Sejarah Persatuan Islam (Persis) Tahun 1923-1983

Persatuan Islam (Persis) merupakan salah satu organisasi pembaharuan yang muncul pada awal ke-20. Organisasi ini berawal dari suatu kelompok tadarusan di kota Bandung di bawah pimpinan H. Muhammad Zamzam dan Muhammad Yunus. Sejak awal pendiriannya, Persis lebih menitik beratkan perjuangannya pada dakwah dan pendidikan Islam.

Latar Belakang Pendirian Persatuan Islam

Permulaan abad ke-20 merupakan masa kebangkitan umat Islam. Gerakan-gerakan modern Islam muncul bersamaan dengan lahirnya kesadaran nasional yang diwujudkan dalam wujud pergerakan nasional. Kedua gerakan itu berjalan beriringan dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan.

Bagi umat Islam, usaha-usaha untuk menuju cita-cita ini ditempuh dalam bentuk organisasi-organisasi Islam dengan corak dan gaya yang berbeda.

persatuan islam persis
Logo Persatuan Islam

Pada awal abad ke-20, bermunculan organisasi-organisasi pembaharuan Islam di Indonesia yang memiliki ciri sebagai gerakan tajdid, di antaranya Muhammadiyah di Yogyakarta, al-Irsyad di Jakarta, dan Persatuan Islam yang berdiri di Bandung. Semua gerakan ini berdasarkan ajaran-ajaran salaf dan reformis.

Organisasi Persatuan Islam sendiri berawal dari suatu kelompok tadarusan di kota Bandung yang dipelopori oleh H. Muhammad Zamzam dan H. Muhammad Yunus, dua orang saudagar dari Palembang. Bersama dengan jamaahnya, mereka mengkaji serta menguji ajaran-ajaran Islam.

Kelompok tadarusan yang awalnya hanya berjumlah sekitar 20an orang ini pun semakin mengetahui hakitat Islam yang sebenarnya. Mereka menjadi  sadar bahaya keterbelakangan, kejumudan, penutupan pintu ijtihad, taklid buta, dan serangkaian bid’ah.

Mereka lalu berusaha melakukan gerakan tajdid dan pemurnian ajaran agama Islam dari paham-paham yang menyesatkan.

Kesadaran terhadap kehidupan berjamaah, berimamah, dan berimarah dalam menyebarkan syariat Islam menimbulkan semangat kelompok tadarusan ini untuk mendirikan sebuah organisasi baru dengan ciri dan karakteristik yang khas. Sehingga berdirilah Persatuan Islam pada tanggal 12 September 1923 di Bandung.

Penamaan organisasi ini diilhami dari firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 103:

وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا ۖ  وَاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ كُنْتُمْ اَعْدَآءً فَاَ لَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَاَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهٖۤ اِخْوَانًا  ۚ  وَكُنْتُمْ عَلٰى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَاَنْقَذَكُمْ مِّنْهَا  ۗ  كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَـكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ

wa’tashimuu bihablillaahi jamii’aw wa laa tafarroquu wazkuruu ni’matallohi ‘alaikum iz kuntum a’daaa`an fa allafa baina quluubikum fa ashbahtum bini’matihiii ikhwaanaa, wa kuntum ‘alaa syafaa hufrotim minan-naari fa angqozakum min-haa, kazaalika yubayyinullohu lakum aayaatihii la’allakum tahtaduun

“Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.”

Perkembangan Persatuan Islam (Persis)

Periode Kolonial

Sejak awal pendiriannya, Persis lebih menitikberatkan perjuangannya pada penyebaran penyiaran paham al-Qur’an dan As-Sunnah kepada masyarakat Islam dan bukan untuk memperbesar dan memperluas jumlah anggota dalam organisasi.

Organisasi ini berusaha keras untuk mengembalikan kaum muslimin kepada al-Quran dan hadis; menghidupkan jihad dan ijtihad, membasmi bid’ah, khurafat, takhayul, taklid dan syirik, memperluas tablig dan dakwah kepada segenap masyarakat; mendirikan pesantren dan sekolah untuk mendidik kader Islam.

Persis pada umumnya kurang memberikan tekanan kepada kegiatan organisasi. Mereka tidak terlalu berminat menambah sebanyak mungkin anggota. Pembentukan cabang tergantung pada inisiatif peminat semata dan bukan didasarkan kepada suatu rencana yang dilakukan oleh pimpinan pusat.

Pada tahun-tahun pertamanya, Persis hanya memiliki anggota sekitar 20an orang. Aktivitas pun berakar pada shalat Jum’at ketika anggota datang bersama-sama dan mengikuti kursus-kursus pengajaran agama yang diberikan sejumlah tokoh Persatuan Islam. Perlu diketahui seluruh aktivitas dakwah organisasi diprakarsai dan dibiayai sendiri oleh kedua pendirinya yang berprofesi sebagai wirausahawan.

Organisasi ini mendapat bentuknya yang jelas setelah masuknya Ahmad Hassan pada tahun 1926 dan Mohammad Natsir pada 1927. Menurut Dadan Wildan dalam Sejarah Perjuangan Persis, Sejak masuknya Ahmad Hassan, Persatuan Islam memiliki guru utama dalam menyampaikan ajaran Islamnya.

persatuan islam persis
Ahmad Hassan

Ahmad Hassan merupakan seorang pendatang dari Singapura. Ia adalah keturunan keluarga India Tamil yang menetap di wilayah itu. Meskipun tidak menuntaskan pendidikan sekolah dasar, tetapi Ahmad Hassan sejak kecil telah memperoleh pendidikan agama yang kuat dari berbagai ulama terkenal di Singapura dan Sumatra.

Tidak hanya berdakwah melalui jamaah tadarus, Persis juga menerbitkan risalah dan majalah, antara lain:  Pembela Islam (1929-1935), al-Fatwa (1933-1935), Soal Jawab (1931-1940), al-Lisan (1935-1942, at-Taqwa (1937-1941), Lasykar Islam (1937), dan al-Hikam (1939).

Pada periode awal ini Persatuan Islam menghadapi tantangan yang berat dalam menyebarkan ide-ide dan pemikirannya. Di samping masyarakat yang jumud, tantangan juga datang dari pemerintah kolonial. Kondisi ini menyebabkan para anggota organisasi banyak melakukan perdebatan dalam menyukseskan dakwahnya.

Pada tahun 1940, Ahmad Hassan beserta 25 muridnya pindah ke Bangil, Jawa Timur dan pesantren yang berada di Bandung dilanjutkan oleh K.H. Endang Abdurrahman.

Pada masa penjajahan Jepang, organisasi ini kurang berkembang karena menentang kebijaksanaan penjajah yang mewajibkan melakukan Sei kerei (penghormatan kepada kaisar Jepang dengan cara membungkukkan badan ke arah Tokyo).

Menjelang kemerdekaan, Persis mulai tertarik dengan masalah-masalah politik. Para tokoh organisasi berpandangan bahwa kembali ke al-Quran dan Sunah itu tidak hanya terbatas dalam akidah dan ibadah, tetapi lebih luas dari pada ini, termasuk berjuang dalam politik untuk memenangkan ideologi Islam.

Persis pada Masa Kemerdekaan

Pada tanggal 8 November 1945, Persis turut mempelopori lahirnya Partai Masyumi di Yogyakarta, sebagai wadah politik umat Islam di Indonesia. Persis menjadi anggota istimewa di dalam Masyumi di samping Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.

Selain bergabung dengan Masyumi, Persis juga melakukan reorganisasi untuk menyusun  kembali sistem organisasi yang sebelumnya dibekukan oleh Jepang. Setelah reorganisasi tahun 1948, Persis berada di bawah kepemimpinan K. H Isa Anshary dari tahun 1948-1960.

Saat itu Persis dihadapkan pada pergolakan politik yang belum stabil. Persis mengeluarkan sejumlah manifesto politik yang isinya sebagian besar menolak konsepsi Soekarno tentang Nasakom, bahkan Isa Anshary membentuk front anti komunis yang dalam prakteknya justru membahayakan umat Islam.

Pada muktamar Persis ke-7 di Bangil (2-5 Agustus 1960), berkembang wacana agar Persis dirubah formatnya dari organisasi massa menjadi organisasi politik dengan nama baru Jama’ah Muslimin. Wacana tersebut dilontarkan oleh Isa Anshary.

Sementara itu pihak lain menginginkan Persis tetap eksis sebagai ormas Islamyang bergerak di bidang dakwah dan pendidikan.

Gagasan dari Isa Anshary di atas ditolak oleh K.H. E. Abdurrahman yang lebih memilih mempertahankan bentuk asli organisasi. Dalam hal ini Abdurrahman mendapat dukungan kuat dari pimpinan pusat pemuda Persis. Melalui pertarungan yang alot, akhirnya Abdurrahman terpilih menjadi ketua umum Persis melalui referundum.

persatuan islam persis
K.H Endang Abdurrahman

Bergantinya tampuk kepemimpinan dan perubahan situasi negara rupanya mempengaruhi pada penampilan Persis di publik. Jika pada masa kepemimpinan K.H. Isa Anshary, Persis lebih kental dan akrab dengan politik praktis, maka pada masa kepemimpinan baru ini Persis tidak begitu memperdulikan politik. Bahkan Abdurrahman mengeluarkan Tausiah (fatwa) yang melarang semua anggota dan pesantren serta ustaz untuk aktif di bidang politik praktis.

Selama masa kepemimpinan K.H. E. Abdurrahman dari tahun 1962-1983, Persis menunjukkan kecenderungan pada kegiatan-kegiatan sekitar tabligh dan pendidikan dari tingkat pusat hingga cabang.

K.H. E. Abdurrahman lebih mengorientasikan Persis sebagai organisasi agama, sebab itu ia mengambil pola kepemimpinan ulama, bukan kepemimpinan politik.

Pada masa inilah Persis kembali kepada garis perjuangannya, sehingga tidak salah jika K.H. E. Abdurrahman dikatakan sebagai penegak khittah Persis.

BIBLIOGRAFI

Suryanegara, Ahmad Mansur. 2015. Api Sejarah Jilid Kesatu. Bandung: Surya Dinasti.

Noer, Deliar. 1985. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES.

_________. 1987. Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Wildan, Dadan. 1995. Sejarah Perjuangan Persis 1923-1983. Bandung: Gema Syahida.

One comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *