Kehadiran video game menandai tren baru pada paruh kedua abad ke-20. Seiring dengan perkembangan teknologi video game, perubahan dramatis juga terjadi dalam kehidupan manusia. Video game tidak lagi hanya dianggap sebagai bentuk hiburan semata, melainkan juga sebagai suatu kebutuhan.
Story Guide
Kelahiran Video Game
Video game muncul seiring dengan evolusi komputer. Pada 1950-an, komputer besar seukuran ruangan berhasil memecahkan masalah aritmatika sederhana. Awalnya, tidak ada perbincangan untuk bermain game menggunakan komputer raksasa ini.
Namun, para pemikir kreatif dari universitas-universitas di AS kemudian mulai berpikir untuk mengembangkan permainan komputer sederhana. Kendati demikian, pengembangan game ini tidak diperuntukkan untuk tujuan hiburan, tetapi untuk mendemonstrasikan cara kerja teknologi baru.
Tennis for Two, yang pertama kali muncul dalam sebuah pameran pada tahun 1958, dianggap sebagai video game pertama yang diciptakan untuk hiburan. Permainan ini menggunakan sebuah monitor dan dua buah pengontrol untuk bermain.
Pada acara pameran yang diselenggarakan selama tiga hari itu, para remaja berdesakan mengantri untuk menonton dan mencoba permainan tersebut. Sayangnya, Tennis for Two sempat terlupakan dalam waktu lama, hingga akhirnya diakui sebagai video game pertama.
Munculnya Video Game Console
Pada tahun 1970-an, perkembangan video game masih sangat terkait dengan kemajuan dalam miniaturisasi komputer. Pada periode ini, perusahaan Atari muncul sebagai pemain kunci. Atari tidak hanya mendominasi industri video game selama satu dekade berikutnya, tetapi juga mengembangkan Pong, game pertama yang sukses secara global.
Pong, meskipun memiliki prinsip permainan yang mirip dengan Tennis for Two, dirancang untuk dimainkan dengan lebih mudah. Instruksi permainannya sangat sederhana: “hindari bola yang meleset agar mendapatkan skor tertinggi.” Dalam permainan ini, kedua pemain berusaha untuk memukul bola yang ukurannya tidak lebih dari satu piksel sehingga melewati garis net.
Atari sukses berinovasi menghadirkan video game lewat platform arkade, yang juga dikenal sebagai mesin dingdong. Melalui platform ini, masyarakat dapat memainkan game dengan harga yang relatif terjangkau.
Pada tahun 1972, Magnavox merilis Odyssey, yang dikenal sebagai konsol video game rumahan pertama. Konsol ini adalah perkembangan dari “The Brown Box,” yang merupakan prototipe sistem multiplayer yang dapat dimainkan di TV. Odyssey memiliki 28 permainan yang bisa dipilih.
Kendati demikian, strategi pemasaran Odyssey sangatlah buruk, sehingga konsol ini gagal menarik antusiasme konsumen dan mati sebelum dapat berkembang. Barangkali satu-satunya pencapaian Magnavox adalah menjual lisensi Odyssey ke Atari seharga $100juta.
Dengan tersingkirnya Magnavox, Atari berhasil mengukuhkan dominasinya dalam industri video game saat itu. Lewat game Space Invaders (1978), Atari memulai era keemasan game arkade. Pada dekade berikutnya, muncul fenomena para remaja mempertaruhkan uang saku di mesin arkade.
Atari juga mengambil langkah besar dalam dunia konsol rumahan. Mereka memanfaatkan perkembangan teknologi mikroprosesor pada saat itu untuk mendominasi pasar konsol rumahan dengan merilis Atari 2600.
Konsol ini laku keras di pasaran, tercatat lebih dari 30 juta orang membelinya. Uniknya, Atari 2600 tidak terbatas pada satu game, tetapi menawarkan game yang tidak terbatas berkat kaset yang dapat diganti.
Krisis dan Kebangkitan Industri Game
Periode 1980-an ditandai dengan lahirnya game-game legendaris yang masih bertahan hingga saat ini: Pac-Man (1980), Ultima (1980), Mario Bros (1983), Tetris (1984) dan SimCity (1989). Pada awal dekade ini, pasar game tidak hanya dibanjiri dengan konsol baru yang tak terhitung jumlahnya, tetapi juga mulai bermunculan komputer rumahan yang lebih murah dan lebih bertenaga.
Di tengah euforia ini, pasar video game console tiba-tiba mengalami keruntuhan pada 1983. Bahkan, Atari yang pada dekade sebelumnya sempat merajai industri ini mengalami kebangkrutan. Salah satu pendorong kebangkrutan ini adalah gagalnya game E.T yang dirilis pada 1982. Game ini malah dianggap sebagai game terburuk sepanjang masa karena kualitas grafisnya yang kasar dan gameplay yang rumit.
Meskipun mengalami krisis, industri game tidak mati begitu saja. Dari puing-puing industri yang hancur, muncul perusahaan seperti Commodore dengan komputer rumah Commodore 64 pada tahun 1982, dan Nintendo dengan konsolnya yang terkenal, Nintendo Entertainment System atau NES, pada tahun 1985.
Melalui teknologi yang lebih canggih, game-game yang lahir setelah periode krisis ini menetapkan standar baru dengan gameplay dan grafis yang lebih inovatif dan menarik. Game yang tersedia tidak hanya mengunggulkan fitur multiplayer, layaknya Tenis for Two atau Pong, tetapi juga memiliki karakter ikonik dan cerita yang lebih kompleks.
Khusus untuk Nintendo, perusahaan ini menerapkan regulasi ketat terhadap pengembang game pihak ketiga. Kebijakan ini dilaksanakan untuk melawan perangkat lunak yang dibuat dengan tergesa-gesa dan berkualitas rendah. Hasilnya, pengembang dari pihak ketiga Nintendo merilis banyak game ikonik yang bertahan lama, seperti Mega Man dari Capcom, Castlevania dari Konami, Final Fantasy dari Square, dan Dragon Quest dari Enix.
Beragam inovasi tersebut berhasil membius anak-anak dan remaja tahun 1980-an untuk menghabiskan waktu berjam-jam di depan komputer atau konsol di rumah mereka Perlahan tapi pasti, video game mulai berubah dari hiburan semata menjadi suatu kebutuhan. Terlebih lagi setelah peluncuran Game Boy pada akhir dekade ini, yang memungkinkan mereka untuk bermain kapan saja dan di mana saja.
Dominasi Nintendo mendapat tantangan serius dari Sega, yang merilis konsol Genesis pada tahun 1989. Melalui teknologi yang lebih canggih, strategi pemasaran yang cerdik, dan peluncuran game Sonic the Hedgehog pada tahun 1991, Genesis berhasil unggul dari pesaing lama mereka. Nintendo merespons dengan merilis konsol Super NES 16-bit pada tahun 1991, peluncuran ini menandai perang konsol pertama.
Dominasi PlayStation
Industri game memasuki era keemasannya pada dekade 1990-an, terutama seiring dengan kemunculan teknologi grafis tiga dimensi. Game-game menjadi semakin realistis dan kompleks. Karakter dalam permainan yang sebelumnya hanya bisa bergerak dua dimensi, kini bisa bergerak dalam tiga dimensi.
Pada tahun 1994, Sony memperkenalkan PlayStation. Kualitas teknologi dan grafis yang PlayStation tawarkan dianggap sebagai tonggak besar dalam industri game. Perusahaan-perusahaan besar pembuat konsol pada saat itu merasa terkejut dan khawatir ketika mendengar berita tentang peluncuran PlayStation.
Sega, sebagai pesaing kuat, berusaha menantang PlayStation dengan merilis Sega Saturn, konsol 32-bit pertama yang menggunakan CD, lima bulan lebih cepat dari jadwal yang semestinya. Sementara itu, Nintendo merilis sistem 64-bit berbasis cartridge. Sega memperkenalkan Virtua Fighter melalui Saturn, sementara Nintendo 64 memiliki Super Mario 64.
Kendati demikian, langkah yang diambil dua perusahaan konsol ini gagal membendung dominasi Sony, yang mendapat dukungan kuat pihak ketiga sehingga banyak memiliki game eksklusif.
Kehadiran PlayStation yang sangat populer turut mendorong studio game untuk bersaing dalam menciptakan desain permainan yang lebih inovatif. Sebagian besar game ikonik yang diluncurkan pada periode ini mengusung tema sejarah, seperti Command & Conquer (1995), Tomb Raider (1996), dan Age of Empires (1997).
Meskipun begitu, perkembangan industri game pada dekade ini juga menimbulkan kontroversi. Beberapa game yang diluncurkan dianggap telah kehilangan elemen kepolosannya karena mengusung tema kekerasan yang cukup eksplisit.
Wolfenstein 3D (1992) bisa dianggap sebagai game pertama yang dengan jelas menampilkan unsur kekerasan. Game ini menggunakan perspektif first-person yang memungkinkan pemain untuk menggunakan senjata dan menghabisi musuh-musuhnya. Konsep semacam ini kemudian diusung banyak game yang muncul setelahnya, bahkan hingga saat ini.
Munculnya game dengan tema kekerasan ini memicu perdebatan di kalangan masyarakat, khususnya seputar apakah video game dapat mendorong tindakan kekerasan di dunia nyata. Perdebatan panjang ini terus berlanjut hingga sekarang.
Industri Game di Era Modern
Memasuki milenium baru, persaingan antar konsol masih berlanjut. Sega memperkenalkan Dreamcast pada tahun 1999, Nintendo merilis Gamecube pada tahun 2001, dan Microsoft memasuki pasar konsol dengan Xbox pada tahun yang sama.
Namun, Sony tetap mendominasi dengan kesuksesan PlayStation 2 yang diluncurkan pada tahun 2000. PlayStation 2 berhasil menjadi konsol game terlaris sepanjang masa, dengan penjualan mencapai 158,7 juta unit.
Selain perang konsol, komunitas gamer komputer juga tumbuh pesat. Mereka membentuk komunitas yang dikenal sebagai “LAN Party.” Dengan memanfaatkan teknologi jaringan lokal (LAN), para gamer membawa komputer masing-masing dan menghubungkannya ke jaringan tersebut. Salah satu game yang sangat populer dalam acara LAN Party adalah Counter-Strike (2000), sebuah game first-person shooter (FPS) yang begitu digemari oleh anak muda. Tak jarang mereka rela begadang semalaman untuk bermain game ini.
Namun, seiring dengan peningkatan akses internet, game online mulai menjadi pilihan utama. Untuk pertama kalinya game, seperti World of Warcraft (2004), dimainkan sepenuhnya di internet.
Di sisi lain, perkembangan teknologi pada dekade ini jauh lebih pesat dibandingkan dengan periode sebelumnya. Teknologi grafis yang semakin canggih membuat dunia dalam video game menjadi semakin realistis. Dengan bantuan kecerdasan buatan (AI), karakter dalam video game dapat merespons situasi di dalam permainan secara otomatis.
Berkat kemajuan teknologi ini, muncullah genre game “open world.” Genre game ini memberikan kebebasan kepada para pemain untuk menjelajahi dunia fiksi yang disajikan dalam game atau bahkan menciptakan dunia virtual mereka sendiri dengan bebas. Beberapa game open-world ikonik lahir pada periode ini, seperti The Sims (2000), Grand Theft Auto: San Andreas (2004), dan Minecraft (2010).
Baca juga: Nokia, Kisah di Balik Keruntuhan Raksasa Teknologi Dunia
Hingga saat ini, industri video game terus mengalami pertumbuhan pesat. Bahkan, industri ini telah menjadi bisnis bernilai miliaran dolar dengan pendapatan yang melampaui industri film dan musik.
Studio-studio game independen tumbuh dengan pesat, dan mereka bersaing dalam mengembangkan game untuk berbagai jenis platform, mulai dari komputer, konsol, hingga perangkat tablet dan smartphone. Akibatnya, video game telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari manusia.
Daftar Pustaka
Ivory, J. D. (2015). A brief history of video games. The video game debate: Unravelling the physical, social, and psychological effects of digital games, 1-21.
Iwatani, T., Ahmadi, A., Alves, L. R. G., Apperley, T., Arsenault, D., Averbuj, G., … & Budziszewski, P. K. (2015). Video games around the world (pp. 1-16). M. J. Wolf (Ed.). Cambridge, MA: MIT Press.
Kent, S. L. (2010). The Ultimate History of Video Games, Volume 1: From Pong to Pokemon and Beyond… the Story Behind the Craze That Touched Our Lives and Changed the World (Vol. 1). Crown.
Malliet, S., & De Meyer, G. (2005). The history of the video game. Handbook of computer game studies, 23-45.
Spring, D. (2015). Gaming history: computer and video games as historical scholarship. Rethinking History, 19(2), 207-221.