Selama ribuan tahun, penyakit kanker menjadi momok menakutkan bagi peradaban manusia. Kendati teknologi dan ilmu kedokteran terus berkembang, kanker masih menjadi penyakit misterius yang mematikan dan tidak mudah untuk disembuhkan.
Catatan Tertua tentang Kanker
Sebagian besar sejarawan berpendapat catatan paling awal yang menjelaskan penyakit kanker terdapat dalam manuskrip Mesir kuno yang ditemukan pada abad ke-19, yakni papirus Edwin Smith dan George Ebers. Papirus yang ditulis antara 1500-1600 SM itu memaparkan perawatan bedah, farmakologis, dan magis.
Papirus tersebut diyakini berisi referensi pertama kasus kanker payudara. Tumor ganas di payudara kala itu digambarkan dingin tatkala disentuh, menonjol, dan menyebar ke seluruh payudara. Selain itu, tidak ada pengobatan yang berhasil menyembuhkannya.
Sementara itu, kasus pertama yang didokumentasikan secara ilmiah adalah kanker yang diderita oleh Raja Skithia berusia 40-50 tahun yang tinggal di stepa Siberia Selatan 2.700 tahun lalu. Melalui teknik mikroskopis dan proteomik modern, kanker tersebut dapat diidentifikasi menyebar dari prostat (Schultz, 2007).
Dari Hipokrates hingga Galen
Menyusul kemunduran peradaban Mesir, ilmu kesehatan Yunani dan Romawi menjadi dominan. Hipokrates (460-360 SM) dan Claudius Galenus (129–216), menjadi dua tokoh kedokteran yang meneliti lebih lanjut penyakit kanker.
Hipokrates atau dikenal juga sebagai “Bapak Kedokteran” dikenal sebagai dokter yang menolak pandangan supranatural terhadap penyakit. Ia menganggap praktik ritual dan persembahan untuk menyembuhkan penyakit tidak rasional.
Sebaliknya, ia memperkenalkan pendekatan rasional terhadap pengobatan. Pendekatannya untuk mendiagnosis penyakit didasarkan pada pengamatan yang cermat terhadap pasien dan pemantauan gejala mereka.
Sebagai dokter, ia memiliki catatan medis yang dikenal sebagaiHippocratic Corpus. Sebuah koleksi yang berisi 60 kumpulan tulisan yang membahas berbagai topik medis.
Hippocratic Corpus menjelaskan penyakit kanker yang disebutnya karkinos. Ia menggambarkan borok dan benjolan yang tidak bisa disembuhkan mencakup proses jinak hingga tumor ganas. Kala itu, dia menganjurkan pelaksanaan operasi untuk jenis kanker karsinoma (Kanker yang berkembang di jaringan kulit).
Namun, Hipokrates dalam karyanya Aphorisms, juga memperingatkan agar tidak sembarangan melakukan pengobatan kanker. “Jangan melakukan tindakan pada kanker yang tak terlihat. Bila mencoba mengobatinya, kanker dapat berubah dengan cepat menjadi mematikan. Ketika dibiarkan, kanker tetap dalam keadaan tidak aktif untuk waktu yang lama.”
Setelah Hipokrates tiada, muncul Aulus Cornelius Celsus (25SM-50M) seorang dokter Romawi. Sama seperti pendahulunya, Celcus dihadapkan pada kebingungan tatkala menghadapi pasien penderita kanker.
Akan tetapi, lewat penelitiannya dia mampu menggambarkan evolusi tumor mulai dari cacoethes (Kanker stadium awal) diikuti oleh karsinoma dan terakhir peradangan. Celcus dalam karyanya De Medicina menjelaskan, “Hanya tumor stadium awal yang bisa disingkirkan, tahap lainnya akan menyakitkan jika diobati. Makin diobati malah bertambah parah. Beberapa orang telah menggunakan obat kaustik, kauter, eksisi dengan pisau bedah; tetapi tidak ada obat yang dapat menyembuhkan sepenuhnya. Bagian yang dibakar malah merangsang pertumbuhan kanker hingga menyebabkan kematian.” Selain itu, Celcus juga menggambarkan sifat invasif kanker. “Penyakit ini dapat menyebar dengan cepat hingga ke tulang dan menggerogoti daging.”
Galen (129-216) menjadi penerus Hipokrates yang paling menonjol. Dia adalah orang pertama yang mengenali perbedaan antara pembuluh arteri dan vena yang dipostulasikannya sebagai sistem berbeda yang masing-masing berasal dari jantung dan hati (Hankinson, 2008).
Selain itu, dia juga menaruh perhatian besar pada kanker. Galen membahas tumor dari berbagai jenis dan asal, membedakan onkoi, karkinos, dan karkinoma. Kontribusi terbesarnya untuk memahami kanker adalah dengan mengklasifikasikan pertumbuhan benjolan ke dalam tiga tahapan mulai dari yang paling jinak sampai paling ganas.
- De tumoribus secondum naturam (Tumor alami), termasuk benjolan jinak dan proses fisiologis seperti pembesaran payudara karena pubertas.
- De tumoribus supra naturam (Tumor tak biasa) yang ditandai dengan abses dan peradangan.
- De tumoribus praeter naturam (Tumor ganas).
Klasifikasi pertumbuhan tumor yang dilakukan Galen merupakan dokumen tertulis pertama dan satu-satunya dari zaman kuno yang dikhususkan untuk tumor, baik kanker maupun non-kanker.
Ilmu Medis pada Abad Kegelapan-Abad Keemasan Islam
Runtuhnya peradaban Yunani Romawi yang ditandai dengan jatuhnya kota Roma pada 476 turut menyeret ilmu medis ke masa kemandekan, bahkan banyak tulisan medis kuno hilang.
Beberapa ilmuwan Kekaisaran Romawi Timur, seperti Oribasius (325-403), Aetius (502-575), dan Paulus Ægineta (625-690) masih menjadikan karya Galan sebagai rujukan utama ilmu medis. Kendati tidak banyak berkontribusi pada pengetahuan medis dan kanker, tetapi ketiganya berperan penting dalam melestarikan tradisi medis Yunani-Romawi.
Upaya pelestarian tradisi ilmiah Yunani juga dilakukan oleh ilmuwan penganut Nestorianisme. Mereka menjadi yang pertama memulai gerakan penerjamahan karya Yunani ke Arab.
Namun, usaha serius untuk membangkitkan tradisi keilmuwan Yunani baru dilakukan pada masa Daulah Abbasiyah atau masa keemasan peradaban Islam. Wazir (Perdana menteri) Khalifah Harun al-Rasyid, Ja’far bin Yahya al-Barmaki, menjadi salah satu tokoh penting yang menggencarkan gerakan penerjemahan karya Yunani Kuno ke Arab.
Melalui upaya tersebut Baghdad (Ibu kota Abbasiyah) menjelma sebagai pusat peradaban dan keilmuwan dunia. Para dokter yang punya andil besar dalam perkembangan ilmu kesehatan pun bermunculan, seperti Ar-Razi (865-925), Ibnu Sina (980-1037), dan Ibnu Zuhri (1094-1162).
Ibnu Zuhri menjadi orang pertama yang memaparkan gejala kanker kerongkongan dan perut dalam kitabnya berjudul Al–Taysir Fi Al-Mudawat wa-‘l–Tadbir. Di dalam kitab tersebut, ia mengusulkan pemberian makan enema untuk menjaga pasien kanker perut tetap bertahan hidup, sebuah terobosan yang tidak terpikirkan oleh pendahulunya (Ackerknecht, 1958).
Baca juga: Memahami Sejarah HIV/AIDS: Dari Awal Penemuan hingga Pandemi Global
Sayangnya perkembangan ilmu medis di dunia Arab harus terhenti akibat serangkaian peristiwa yang memicu kemunduran peradaban Islam. Serbuan pasukan Mongol ke Baghdad pada 1258 menjadi pukulan berat bagi peradaban Islam. Serbuan itu tidak hanya menimbulkan banyak korban jiwa, tetapi juga membumi hanguskan karya-karya keilmuwan penting yang tersimpan di kota tersebut. Sejak peristiwa itu, peradaban Islam tidak pernah pulih seperti sediakala.
Sementara itu, kebangkitan ilmu medis mulai tumbuh di Eropa seiring dengan keberhasilan Perang Salib. Pada masa itu, biara-biara menjelma pusat kesehatan, para biarawan tidak hanya menjalankan tugas agama tetapi juga merawat orang sakit dan menyalin manuskrip tentang kesehatan berbahasa Arab (Faguet, 2005).
Semangat baru inilah yang pada akhirnya berkontribusi besar dalam perkembangan ilmu medis di Eropa pada masa selanjutnya.
Daftar Pustaka
Celcus. De Medicina. Terj. W. G. Spencer. Cambridge: Harvard University Press, 1938.
Faguet, G B. “A brief history of cancer: age-old milestones underlying our current knowledge database.” International journal of cancer vol. 136,9, 2015.
Faguet, GB. The War on Cancer. Dordrecht: Springer, 2005.
Hankinson RJ (Ed.). The Cambridge companion to Galen. Cambridge: Cambridge University Press, 2008.
Hippocrates. Aphorisms. Terj. Elias Marks. New York: Collins & Co., 1817.
Schultz, Michael dkk. “Oldest known case of metastasizing prostate carcinoma diagnosed in the skeleton of a 2,700-year-old Scythian king from Arzhan (Siberia, Russia).” International journal of cancer vol. 121,12, 2007.