Penaklukan Andalusia pada awal abad ke-8 Masehi menjadi salah satu momen bersejarah bagi umat Islam. Di bawah pemerintahan Daulah Umayyah di Damaskus, terutama pada masa Khalifah Walid ibn Abdul al-Malik (705-715 M), ekspedisi luar biasa ini dipimpin oleh jenderal ulung, Tariq ibn Ziyad. Pada tahun 711 M, pasukan Muslim mendarat di Gibraltar, memulai perjalanan epik mereka ke Semenanjung Iberia.
Tahapan penaklukan ini terjadi secara bertahap, dimulai dengan kemenangan di Pertempuran Guadalete melawan pasukan Visigoth. Keberhasilan ini tidak hanya berkat kekuatan militer, tetapi juga disiplin pasukan dan dukungan penduduk setempat. Pada akhirnya, kota-kota besar seperti Cordoba, Sevilla, dan Granada menjadi pusat penting peradaban Islam di Eropa Barat.
Penaklukan ini membawa dampak yang luas bagi wilayah tersebut, menciptakan hubungan perdagangan dan budaya yang memperkaya kedua dunia. Selain itu, Andalusia juga menjadi pusat pembelajaran ilmu pengetahuan, seni, dan budaya Islam yang berpengaruh bagi perkembangan peradaban Eropa.
Dengan segala keunikannya, penaklukan Andalusia tetap menjadi objek minat dan studi yang menarik bagi para sejarawan dan penggemar sejarah, karena dampaknya yang masih terasa hingga saat ini.
Story Guide
Kondisi Andalusia Sebelum Penaklukan Pasukan Islam
Andalusia, yang juga dikenal sebagai al-Andalus, merujuk kepada periode Islam di semenanjung Iberia. Asal-usul namanya berasal dari kata “Vandalusia,” yang menunjukkan kekaisaran Vandal yang pernah mendominasi bagian selatan semenanjung tersebut sebelum dikuasai oleh Visigoth pada abad ke-5 M.
Kerajaan Visigoth, sebuah aristokrasi militer Jerman, memerintah di Spanyol sejak abad ke-5 M. Mereka melanjutkan dominasi yang sebelumnya dipegang oleh bangsa Suevi dan Vandal, dengan menggunakan kekuasaan absolut dan kadang-kadang tindakan yang keras.
Visigoth memeluk Arianisme Kristen dan mencoba memaksa penduduk setempat yang Katolik untuk mengikuti agama mereka. Penduduk lokal tidak menyukai kekuasaan Visigoth dan sikap intoleran mereka terhadap agama Katolik.
Kelompok penduduk asli, terutama yang terdiri dari budak dan pelayan, merasa tidak puas dengan kondisi mereka. Mereka kemudian bersekutu dengan pasukan Islam saat penaklukan pada tahun 711 M.
Selain itu, kaum Yahudi di Andalusia hidup dalam pengasingan dan sering kali menjadi sasaran penindasan oleh pemerintah Visigoth. Mereka dipaksa untuk beralih agama, termasuk melalui dekrit pada tahun 612 M yang mengancam pembuangan dan konfiskasi harta bagi mereka yang menolak.
Politik di Andalusia ditandai oleh pertikaian antara keluarga kerajaan dan bangsawan Visigoth, yang melemahkan pemerintahan. Pada akhir abad ke-6 M, para bangsawan Visigoth menjadi penguasa independen di berbagai wilayah, melemahkan kesatuan kerajaan.
Saat pasukan Muslim menaklukkan Andalusia, Raja Roderick sedang berkuasa setelah menggulingkan pendahulunya.
Awal Penaklukan Andalusia dan Kemenangan Thariq
Serbuan pasukan Muslim ke semenanjung Iberia, gerbang barat daya Eropa, menandai babak terakhir dari serangkaian operasi militer Arab yang mengesankan. Awalnya, pada tahun 710 M, sekitar 500 tentara Muslim di bawah komando Tarif ibn Malik dikirim untuk melakukan misi pengintaian dan pengumpulan informasi.
Mendarat di tempat yang kemudian dikenal sebagai kepulauan Tarifa, ekspedisi ini berhasil dan membawa pulang banyak harta rampasan. Dengan informasi yang penting itu, Musa ibn Nushair, gubernur jenderal Al-Maghrib di Afrika Utara, memutuskan untuk mengirimkan 7.000 pasukan Arab dan Berber di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad, seorang mantan budak Berber.
Pasukan kedua ini mendarat di bukit Gibraltar (Jabal al-Thariq) pada tahun 711 M. Di atas bukit itu, Thariq memberikan pidato yang membangkitkan semangat juang pasukannya, menghadapi laporan bahwa tentara musuh yang akan mereka hadapi mencapai 100.000 orang. Dengan tambahan 5.000 pasukan dari Afrika Utara, pasukan Thariq tumbuh menjadi 12.000 orang.
Diperkuat dengan kekuatan baru, pada 19 Juli 711 M, pasukan Thariq yang berjumlah 12.000 orang berhadapan dengan pasukan Raja Roderick di mulut Sungai Barbate/Guadalete di pesisir Laguna Janda. Meskipun jumlahnya lebih sedikit, pasukan Muslim berhasil mengalahkan pasukan Roderick yang berjumlah 25.000 orang.
Pengkhianatan oleh musuh politik Roderick, dipimpin oleh Uskup Oppas, saudara Witiza, menjadi salah satu faktor penentu kemenangan pasukan Muslim. Nasib Roderick setelah pertempuran tersebut tidak jelas, dengan mayoritas sumber, baik kronik Arab maupun Spanyol, menyatakan bahwa dia hilang.
Upaya Pasukan Muslim Memperkokoh Kekuasaan di Andalusia
Setelah kemenangan penting ini, pasukan Muslim dengan relatif mudah melintasi kota-kota Spanyol, menghadapi sedikit perlawanan yang signifikan. Hanya beberapa kota, yang masih dijaga ketat oleh pasukan Gothia Barat, yang mampu memberikan perlawanan yang berarti.
Thariq dan pasukannya melanjutkan perjalanan mereka melewati Ecija menuju Toledo, ibu kota Gothia, dan mengirimkan pasukan tambahan ke kota-kota lain. Mereka memilih untuk menghindari kota Seville yang dikelilingi oleh benteng-benteng kuat, untuk mempertahankan kekuatan pasukan mereka.
Pasukan lainnya dengan mudah menduduki Elvira, dekat Granada, tanpa menghadapi banyak hambatan. Sementara itu, pasukan kavaleri di bawah pimpinan Mughith al-Rumi (orang Romawi) mencoba menyerang Cordoba. Setelah dua bulan mencoba bertahan, ibu kota masa depan umat Islam ini akhirnya menyerah, karena pengkhianatan seorang pengembala yang membawa mereka ke dinding benteng.
Kota Malaga tidak menunjukkan perlawanan apa pun. Pertempuran paling sengit terjadi di Ecija, dan akhirnya berujung pada kemenangan pasukan Muslim.
Toledo, ibu kota Gothia Barat, berhasil direbut berkat pengkhianatan sejumlah penduduk Yahudi. Kembali, peran penting penduduk pribumi terlihat dalam penaklukan Andalusia.
Dengan segala kemenangan gemilang itu, Thariq yang memulai perjalanan pada musim semi 711 M, pada akhir musim panas telah menjadi penguasa (Gubernur) atas separuh wilayah Spanyol. Dalam waktu singkat, dia berhasil menghancurkan seluruh kerajaan Gothia Barat.
Puncak Penaklukan Andalusia
Pada Juni 712 M, Musa ibn Nushair memimpin ekspedisi ke Andalusia dengan kekuatan 18.000 tentara, bertujuan menaklukkan kota-kota yang masih belum dikuasai oleh Thariq. Di kota kecil Talavera, Thariq menyerahkan komando kepada Musa, yang kemudian mengumumkan Andalusia sebagai bagian dari wilayah kekuasaan Daulah Umayyah di Damaskus.
Upaya Musa untuk menaklukkan kota-kota yang dikenal dengan pertahanan kokohnya membutuhkan waktu yang cukup lama. Kota Seville, yang merupakan pusat intelektual Spanyol dan pernah menjadi ibu kota Romawi, menahan serangan hingga akhirnya menyerah pada Juni 713 M.
Perlawanan yang paling gigih terjadi di Merida, namun setelah bertahan selama satu tahun, kota tersebut berhasil ditaklukkan pada 1 Juni 713 M. Selanjutnya, penaklukan diarahkan ke kota-kota bagian utara hingga mencapai kaki pegunungan Pyrenia, di mana di seberangnya terdapat wilayah Galia yang dikuasai oleh Prancis.
Musa bercita-cita menaklukkan wilayah di seberang pegunungan Pyrenia, namun Khalifah al-Walid tidak menyetujuinya dan memanggil Musa dan Thariq untuk kembali ke Damaskus. Sebelum meninggalkan Andalusia, Musa menyerahkan kekuasaan kepada putranya, Abd al-Aziz ibn Musa.
Baca juga: Dinasti Umayyah Periode Awal
Abd al-Aziz berhasil menaklukkan bagian timur Andalusia, sehingga seluruh wilayah Andalusia jatuh ke tangan umat Islam, kecuali Galicia, sebuah wilayah yang terjal dan tandus di bagian barat laut semenanjung itu.
Andalusia menjadi salah satu provinsi Daulah Umayyah di Damaskus hingga tahun 750 M. Selama periode ini, para gubernur di Andalusia berusaha mewujudkan impian Musa ibn Nushair untuk menguasai Galicia. Namun, dalam pertempuran di Poitiers dekat Tours pada tahun 732 M, pasukan Islam yang dipimpin oleh Abd al-Rahman al-Ghafiqi dipukul mundur oleh tentara Eropa Kristen di bawah pimpinan Charles Martel, yang menjadi titik akhir kesuksesan umat Islam di utara pegunungan Pyrenia. Setelah itu, mereka tidak pernah berhasil meraih kemenangan yang signifikan dalam menghadapi serangan balik kaum Kristen Eropa.
BIBLIOGRAFI
Bosworth, C. E. 1993. Dinasti-Dinasti Islam. Terj. Ilyas Hasan. Bandung: Mizan.
Hitti, Phillip K. 2006. History of The Arabs. Terj. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
Lapidus, Ira M. 2000. Sejarah Sosial Ummat Islam Bagian I dan II. Terj. Ghufron A. Mas’adi. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Sya’roni, Maman A. Malik. 2012. “Peradaban Islam Masa Bani Umayyah II di Andalusia”. Dalam Siti Maryam dkk (ed). Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern. Yogyakarta: LESFI.