Bagaimana Ramadan Pertama Umat Islam

Ramadan pertama umat Islam memiliki kisah tersendiri. Di tengah teriknya padang pasir, mereka harus menahan haus dan nafsu sepanjang hari. Tidak hanya itu, mereka juga dihadapkan pada ujian besar berupa Perang Badar, pertempuran penting pertama umat Islam.

Pelaksanaan Puasa Pertama

Puasa pertama dilaksanakan pada tahun kedua setelah hijrah atau sekitar tahun 624 M. dalam kalender Gregorian. Saat itu, umat Islam telah banyak bermigrasi ke Madinah setelah Rasulullah menyerukan hijrah pada tahun 622 sebagai tanggapan terhadap persekusi yang dialami oleh muslim di Mekkah.

Ramadan pertama bagi umat Islam jatuh pada bulan Maret, yang bertepatan dengan musim semi di Jazirah Arab. Pada musim ini, suhu lebih sejuk dibandingkan dengan musim panas yang sangat terik.

Perintah untuk berpuasa diawali dengan turunnya Surah al-Baqarah ayat 183, yang berbunyi, “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” Ayat ini dengan tegas memerintahkan umat Islam pada masa itu untuk menjalankan puasa, sebagaimana telah diperintahkan kepada umat-umat sebelumnya.

Ayat-ayat ini diwahyukan kepada Nabi Muhammad pada bulan Februari 624 M atau pada bulan Syakban tahun kedua Hijriah.

Meskipun Nabi Muhammad dan para pengikutnya telah melakukan puasa di hari atau bulan-bulan tertentu, berpuasa selama satu bulan penuh tanpa jeda tentu merupakan pengalaman yang luar biasa bagi umat Islam pada saat itu. Terdapat catatan dari masa Nabi yang menunjukkan bahwa umat Islam pada waktu itu mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan puasa Ramadan pada tahun pertama.

8fcb871d 5931 49a7 80dc 3ba09243fee1
Ilustrasi komunitas muslim. Sumber: Bing Image Creator

Beberapa waktu sebelum turunnya ayat-ayat tentang puasa, umat Islam mengubah arah sholat mereka (Kiblat) dari Yerusalem (al-Quds) ke Ka’bah di Mekkah. Semua perubahan ini terjadi setelah para pengikut Nabi membangun basis yang kuat di Madinah.

Dengan mengubah arah sholat dan berpuasa tanpa henti selama sebulan, umat Islam pada masa itu sangat menyadari bahwa mereka berbeda dengan kelompok agama lain, seperti Kristen dan Yahudi, yang juga hidup berdampingan dengan mereka di Madinah. Hal ini memperkuat kesadaran identitas mereka.

Ramadan pertama juga bersamaan dengan peristiwa penting dalam sejarah militer, yakni Perang Badar, antara muslim di Madinah dan kaum pagan Mekah. Meskipun jumlah pasukan yang terlibat dalam pertempuran tersebut tidak lebih dari 1.200 orang, kemenangan muslim dalam pertempuran ini memastikan kelangsungan agama monoteistik yang baru ini dalam sejarah. Hal ini membuka jalan bagi perkembangan agama Islam di seluruh dunia selama berabad-abad.

Meskipun puasa diwajibkan bagi umat Islam, namun ada pengecualian yang diberikan oleh Al-Quran. Al-Quran selalu menunjukkan jalan tengah bagi orang-orang beriman untuk menjalani hidup yang lurus dan adil, dan memberikan pengecualian bagi orang-orang seperti orang tua, orang sakit, wanita hamil, dan anak-anak untuk tidak berpuasa.

Kehidupan Sehari-hari pada Bulan Ramadan

Dalam ajaran Islam, puasa tidak sekadar menahan diri dari makanan dan minuman, tetapi juga merupakan upaya untuk memurnikan diri dari kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan.

Dalam praktik Rasulullah, puasa bukan hanya sebuah bentuk ibadah yang terdiri dari menahan lapar. Rasulullah memandang puasa sebagai perisai yang melindungi umat Islam dari kemungkaran. Menjadi lebih sabar dalam berhubungan dengan orang lain, menghindari perkataan dan perbuatan yang tercela menjadi karakteristik dasar orang yang berpuasa.

Oleh karena itu, Rasulullah dan para sahabatnya memperbanyak ibadah lainnya di bulan Ramadan. Terutama pada 10 hari terakhir bulan Ramadan, Rasulullah lebih memilih untuk beritikaf di masjid, menyisihkan waktu untuk berkonsentrasi pada ibadah.

c8d76880 360f 45f8 a0c7 95e7ceab6b3a
Ilustrasi umat Islam terdahulu.

Selama bulan Ramadan, seluruh aktivitas manusia diatur sesuai dengan ibadah tersebut karena umat Islam melihat Ramadan sebagai waktu yang sangat penting dalam kehidupan spiritual mereka. Bahkan jam kerja diatur sedemikian rupa agar dapat mengakomodasi ibadah puasa.

Meskipun demikian, menjalani ibadah puasa tidak berarti meninggalkan semua pekerjaan dan praktik kehidupan sehari-hari. Rasulullah selalu berusaha untuk tidak mengganggu rutinitas sehari-harinya selama bulan Ramadhan. Jika ada tugas yang harus dilakukan, Nabi akan melakukannya tanpa menunda-nunda, meskipun sedang berpuasa.

Baca juga: Perang Badar Kubra

Bahkan saat dalam perjalanan menuju Perang Badar, yang jatuh pada bulan Ramadan, Nabi tetap melaksanakan puasa, menunjukkan kesungguhannya dalam menjalankan kewajiban agama.

Makanan Selama Bulan Ramadan

Ada perbedaan yang mencolok antara praktik berbuka puasa umat Islam masa kini dengan masa lampau, baik dalam hal moralitas maupun kebiasaan berbuka puasa. Dahulu, umat Islam tidak dapat menikmati makanan seperti yang kita nikmati saat ini, baik dalam hal keragaman maupun jumlahnya.

Umat Islam masa lalu menyebut berbuka puasa sebagai iftar, sedangkan makan sahur disebut sebagai suhur. Saat sahur, sebagian besar dari mereka hanya makan beberapa butir kurma dengan segelas air putih.

Kurma menjadi makanan utama sahur dan berbuka puasa selama ramadan
Kurma menjadi makanan utama sahur dan berbuka puasa. Sumber: Pexels.com

Hidangan berbuka puasa Nabi pun sederhana, jauh dari kemewahan dan pemborosan. Muslim terdahulu sering kali hanya menyantap satu jenis makanan untuk berbuka.

Beberapa di antara mereka menggiling kurma dan mencampurnya dengan tepung atau air untuk membuat makanan sederhana, atau mencampur tepung yang sudah dipanggang dengan sedikit minyak zaitun untuk membuat hidangan lain. Hal ini berbeda jauh dengan menu berbuka puasa yang beragam dan lengkap seperti yang kita kenal saat ini.

Tidak semua orang di Madinah pada tahun 624 memiliki cukup makanan untuk berbuka puasa. Oleh karena itu, Nabi mendorong umat Islam yang lebih mampu secara finansial untuk mengundang sesama muslim yang kurang mampu dan belum menikah untuk berbuka bersama. Kebiasaan ini terus diwariskan hingga kini di berbagai belahan dunia, menunjukkan semangat solidaritas dan kepedulian sosial yang diperintahkan dalam ajaran Islam.

Perihal Tarawih

Pada awalnya, Nabi Muhammad belum melaksanakan ibadah tarawih selama bulan Ramadan. Praktik salat tarawih baru dimulainya pada tahun-tahun terakhir kehidupannya. Nabi memulai tarawih di masjid, tetapi seiring berjalannya waktu, para sahabatnya mulai bergabung dengannya dan jumlah mereka pun bertambah.

Baca juga: Fathu Makkah/Penaklukan Mekkah

Namun, Nabi mulai merasa khawatir bahwa umatnya akan menganggap tarawih sebagai kewajiban. Oleh karena itu, ia memilih untuk melanjutkan salatnya sendirian di rumah.

Sepuluh tahun setelah wafatnya Rasulullah, pemimpin umat Islam, Khalifah Umar melihat umat Islam yang tersebar di sekitar masjid melaksanakan salat tarawih dalam kelompok-kelompok yang terpisah. Melihat pemandangan itu, ia akhirnya membentuk salat berjamaah untuk menyatukan ibadah mereka. Sejak saat itu, tarawih berjamaah menjadi ciri khas Ramadan dan menjadi salah satu cara untuk mengkhatamkan Alquran secara keseluruhan.

Referensi

Goitein, S. D. (2017). Ramadan, the Muslim month of fasting. In The Development of Islamic Ritual (pp. 151-171). Routledge.

Ramadan, T. (2007). In the Footsteps of the Prophet: Lessons from the Life of Muhammad. Oxford University Press.

Yocum, G. (1992). Notes on an Easter Ramadan. Journal of the American Academy of Religion60(2), 201-230.

Katz, M. H. (2010). The Prophet Muhammad in Ritual. The Cambridge Companion to Muhammad, 139-157.

Qasimi, J. (2013). The life of the Prophet. In Islamic Spirituality (pp. 65-96). Routledge.

Chamsi-Pasha, H., & Mousa, S. A. (2021). Healthy Living and Lifestyle with Prophet Teaching. J Public Health Hygiene Safety3(1), 103.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *