Dinasti Islam. Terj. Ilyas Hasan. Bandung: Mizan.
Hamka. 2016. Sejarah Umat Islam. Jakarta: Gema Insani.
Hitti, Phillip K. 2006. History of The Arabs. Terj. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
Malik, Maman Abdul. “Dinasti Umayyah II di Andalusia”. Dalam Siti Maryam dkk (ed). 2012. Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern. Yogyakarta: LESFI.
Sou’yb, Yusuf. 1977. Sejarah Daulat Umayyah II di Cordova. Jakarta: Bulan Bintang.
Tohir, Muhammad. 1981. Sejarah Islam dari Andalus sampai Indus. Jakarta: Pustaka Jaya.