Nokia: Kisah di Balik Keruntuhan Raksasa Teknologi Dunia

Sempat merajai pasar telepon seluler dunia, Nokia gagal mempertahankan dominasinya dan runtuh dalam waktu singkat. Minimnya inovasi, manajemen buruk, dan strategi pemasaran yang keliru menjadi penyebab utama runtuhnya sang raja telepon seluler.

Merajai Industri Telepon Seluler Dunia

Sejarah Nokia dimulai pada tahun 1865 tatkala Fredrik Idestam mendirikan pabrik kertas di Tampere, Finlandia. Beberapa tahun kemudian, dia meresmikan satu lagi pabrik di Sungai Nokianvirta (Nama Nokia berasal dari sungai ini).

Satu abad kemudian, pabrik kertas itu menjalin kerja sama erat dengan Rubber Works (1898) dan Finnish Cable Works (1912). Ketiga perusahaan tersebut akhirnya memutuskan melakukan merger menjadi menjadi Nokia Corporation pada 1967. Perusahaan baru ini memiliki lima divisi bisnis, yakni: Karet, kabel, kayu, elektronik, dan pembangkit listrik.

Ekspansi bisnis elektronik Nokia makin luas setelah menjalin kerja sama dengan Salora Oy pada 1970-an. Salora sendiri merupakan perusahaan manufaktur radio yang juga memproduksi televisi dan radiophone. 

Nokia dan Salora membuat kesepakatan untuk mengoordinasikan dan memasarkan silang aktivitas branding dan promosi produk mereka pada tahun 1975. Kerja sama antara kedua perusahaan tersebut menjadi lebih erat dan menghasilkan usaha patungan bernama Mobira Oy pada tahun 1979.

Tiga tahun kemudian, Nokia membeli seluruh saham usaha patungan itu dan merubah namanya menjadi Nokia-Mobira Oy.

Nokia-Mobira Oy mulai melakukan ekspansi ke pasar internasional dengan menggandeng Tandy Corporation untuk memasarkan ponsel di AS. Kala itu pasar seluler di Amerika Serikat belum semaju pasar Eropa. Selain AS perusahaan juga merancang ekspansi ke pasar Asia.

Dekade 1980-an menandai terjadinya pergeseran lini bisnis Nokia. Bila sebelumnya bisnis karet dan kabel menjadi lini bisnis paling penting bagi maka pada tahun 1980-an bisnis elektronik dan telekomunikasi menjadi inti bisnis perusahaan.

Beberapa akuisisi perusahaan elektronik memperkuat posisi Nokia di pasar elektronik dan telekomunikasi. Pada dekade 1980-an, Nokia makin memantapkan diri untuk menapaki jalan menjadi market leader industri ponsel dunia.

Meskipun demikian, jalan yang dilalui perusahaan tidak selalu mulus. Resesi Finlandia pada awal 1990-an ternyata berdampak besar terhadap perusahaan yang sudah berinvestasi besar di negara itu. Perusahaan terpaksa menjual beberapa lini bisnisnya dan memutus hubungan kerja 15.000 karyawannya.

Di tengah badai krisis ini Ericsson hampir membeli Nokia pada tahun 1991. Namun, kesepakatan itu gagal lantaran Ericsson ingin membeli perusahaan tanpa menyertakan lini bisnis elektroniknya.

Krisis akhirnya memaksa CEO Nokia, Jorma Ollila, mengambil keputusan besar dengan memfokuskan perusahaan pada industri telekomunikasi.

Keputusan ini tepat sasaran karena selama tahun 1995 dan 1999 tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata Nokia mencapai lebih dari 30%. Boomingnya bisnis telekomunikasi kala itu menjadi salah satu pendorong utama.

Nokia
Sumber: NOKIA – A Big Company In A Small Country.

Sejalan dengan pertumbuhan perusahaan, laba bersih dan pekerja Nokia turut mengalami kenaikan. Eropa tetap menjadi pasar utama disusul wilayah Asia dan Amerika yang mengalami kenaikan drastis.

Pesaing utama Nokia pada saat itu adalah Ericsson dan Motorola. Bila diukur dari laba bersih kedua perusahaan itu lebih besar dari Nokia. Namun karena perusahaan lebih fokus pada bisnis telepon seluler dibanding kompetitornya, maka pertumbuhan ponsel perusahaan ini pun meningkat tajam mencapai 50% pertahun antara 1997-1999.

Sementara itu, bila ditinjau dari return on investment (ROI) dan laba operasi, perusahaan lebih menguntungkan dibanding Ericsson dan Motorola.

Sebab lain dari keberhasilan Nokia adalah kemauan untuk memahami kebutuhan konsumen yang tidak dilakukan kompetitornya. Perusahaan menghabiskan banyak uang, waktu dan tenaga untuk membuat desain produk yang sesuai keinginan konsumen.

Selain itu, gaya pemasaran baru juga ditempuh. Ponsel tidak lagi dipromosikan sebagai simbol kemewahan, melainkan sebagai kebutuhan sehari-hari. Strategi ini berdampak pada peningkatan penjualan ponsel, tidak hanya untuk pelaku bisnis, tetapi juga individu.

Berbagai inovasi dan strategi pemasaran berhasil meningkatkan valuasi perusahaan dan mengantarkan Nokia menjadi market leader telepon seluler pada 1998.

Nokia
Peringkat Nokia di Interbrand.

Memasuki milenium baru, Nokia berhasil menjadi perusahaan non-Amerika pertama yang menempati posisi 10 besar perusahaan paling berharga di dunia dengan kapitalisasi market mencapai 161,93 miliar dolar.

Walaupun telah berhasil menjadi market leader, inovasi terus digencarkan pada milenium baru ini. Apabila pada masa sebelumnya ponsel identik dengan ukuran besar, maka pada abad baru ini Nokia meluncurkan seri 3310 yang dikenal tahan banting dan berbentuk ringkas.

Nokia
Perbandingan ponsel pertama Nokia dan Nokia 1100

Tiga tahun berselang Nokia merilis seri 1100 yang sukses menjadi ponsel terlaris perusahaan ini dengan penjualan mencapai 250 juta unit. Pada tahun yang sama seri N-Gage dirilis, ponsel ini mengombinasikan kemampuan ponsel dengan konsol video gim.

Keruntuhan Nokia

Setelah satu dekade memimpin pasar telepon seluler dunia, tanda-tanda keruntuhan Nokia mulai tampak sejak kemunculan iPhone pada bulan Juni 2007.

Meskipun kala itu perusahaan tersebut masih menjadi market leader ponsel dunia, tetapi perusahaan gagal menghadirkan inovasi yang tepat untuk menandingi kecanggihan smartphone besutan Apple.

Pasar ponsel berubah drastis semenjak kehadiran iPhone. Mengembangkan hardware yang mumpuni tidak lagi dianggap paling penting, sebaliknya memiliki ekosistem terbaik yang mengombinasikan hardware, sistem operasi, dan aplikasi jauh lebih penting.

Salah satu kelemahan utama Nokia adalah sistem operasinya, Symbian. Sistem operasi ini merupakan mimpi buruk bagi developer karena strukturnya yang rumit.

Symbian harus selalu disesuikan mengikuti hardware baru. Karena kerumitannya ini proses pengembangan sistem operasi membutuhkan waktu lama.

Celakanya, versi Operating System (OS) yang disesuaikan sering kali kurang cocok dan bermasalah. Misalnya resolusi layar yang berbeda membutuhkan penyesuaian pada setiap aplikasi. Selain itu, user experience Symbian juga tidak sebaik Windows Mobile Microsoft, iOS Apple, dan Android Google.

Kelemahan Nokia adalah kekuatan bagi pesaingnya. Sistem operasi Apple dan Android begitu sederhana dan kompatibel dengan versi sebelumnya. Meskipun developer membuat aplikasi untuk versi OS terbaru, aplikasi tetap dapat bekerja pada perangkat dengan OS yang lebih lama.

Keleluasaan yang ditawarkan oleh iOS dan Android inilah yang menjadi magnet menarik bagi para developer software pihak ketiga. Seiring berjalannya waktu, aplikasi yang tersedia di iOS dan Android makin banyak, tentu saja ini membuat ponsel dari kedua perusahaan menarik di mata pembeli.

Megerle Katharina
Sumber Statista

Seperti yang dapat dilihat pada data di atas, tahun 2010 merupakan akhir dari dominasi Symbian memimpin pasar sistem operasi ponsel. Setelah itu, Android disusul iOS melejit merebut market share OS yang sebelumnya dikuasai Symbian.

Permasalahan yang dihadapi kian bertambah setelah perusahaan ingin meningkatkan margin kotor dengan menggunakan komponen lebih murah. Sebagai dampaknya, konsumen mulai mengeluhkan kualitas ponsel yang menurun, belum ditambah pengiriman yang sering tertunda.

Menurunnya kualitas produk dapat tecermin pada tingkat return N97 yang sangat tinggi. Label perusahaan yang mementingkan kualitas mulai luntur. Kenyataan ini turut mendorong para pelanggan setia berpaling ke produk perusahaan lain.

Untuk mengejar ketertinggalan, Nokia menggandeng Intel untuk mengembangkan sistem operasi berbasis Linux bernama MeeGo. Sayangnya ponsel flagship MeeGo, Dali, yang seharusnya dipasarkan pada paruh kedua tahun 2012 mengalami keterlambatan setahun penuh.

Ketidakmampuan perusahaan membuat lebih dari satu perangkat MeeGo tiap tahunnya membuat banyak developer menganggap proyek ini tidak serius. Sistem operasi tersebut akhirnya mati sebelum dapat berkembang.

Pada 8 Januari 2011, CEO kala itu, Stephen Elop, menulis memo kepada seluruh karyawan. Memo itu berisi keprihatinannya terhadap nasib perusahaan:

“IPhone pertama diluncurkan pada tahun 2007 dan kita masih belum memiliki produk yang mendekati fitur mereka. Android baru muncul 2 tahun yang lalu dan minggu ini mereka mengambil alih posisi kita dalam volume penjualan smartphone. Sulit dipercaya. Kita memiliki beberapa sumber inovasi brilian di dalam Nokia, tetapi kita tidak cukup cepat untuk bisa membawanya ke pasar…  Ekosistem Symbian terbukti sulit dikembangkan guna memenuhi kebutuhan konsumen yang terus berkembang, menyebabkan kelambatan dan kerugian dalam pengembangan produk …  Jika kita terus seperti ini, kita akan makin tertinggal, sementara pesaing kita kian maju.”

Setelah memo ini dibuat perusahaan kehilangan 70% dari nilai sahamnya dalam waktu kurang dari dua tahun. Kapitaliasasi market perusahaan kala itu hanya tersisa 7,48 miliar dolar.

Baca juga: Perjalanan Toyota Merajai Industri Otomotif Dunia

Pada tahun 2011, terjadi phk 12% dari keseluruhan tenaga kerja. Mayoritas dipecat dari divisi sistem operasi Symbian. Setahun kemudian PureView 808 menjadi ponsel Symbian terakhir yang dirilis oleh perusahaan.

Elop sadar kalau produknya membutuhkan ekosistem bagus untuk mengejar ketertinggalan dari pesainginya. Muncul dua opsi kala itu: Android atau Windows Phone.

Android menawarkan akses ke seluruh ekosistemnya yang tidak terbatas pada smartphone. Namun di sisi lain, Google tidak membutuhkan Nokia untuk menjadi pemimpin pasar dunia dalam OS. Tidak ada tanda-tanda bahwa Google bersedia secara khusus mengembangkan Android untuk Nokia.

Di lain pihak, Microsoft bersedia menyesuaikan sistem operasinya sesuai kebutuhan Nokia. Sama halnya dengan Google, Microsoft membutuhkan manufaktur untuk sistem operasi mereka, lantaran perusahaan tidak memproduksi perangkat sendiri.

Akan tetapi, Microsoft bukanlah pemain besar di pasar OS smartphone dunia. Keberhasilan Windows Phone masih belum bisa dipastikan, berbeda dengan Android yang sudah terbukti berhasil menjadi market leader.

Namun, tampaknya dewan direksi perusahaan lebih memilih mengambil risiko besar dengan menjalin kemitraan strategis dengan Microsoft pada 11 Februari 2011.

Melalui kemitraan ini, kedua perusahaan berencana mengadopsi Windowns Phone 7 ke dalam perangkat smartphone. Selain itu, OS tersebut menjadikan Bing sebagai search engine utama dan mengintegrasikan data NokiaMaps ke dalam Bing Maps.

Kemitraan yang dibangun tersebut melahirkan ponsel flagship Lumia 920 yang diluncurkan pada September 2012. Lewat fitur yang dibawa seri Lumia, Nokia optimis dapat bersaing melawan iPhone dan Android.

Nokia
Nokia seri Lumia

Namun proyek kedua perusahaan itu kurang berhasil. Kualitas Lumia dianggap bermasalah, belum ditambah pengembangan yang lambat. Meskipun pada awal kemunculannya Lumia mendapat tanggapan positif, tetapi secara keseluruhan penjualan Lumia tidaklah bagus.

Walaupun Microsoft sempat membeli divisi mobile Nokia pada September 2013, tetapi nasib smartphone tersebut tetap terpuruk dan sulit kembali ke masa kejayaannya.

Setelah melihat prospek ke depan smartphonenya kian redup, pada 18 Mei 2016 Microsoft memutuskan menjual Nokia Mobile ke HMD Global, perusahaan baru yang didirikan oleh mantan eksekutif Nokia Jean-Francois Baril. Pasca diakuisisi HMD, proyek panjang revivalisasi mantan raja ponsel pun dimulai.

Daftar Pustaka

Ali-Yrkkö, J. Nokia’s Network – Gaining Competitiveness from Co-operation. Helsinki: The Research Institute of the Finnish Economy, 2001.

Ali-Yrkkö, J., & Hermans, R. “Nokia: A giant in the Finnish innovation system”. Dalam G. Schienstock (Ed.), Embracing the Knowledge Economy – The Dynamic Transformation of the Finnish Innovation System (pp. 106-127). Cheltenham: Edward Elgar Publishing, 2004.

Ali-Yrkkö, J., Paija, L., Reilly, C., & Ylä-Anttila, P.NOKIAA Big Company In A Small Country. Helsinki: The Research Institute of the Finnish Economy, 2000.

Companiesmarketcap. Market capitalization of Nokia (NOK)

Wollaston, S. “The Rise and Fall of Nokia review – fascinating insight into the Finnish, and now finished, tech firm.” The Guardian, 2018. Megerle, Katharina. “Rise and Fall of Nokia: Impact on the Finnish Economy.” 2019.

Yahoo! Finance. (n.d.). Nokia Corporation (NOK) – Historical Data.

Rifai Shodiq Fathoni

Rifai Shodiq Fathoni

I explore disability and medical history as a history buff. I examine how society and medicine have treated and changed for people with disabilities over time.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *