Dinasti Mughal adalah salah satu dari tiga kerajaan besar Islam pada periode pertengahan. Dinasti ini muncul belakangan setelah Dinasti Ghazni, Dinasti Ghuri, dan Kesultanan Delhi (awal kekeuasaan Turki di India, Dinasti Khalji, Dinasti Tughluq, Dinasti Sayyed, dan Dinasti Lodi).
Kendati paling muda, dinasti-dinasti era sebelumnya tidak ada yang mampu menjadi kerajaan yang disegani, lain halnya dengan Dinasti Mughal yang berhasil mempersembahkan sebuah perubahan dan kemajuan sehingga mampu berjaya pada masanya.
Dinasti ini mampu menciptakan berbagai revolusi dari segala aspek, mulai dari politik, militer, ekonomi, agama, ilmu pengetahuan, seni, dan arsitektur. Pencapaian luar biasa Dinasti Mughal tentu saja tidak lepas dari peran para sultan yang menjalankan roda pemerintahan.
Adapun sultan yang pernah berkuasa adalah Babur, Humayun, Akbar, Jahangir, Syah Jehan, dan Aurangzeb. Puncak keemasan Dinasti Mughal terjadi pada masa pemerintahan Sultan Akbar. Kebijakan Sultan Akbar membuat dinasti ini disegani oleh bangsa-bangsa lain.
Biografi Sultan Akbar Pemimpin Terbesar Dinasti Mughal
Sultan Akbar lahir di Umerkot, Sind, 23 November 1542. Ia adalah keturunan Dinasti Timurid, putra dari sultan Humayun dan cucu dari sultan Mughal Zaheeruddin Muhammad Babur, penguasa yang mendirikan Dinasti Mughal di India. Ibunya bernama Hamida Banu Begum.
Akbar merupakan sultan ketiga yang diberi gelar sultan Abdul Fath Jalaluddin Akbar Khan. Ia menggantikan ayahnya Humayun. Ia naik tahta ketika usianya 14 tahun sehingga roda pemerintahan diamanahkan terlebih dahulu kepada walinya, Bairam Khan. Ia adalah penasehat politik yang selama ini dipercaya oleh Humayun. Bairam Khan adalah penganut syiah.
Sultan Akbar memerintah 27 Januari 1556-25 Oktober 1605 (49 tahun, 275 hari), sedangkan Bairam Khan menemani sultan Akbar mulai tahun 1556-1561 saja karena terjadi konflik diantara keduanya.
Pada awal kepemimpinan sultan Akbar tentu masih ada sisa-sisa dari keturunan Syer Khan yang melakukan pemberontakan dan mereka masih menguasai wilayah Punjab. Disisi lain, tepatnya di wilayah Agra muncul kekuatan Hindu yang dipimpin oleh Hemu yang menguasai Gwalior dan Agra. Pasukan pemberontak berusaha memasuki kota Delhi.
Bairam Khan menyambut kedatangan pasukan tersebut sehingga terjadi peperangan dahsyat yang disebut Panipat II pada tahun 1556. Akhirnya wilayah Gwalior dan Agra dapat dikuasai penuh.
Sultan Akbar adalah penguasa Mughal yang berhasil mencapai masa keemasan karena kebijakan-kebijakan yang dilakukannya. Banyak kemajuan disegala aspek. Sultan Akbar menderita sakit parah dan meninggal dunia.
Kebijakan Sultan Akbar
Selama memerintah, Sultan Akbar dinilai sebagai pencipta sistem kerajaan ini sebenarnya. Ketika Akbar dewasa, ia mulai berani membuat kebijakan politik untuk menyingkirkan Bairam Khan yang memiliki pengaruh besar dan berlebihan dalam memaksakan kepentingan Syiah. Mengetahui hal ini Bairam Khan pun melakukan pemberontakan, tapi sultan Akbar berhasil mengalahkan Bairam Khan di Julandur tahun 1561.
Setelah itu, sultan Akbar mulai melakukan persiapan untuk melakukan penyerangan ke berbagai wilayah yang penguasanya mengklaim kemerdekaan di beberapa wilayah sehingga wilayah yang ada di India dapat bersatu kembali dalam kekuasaan Mughal.
Sultan Akbar juga melakukan ekspansi ke berbagai wilayah meliputi Chundar, Ghond, Chitor, Rantabar, Surat, Behar, Bengal, Kashmir, Orissa, Dekkan, Gawilghard, Narhala, Alamghar, dan Asirghar. Keberhasilan ekspansi ini menandai berdirinya Dinasti Mughal sebagai kerajaan besar.
Kerajaan juga berhasil menguasai dua gerbang India yaitu Kabul yang merupakan gerbang ke arah Turkistan dan kota Kandahar sebagi gerbang ke Persia.
Kebijakannya yang lain mengenai sistem pemerintahan yaitu sistem militeristik, bercorak militer, kebijakan ini juga diberlakukan untuk wilayah taklukan. Pemerintah daerah dipegang oleh seorang shifar salar (Jenderal/kepala komandan) dan subdistrik oleh Faujdar (komandan) termasuk jabatan-jabatan sipil selalu diberi jenjang kepangkatan bercorak militer.
Sultan Akbar dikenal sebagai muslim yang taat dan sangat menghormati ulama. Di istana terdapat dua pejabat agama, yaitu Makhdum-ul Mulk dan Syekh Abdul Nabi.
Sultan sebenarnya memiliki perhatian besat terhadap agama. Namun, dari sinilah kekecewaannya bermuara. Ia kecewa terhadap ulama yang dalam diskusi justru saling memojokkan satu sama lain dan merasa pendapatnya sendirilah yang paling benar. Walaupun kecewa, tapi ia tidak bisa berbuat banyak karena kekuasaannya terbatas. Kekuasaan mengenai agama ada ditangan sadi-ul sudur.
Hingga pada akhirnya sultan Akbar benar-benar tidak tahan ketika Syekh Abdul Nabi memutuskan hukuman mati pada seorang Brahmana karena telah didakwa mengambil bahan bangunan untuk membangun masjid dan mencaci Nabi Muhammad SAW.
Mengetahui akan hal ini sultan Akbar merasa keberatan dengan vonis yang diberikan karena dinilai hukuman tersebut terlalu berat. Akhirnya sultan Akbar menceritakan hal ini pada Syekh Mubarak, ia juga seorang ulama. Lalu Syekh Mubarak menyampaikan bahwa menurut Undang-undang Islam, jika ada pertikaian pendapat antara ahli hukum, maka kepala pemerintahan berhak memilih salah satu pendapat.
Lebih jauh, Syekh Mubarak mernyusun sebuah dokumen yang intinya pernyataan dukungan para ulama kepada sultan Akbar untuk mengambil keputusan dalam bidang agama asal demi kepentingan bangsa dan sesuai beberapa ayat dalam al-Qur’an.
Kemudian atas dasar penjelasan Syekh Mubarak inilah sultan Akbar memproklamirkan diri bahwa ia berhak memutuskan semua termasuk agama.
Selanjutnya sultan Akbar membuat kebijakan politik sulakhul (toleransi universal) dengan tujuan untuk mengatasi perbedaan agar tidak terjadi konflik umat beragama. Jadi, semua rakyat dipandang sama. Adapun reformasi yang dilaksanakannya sebagi berikut:
- Menghapuskan jizyah bagi non-muslim.
- Memberikan pelayanan pendidikan dan pengajaran yang sama bagi setiap masyarakat, yakni dengan mendirikan madrasah-madrasah dan memberi tanah wakaf bagi lembaga-lembaga sufi berupa iqtha/madad ma’asy.
- Membentuk Undang-undang perkawinan baru, diantaranya melarang orang-orang kawin muda, berpoligami, bahkan ia menggalakkan kawin campur antar agama. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan, stabilitas dan integrasi masyarakat muslim dan non-muslim.
- Menghapus pajak-pajak pertanian, terutama bagi petani-petani miskin sekalipun non-muslim.
- Menghapus tradisi perbudakkan yang dihasilkan dari tawanan perang dan mengatur khitanan anak-anak.
Secara umum, politik sulakhul ini berhasil menciptakan kerukunan masyarakat India yang sangat beragam suku dan keyakinannya.
Dalam menjalankan pemerintahannya, Sultan selalu menekankan terciptanya stabilitas dan keamanan dalam negeri. Kebijakan yang dibuat untuk menjaga persatuan di wilayahnya. Dalam bidang agama, Akbar menciptakan Din-i-Ilahi. Tujuannya adalah kepentingan stabilitas politik. Adapun ciri-ciri Din-i-Ilahi adalah:
- Percaya pada keesaan Tuhan.
- Akbar sebagai khalifah Tuhan dan seorang padash (al-insan ‘al-kamil).
- Ia mewakili Tuhan dimuka bumi dan selalu mendapat bimbingan langsung dari Tuhan, ia terma’sum dari segala kesalahan.
- Sebagai manusia padash, ia berpantangan memakan daging.
- Menghormati api dan matahari sebagai simbol kehidupan.
- Hari ahad sebagai hari resmi ibadah.
- “Assalamu’alaikum” diganti “Allahu Akbar” dan “alaikum al-salam” diganti “Jalla Jalalah”.
Adapun faktor-faktor yang mendorong sultan Akbar menciptakan Din-i-Ilahi adalah sebagai berikut:
- Para ulama dan pemimpin agama saling berbeda pendapat mengenai masalah keagamaan, mereka saling mengecam dan berpevah belah.
- Keadaan rakyat dan penganut agama-agama di India semakin fanatik karena pengaruh tokoh-tokoh agama, bahkan rakyat banyak yang saling bertikai.
- Pengaruh penasehat agama dan politik Akbar diantaranya Abu Fadhl, Mir Abdul Lathif (Persia) dan Syekh Mubarak yang membiarkan bahkan tidak jarang mendorong Akbar berpikir bebas dan radikal. Dengan adanya penyatuan agama Hindu diharapkan tidak terjadi permusuhan antar pemeluk agama. Untuk merealisasikannya ajarannya, sultan Akbar mengawini putri Hindu sebanyak dua kali, berkhutbah dengan menggunakan simbol Hindu, melarang menulis dengan huruf Arabi, tidak mewajibkan khitanan, melarang menyembelih, dan memakan daging sapi. Sultan Akbar juga membentuk Mansabdharis, yaitu lembaga public service yang berkewajiban menyiapkan segala urusan kerajaan, misalnya menyiapkan pasukan. Lembaga ini terdiri dari satu kelas penguasa yaitu Turki, Afghan, Persia, dan Hindu.
Kemajuan yang dicapai Sultan Akbar
Bidang Politik dan Militer
Kemajuan politik yang berhasil dicapai adalah politik sulakhul (toleransi universal) yang kemudian melahirkan sistem Din-i-Ilahi dan Mansabdhari, sedangkan setiap wilayah dikepalai oleh sipah salar dan subdistrik yang dikepalai oleh faudjar. Sehingga mampu menaklukan daerah-daerah disekitarnya.
Bidang Ekonomi
Dalam hal ini perekonomian pemerintah mengatur masalah pertanian dengan wilayah terkecil disebut Deh dan beberapa Deh bergabung dalam Pargana (kawedanan). Masing-masing dipimpin oleh muqqadam yang menjadi perantara antara pemerintah dengan petani.
Baca juga: Dinasti Mughal, Imperium Islam di India
Bidang Seni dan Arsitektur
Karya seni dan arsitektur Mughal masih bisa dinikmati keindahannya sampai saat ini. Dengan arsitektur yang menggunakan ukiran dan marmer yang timbul beraneka warna. Ada bangunan masjid, istana, dan makam.
Dalam bidang sastra, berkembang bahasa Urdu yang merupakan perpaduan dari segala macam bahasa yang ada di India. Di India banyak melahirkan sastrawan seperti Malik Muhammad Jayashi dengan karya Padmavat yang merupakan karya alegoris yang mengandung kebajikan jiwa manusia.
Bidang Agama
Sultan Akbar menerapkan konsep Din-i-Ilahi, karena kebijakannya ini sultan Akbar banyak mendapatkan kritikan. Konsep ini merupakan upaya agar dapat menyatukan beragam agama di India.
Bibliografi
Sakah, Umar Asasudin. Din-i-Ilahi: Kontrovesi Keagamaan Sultan Akbar Agung (India1560-1605). Yogyakarta: Ittaqa Press, 1994.
Syaefudin, Machfud, dkk. Dinamika Peradaban Islam. Pustaka Ilmu Yogyakarta, 2013.
Thohir, Ajid, dkk. Islam di Asia Selatan. Bandung: Humaniora, 2006.
Thohir, Azid. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004.