Nebukhadnezzar dan Kerajaan Babilonia Baru

Nebukhadnezzar II merupakan penguasa agung kerajaan Babilonia Baru. Dalam waktu singkat (43 tahun), ia berhasil menjadikan Babilonia menjadi salah satu kerajaan termegah di dunia.

Dalam catatan sejarah, ia digambarkan sebagai raja sekaligus pejuang. Pada masa pemerintahannya, ia sempat beberapa kali terlibat konfrontasi dengan pharaoh (Fir’aun) Mesir yang dianggap sebagai saingan terkuatnya. Selain itu, ia juga menumpas pemberontakan kaum Yudea (Yahudi), di Yerusalem.

Alkitab mencatat bahwa Nebukhadnezzar adalah alat balas dendam Tuhan kepada rakyat Yudea yang berdosa. Kharismanya sebagai penguasa agung telah melegenda turun temurun, sampai-sampai mantan presiden Irak, Saddam Hussein mengaku sebagai keturunan dari Nebukhadnezzar.

Latar Belakang Kehidupan Nebukhadnezzar

kerajaan Babilonia
Nebukhadnezzar II

Nebukhadnezzar lahir sekitar tahun 630 SM. Ia adalah anak tertua dari Raja Khaldea (Babilonia), Nabolopossar (memerintah dari 626-605 SM). Nabolopossar menjalin aliansi dengan Cyarxes, Raja Midia dari Medes dan orang Persia. Mereka bekerjasama untuk meruntuhkan dan membagi wilayah Assiria di Mesopotamia. Untuk memperkuat aliansi, Nabopolassar menikahkan anak lelakinya, pangeran mahkota Babilonia, Nebukhadnezzar dengan putri Midia Amytis.

Pada tahun 612 SM, Nabolopossar bersama dengan aliansinya Cyarxes, berhasil menghancurkan pusat wilayah Assiria, Nineweh. Pada penaklukan tersebut, Nebukhadnezzar telah menjabat sebagai jenderal pasukan ayahnya. Keberhasilan itu sekaligus meruntuhkan ibu kota kekaisaran kuno yang telah bertahan selama ribuan tahun.

Ketika kotanya dijarah dan diruntuhkan, Raja Asiria, Sin-shum-ishkun melarikan diri menuju kota Heren. Namun, dalam perjalanan ia meninggal atau dibunuh. Assuruballit, seorang pejabat istana dan keponakan raja, mengambil gelar sebagai penguasa baru Assiria.

Dengan seorang raja baru dan ibu kota baru di Haran, bala tentara Assiria yang sudah lemah mencoba membangun kembali kerajaan. Pada tahun 610, aliansi Babilon dan Midia bergerak menuju Haran untuk kembali menghancurkan sisa-sisa kerajaan Assiria. Akan tetapi, sebelum pasukan aliansi tiba, Assuruballit telah melarikan diri. Di Haran, Nabopolassar hanya menjarah kota tersebut kemudian kembali.

Assuruballit belum sepenuhnya putus asa, karena ia mengirim utusan ke Selatan, meminta bantuan kepada pharaoh Mesir, Nekho II. Nekho yang melihat ancaman dari kekaisaran Babilonia di Laut Tengah, setuju untuk membantu Assuruballit. Raja Assiria itu mengusulkan untuk mengatur bala tentara gabungan di kota Karkhemish, pharaoh pun setuju dan mulai bergerak ke utara.

Di tengah perjalanannya, Nekho dihadang oleh Yosias raja Yudea. Awalnya Nekho tidak mau meladeni Yosias.Namun karena raja Yudea itu begitu keras kepala, akhirnya pertempuran tidak terhindarkan. Yosias terbunuh dalam pertempuran itu.

Nekho terus melanjutkan perjalanannya, dan bertemu Assurunallit di Karkhemish. Dari kota itu, mereka beranjak pergi untuk bersama-sama untuk merebut kembali ibu kota Assiria di Haran, yang kini diduduki pasukan Babilonia. Mereka dapat mengalahkan pasukan Nabopolassar, tetapi mereka tidak mampu merebut kota itu.

Kedua tentara itu pun mundur. Nekho II memutuskan kembali ke Yerusalem, dan mengangkat anak lelaki Yosias, Yoyakim sebagai raja bonekanya. Ia menuntut daerah tersebut membayar upeti  besar berupa emas dan perak.

Pada tahun 605 SM, Nabopolassar yang kesehatannya sudah lemah, mengarahkan perhatiannya kembali kepada perlawanan orang Mesir dan Assiria. Di tempat orang Mesir dan Assiria telah mendirikan perkemahan di Karkhemish.

Dikarenakan kondisi yang tidak memungkinkan,  Nabopolassar mengirimkan anaknya, Nebukadnezzar ke Karkhemish sebagai pemimpin pasukan untuk meyingkirkan sisa-sisa orang Assiria. Kedua bala tentara bertemu di luar kota.

Dalam pertempuran sengit itu, pasukan Mesir terpecah. Nekho II mulai mundur menuju Delta, dan meninggalkan daerah-daerah Semit Barat. Tidak ada informasi mengenai orang Assiria yang melarikan diri, tampaknya pasukan Aassiria disapu bersih tanpa ada yang tersisisa. Assuruballit sendiri gugur di medan perang.

Nebukhadnezzar mengejar Nekho II yang bergerak mundur, ia berniat menangkap dan membunuh pharaoh itu. Akan tetapi dalam pengejarannya, ia memperoleh kabar bahwa ayahnya, Nabopolassar telah meninggal. Setelah kabar duka sampai kepadanya, Nebukadnezzar langsung menghentikan pengajaran dan kembali ke Babilonia. Sesampainya di Babilon, Nebukanedzar dinobatkan sebagai raja baru Babilonia dengan gelar Nebukanedzar II.

Dimulainya Pemerintahan Nebukhadnezzar

Pada awal pemerintahannya, Nebukhadnezzar tidak mempunyai musuh yang serius. Nekho II yang menjadi lemah karena kekalahannya di Karkemis, telah dipukul mundur ke belakang batas-batas wilayahnya. Bangsa Lydia dari Asia Kecil terlalu kecil untuk menjadi ancaman, bangsa Scythia yang berkelana dan suka berperang sudah terpecah-pecah, sementara kota-kota Yunani sibuk dengan konflik  internal mereka sendiri.

Satu-satunya kerajaan yang mungkin sepadan dengan Babilonia waktu itu adalah kerajaan Midia dengan pasukan Persianya. Akan tetapi, Cyarxes, Raja Midia adalah mertua dari Nebukhadnezzar, dan puterinya adalah istri dari raja Babilonia itu sendiri, sehingga tidak mungkin kedua kerajaan akan berperang.

Penaklukan-penaklukan Nebukhadnezzar dimulai di tanah Semit Barat. Ia menempatkan sekelompok pasukan di luar tembok Yerusalem, di mana Yoyakim dari Yudea berganti sekutu, menjauhi Nekho II yang menempatkannya di takhta dan menjadi sekutu Babilonia.

Pembayaran upeti Yoyakim kepada Nebukhadnezzar, hanyalah taktik untuk mengulur waktu sampai ia dapat bersekutu kembali dengan raja-raja lain. Yeremia, Nabi istananya, memperingatkan bahwa penaklukan Nebukhadnezzar tidak dapat dihindarkan, karena sudah ditakdirkan Tuhan. Ia mengatakan ”Raja Babilonia pasti akan datang da menghancurkan tanah ini, dan memutuskan manusia maupun binatang dari tanah ini.”

Akan tetapi peringatan dari Yeremia, tidak didengarkan oleh Yoyakim. Ia justru memotong-motong gulungan peringatan Yeremia, dan membuangnya ke dalam tungku api yang menyal di sebelah singgasananya.

Tidak terkesan dengan peringatan Yeremia, Yoyakim secara resmi mulai memberontak melawan Babilonia segera setelah Nekho II siap untuk berperang. Ia menghentikan pengiriman upeti ke Babilonia. Nekho bergerak keluar Mesir, dan Nebukhadnezzar turun ke selatan untuk menghadapi ancaman pharaoh.

Pada tahun 602 SM, Nekho II dan Nebukhadnezzar berhadapan dalam perang. Pertempuran itu berakhir seri. Satu tahun kemudian, pertempuran kembali pecah dan berakhir dengan kerugian besar di kedua belah pihak. Pascaperang kedua itu, Nebukhadnezzar berbalik kembali ke Babilonia.

Di lain pihak, Nekho II juga bergerak kembali ke negaranya. Ia telah banyak kehilangan pasukannya dalam peperangan melawan Babilonia. Oleh karena itu ia lebih memilih memfokuskan diri pada pengerjaan terusan yang mengalir dari Sungai Nil Timur menembus ke Laut Merah.

Dengan pembuatan terusan tersebut, Mesir yang awalnya dikenal membenci lautan, memulai proyek  pembentukan armada laut dan perdagangan.  Nekho II yang selalu melihat ke masa depan, memandang bahwa perdagangan adalah taruhan yang lebih baik daripada peperangan jika ia ingin membangun sebuah kekaisaran.

Di tempat lain, Yoyakim yang awalnya sangat mengharapkan dukungan Mesir kini sendirian. Ia gelisah menunggu pembalasan dari Babilonia. Yoyakim wafat pada tahun 597 SM, pada usia 36 tahun dan segera Nebukhadnezzar berangkat menuju Yerusalem.

Setibanya di Yerusalem, Nebukhadnezzar memberikan imunitas kepada keluarga Yoyakim yang menyerahkan diri. Mereka ditempatkan di Babblonia, dan diperlakukan dengan baik layaknya bangsawan.

Perbendaharaan negara dan Kuli Solomon dirampas emasnya, tetapi gedung-gedung tidak dirusak atau dibakar. Nebukhadnezzar bahkan tidak mengambil seluruh kerajaan. Ia mengangkat Zedekia saudara Yoyakim sebagai penguasa baru Yerusalem. Meskipun dalam praktiknya, Zedekia hanya lah sebagai gubernur Babilonia.

Pembangunan Babilonia Baru

Babilonia adalah rumah bagi dewa Marduk, dan penyembahan kepadanya merupakan salah satu tradisi kemenangan Babilonia. Nebukhadnezzar adalah sosok yang religus. Ia giat menghiasai kuil-kuil yang berhubungan dengan Marduk.

Selain itu, ia juga membuat jalan-jalan upacara bagi festival Marduk. Sebuah jalan yang lebarnya tujuh puluh kaki dari tengah-tengah kompleks kuil sampai gerbang isthar tempat upacara di sebelah utara kota itu, sehingga dewa bisa berjalan di sepanjalang jalan tersebut pada perayaan tahun baru.

Nebukhadnezzar juga membangun untuk dirinya sendiri tiga istana, yang ketiganya disepuh dengan lapisan emas dan perak. Di salah satu istananya, ia membangun sebuah taman. Taman ini mendapat sebutan “Taman Gantung” , yang merupakan formasi terbalik ziggurat, setiap tingkat digantungi oleh setingkat lagi yang menggantung di bawahnya. Nebukhadnezzar membagun dan menyiapkan apa yang disebut Taman Gantung untuk istrinya, yang mencintai pegunungan karena berasal dari Midia.

kerajaan babilonia
Ilustrasi Taman Gantung Babilonia

Selain pembangunan bangunan-bangunan bernilai seni tinggi, Nebukhadnezzar juga membangun tembok ganda untuk memperkuat pertahanan kerajaannya. Bagian dalam tembok itu memili tebal 21 kaki, dan tembok luarnya setiap 6 kaki diberi menara pengawas. Ia juga menyuruh orang-orangnya menggali parit mengelilingi kota, sehingga menjadikan Babilonia dikepung sabuk air sepanjang empat puluh kaki.

Di bawah pemerintahan Nebukhadnezzar, kota Babilonia tumbuh dengan pesat. Bahkan Aristoteles berkomentar “Dikatakan bahwa ketika Babilonia direbut, sebagian besar dari kota tidak menyadarinya sampai tiga hari kemudian,” karena begitu besarnya kota itu.

Pertempuran Terakhir Nebukhadnezzar Melawan Mesir

Di Mesir, musuh bebuyutan Nebukhadnezzar yakni Nekho II telah wafat. Ia meninggal pada tahun 595 SM, dan tahtanya dilanjutkan putranya Psammetichus II. Pharaoh baru itu mewarisi sebuah kompleks kemiliteran Mesir yng meliputi armada laut.

Pada masa pemerintahannya, ia menggunakan angkatan laut bukan untuk perdagangan, tetapi kembali ke cara kekuasaan lama Mesir yakni untuk berperang. Armada perang itu berhasil menaklukan Nubia, yang sudah lama jauh dari jangkauan para pharaoh Mesir.

Raja Yudea, Zedekia yang mendengar tentang kebangkitan armada perang Mesir, segera mengirim berita kepada Psammetichus II. Jika Mesir mau menyerang Nebukhadnezzar, Yeruslem akan bergabung dengannya.

Pharaoh Mesir setuju dengan tawaran dari Zedekia, dan mulai menggerakan angkatan perangnya keluar dari Delta. Angkatan perang yang  terdiri dari tentara bayaran Mesir dan Yunani itu melakukan perjalanan menuju peperangan di darat dengan cara tradisional.

Di tempat lain, angkatan perang Babiloniia yang sudah tiba terlebih dahulu di tembok Yerusalem untuk mencari tahu sebab upeti Zedekia terlambat, segera menarik diri dan menuju ke selatan untuk menghadapi ancaman Mesir.

Nabi Yeremia, yang masih meramalkan kiamat bagi orang-orang Israel, memperingatkan Zedekia bahwa hal terburuk masih akan datang. Ia berkata “angkatan perang Pharaoh, yang bergerak keluar untuk mengukungmu, akan pulang kembali ke negaranya.” Yeremia menambahkan meskipun Zedekia mampu mengalahkan seluruh angkatan perang Babilonia, dan hanya orang-orang terluka yang tertinggal di dalam kemah mereka, mereka akan keluar dan membakar habis Yerusalem.

Akan tetapi Zedekia tidak mendengarkannya, dan justru membuang Yeremia ke dalam sumur di mana tidak ada seorang pun yang bisa mendengarkan peringatannya.

Sementara itu Nebukhadnezzar dengan garangnya menghadapi orang Mesir, dan terlibat pertempuran sengit. Pertempuran itu berakhir dengan kemenangan Babilonia, dan membuat pasukan Mesir melarikan diri. Ia mengejar mereka, dan mengusir orang-orang Mesir keluar dari seluruh Suriah. Psammetichus II sendiri meninggal beberapa minggu kemudian, pada bulan Februari tahun 589 SM.

Murka Nebukhadnezzar terhadap Orang-Orang Yahudi

Nebukhadnezzar yang telah murka akibat pengkhianatan Zedekia, mengarahkan pasukannya menuju tembok-tembok Yerusalem. Tentara Zedekia yang menguasai benteng Azekah dan Lakish, satu per satu tumbang.

Penyerbuan itu berlangsung selama dua tahun. Menurut Josephus, penyerbuan tersebut dibarengi dengan kelaparan dan wabah penyakit sampar yang menyerang Yerusalem. Pada tahun 587 SM, Zeddekia mencoba melarikan diri, tanpa memikirkan sisa rakyatnya yangg tertinggal menghadapi kemarahan Nebukhadnezzar.

Zedekia yang melarikan diri bersama prajuritnya, ditangkap di dataran Yeriko. Nebukhadnezzar yang biasanya tidak brutal dan kejam layakya raja Assiria, telah murka dengan penghkhianatan yang dilakukan Zedekia.

Ia memerintahkan pasukannya menyeret Zedekia ke depannya, ia lantas menyuruh putra-putra Zedekia yang masih anak-anak dibunuh di depan matanya, dan kemudian mata Zedekia dibutakan, sehingga pemandangan terakhir yang dilihatnya adalah hukuman mati atas keluarganya.

Zedekia dikembalikan ke babilonia dengan terantai, sementara semua pejabat utama dan para imam kepala Yudea dihukum mati persis di luar perkemahanan tentara Babilonia. Nebukhadnezzar juga memerintahkan para panglimanya untuk membakar Yerusalem.

Tembok-tembok diruntuhkan, rakyat kota diperintahkan untuk berbarik menuju pembuangan, rumah-rumah, gedung bendahara dan Kuil Solomon semuanya habis dibakar. Orang Yahudi dimukimkan kembali ke seluruh Babilonia dan beberapa melarikan diri ke Mesir. Peristiwa ini lah yang dikenal sebagai great diaspora orang-orang Yahudi.

Akhir Hidup Nebukhadnezzar

Sementara itu, sekutu Nebukhadnezzar yaitu bangsa Midia, di bawah mertuanya Cyarxes, terus berperang ke arah Asia Kecil. Ketika Yerusalem jatuh, orang Midia telah mencapai perbatasan Lydia. Antara tahun 590-585 SM, kedua angkatan perang berhadapan  di seberang sungai Halys, tetapi tidak ada satu pihak pun yang terlihat mampu mengakhiri pertempuran.

Akhirnya pada tahun 585 SM, Nebukhadnezzar turun tangan untuk menyelesaikan pertempuran itu. Ia mengirimkan perwira bernama Nabonidus untuk membantu mengatur gencatan senjata di antara kedua pasukan. Kedua raja setuju untuk berdamai, yang disahkan dengan perkawinan dari putri Alyattes yaitu Aryenis dengan putra Cyarxes, pangeran Midia, Astyages.

Mungkin lebih masuk akal jika Nebukhadnezzar mengirimkan sebuah pasukan khusus untuk membantu Midia memenangkan pertempuran, tetapi Nebukhadnezzar sendiri tengah menderita sakit. Hal ini lah yang menghalanginya mengirimkan pasukan Babilonia.

Akhir pemerintahan Nebukhadnezzar dihantui oleh tanda-tanda misterius akan adanya sesuatu yang salah. Ia meminta salah seorang tawanan Yahudinya, bernama Daniel untuk menafsirkan mimpinya. Daniael meramalkan bahwa raja akan diserang oleh kegilaan dan kehilangan kekuasaannya untuk beberapa waktu. Tidak lama berselang Nebukhadnezzar  mulai kehilangan kewarasannya dan bertingkah layaknya hewan.

Baca juga: Peradaban Mesir Kuno (3200-2180 SM)

Nebukhadnezzar akhirnya wafat sebagai raja dari sebuah wilayah yang sangat luas, setelah selama 43 tahun berkuasa. Tetapi tidak ada yang tahu di mana tubuhnya dimakamkan. Putranya, Amel Marduk adalah pewaris yang sah, tetapi hubungan antara keduanya tidak lah baik.

Bahkan sejarawan Yahudi abad ke-12, Jecahmeel,  mengatakan bahwa Nebukhadnezzar sebetulnya memenjarakan Amel-Marduk karena pengkhianatan, dan ketika Amel-Marduk dibebaskan setelah kematian Nebukhadnezzar. Ia lalu mengambl jazad ayahnya dari makamnya, dan melemparkannya kepada burung nasar untuk dimakan.

BIBLIOGRAFI

Bauer, Susan Wise. 2010. Sejarah Dunia Kuno: Dari Cerita-Cerita Tertua sampai Jatuhnya Roma. Terj. Aloysius Prasetya. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Gifford, Clive. 2009. Ensiklopedia Sejarah dan Budaya : Sejarah Dunia Jilid III. Terj. Nino Oktorino. Jakarta: Lentera Abadi.

Montefiore, Simon Sebag. 2008. Tokoh Kontroversial Dunia : Mereka yang Menggores Sejarah Kemanusiaan Dunia. Jakarta: Erlangga.

Toynbee, Arnold. 2007. Sejarah Umat Manusia. Terj. Agung Prihantoro. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *