Bosnia-Herzegovina atau biasa disebut Bosnia saja, merupakan salah negara yang terletak di Semenanjung Balkan. Di negara ini hidup penduduk dari bermacam-macam etnis, muslim Bosnia 45%, Bosnia-Serbia 35%, dan 18% Bosnia-Kroasia. Kota Sarajevo menjadi ibu kota negara itu. Selain Sarajevo, kota Mostar juga menjadi kota penting di Bosnia, ketika Yugoslavia masih eksis kota ini dikenal juga sebagai permata Yugoslavia.
Di sisi lain, muslim negara ini menyimpan sejarah panjang dan kelam, tepatnya saat berada di bawah kekuasaan imperium Austria-Hungaria dan Yugoslavia. Pada masa itu, muslim Bosnia menghadapi tantangan keras dari dua penguasa tersebut. Puncaknya pada perang kemerdekaan tahun 1992-1995, terjadi perang etnis yang memakan korban nyawa ribuan muslim.
Story Guide
Wilayah Penuh Konflik
Negara Bosnia Herzegovina ditinjau dari sisi historisnya, merupakan negara yang sering dilanda konflik. Konflik ini tidak hanya terjadi pada periode modern, tetapi sudah terjadi sejak zaman pertengahan. Letak Bosnia yang strategis membuat kerajaan-kerajaan besar pada abad pertengahan saling berlomba untuk bersaing menguasai wilayah itu.
Berbicara mengenai proses masuk dan berkembangnya Islam di Bosnia maka tidak dapat dilepaskan dari peran Turki Utsmani. Imperium Utsmani yang muncul sebagai kekuatan besar baru pada abad pertengahan mulai berkuasa atas wilayah Balkan sejak tahun 1453 M.
Utsmani berkuasa atas wilayah Bosnia selama lebih dari empat abad. Kekuasaan yang begitu lama, memberikan banyak dampak terhadap kehidupan rakyat Bosnia. Melalui sitem devshire (kehormatan darah), para penguasa Utsmani melakukan Islamisasi di wilayah-wilayah kekuasaanya, termasuk Bosnia. Sikap terbuka penguasa ini menyebabkan banyak warga Bosnia memeluk Islam secara sukarela.
Kondisi muslim Bosnia saat itu sangat lah makmur, karena dianakemaskan oleh penguasa Utsmani. Di bawah sistem Millet yang dilembagakan oleh Porte, kaum Ortodoks dan Katolik memiliki perwakilan sendiri.
Baca juga: Kebijakan Sistem Millet Sultan Muhammad Al-Fatih
Meskipun demikian, hal itu juga memunculkan kecemburuan etnis Serbia yang beragama Kristen Ortodoks. Kecemburan ini pada perkembangannya semakin membesar dan berubah menjadi kebencian yang mengakar.
Orang-orang Serbia tidak pernah mau dianggap sama dengan muslim Bosnia, karena mereka merasa lebih unggul. Maka dari itu, mereka pun selalu berusaha mengusir Utsmani dari wilayah Bosnia dengan melakukan berbagai pemberontakan.
Konflik antar etnis ini juga memunculkan istilah “etnis muslim” untuk membedakan antara golongan Ortodoks Serbia, golongan Katolik Kroasia, dan golongan muslim. Serbia juga menyebut muslim Bosnia dengan sebutan Atrak (orang-orang Turki), meskipun pada dasarnya mereka berasal dari satu garis keturunan.
Pemberontakan etnis Serbia terhadap Utsmani pecah pada tahun 1878, setelah Serbia yang dibantu oleh kekuatan imperium Austro-Hungaria berhasil mengalahkan Utsmani. Pascaperang tersebut, wilayah Bosnia kemudian diambil alih oleh Austro-Hungaria, dan menjadi bagian imperium itu sampai tahun 1918 M.
Penindasan terhadap Muslim Bosnia
Ketika berada di bawah kekuasaan Imperium Austro-Hungaria, nasib muslim Bosnia berbalik 180°. Penguasa baru itu begitu menindas muslim Bosnia. Kebebasan mereka dikekang, dan melakukan berbagai jenis penganiayaan.
Pasca-Perang Dunia I, Bosnia menjadi bagian dari kerjaan baru Serbia dan Montenegro. Di tahun yang sama, muslim Bosnia mendirikan Yugoslav Muslim Organization(JMO), sebagai partai untuk memperjuangkan hak-hak mereka.
JMO menjadi bagian penting dari tubuh nasional muslim Bosnia, dan mewakili tujuan sebenarnya muslim selama dua perang dunia.
Pada 1929, nama Yugoslavia digunakan untuk negara itu. Yugoslavia beranggotakan Serbia (sekarang ini), Montenegro, Slovenia, Kroasia, dan Bosnia. Di bawah kekuasaan Yugoslavia, kehidupan muslim Bosnia tidak banyak berubah. Kebencian yang telah mengakar lama pada etnis Serbia kepada mereka, membuat perlakuan yang diterima muslim Bosnia bertambah parah.
Meskipun tantangan yang dihadapi bertambah besar, JMO tetap mempertahankan tujuan awal mereka. Tujuan politik mendasar JMO adalah memperjuangkan otonomi bagi Bosnia dan Herzegovina, yang sebenarnya sudah mulai diperjuangkan sejak masih berada di bawah kekuasaan Utsmani. Selain itu, mereka juga berusaha menjaga kesatuan wilayah dan politik Bosnia.
Jerman Nazi menginvasi wilayah Yugoslavia pada tahun 1941, atau tepatnya pada awal Perang Dunia II. Bosnia Herzegovina dimasukkan ke Kroasia, yang dikendalikan oleh blok fasis dan nasionalis Kroasia yang disebut Ustachi. Selama perang ini, muslim Bosnia menjadi salah satu korban pembantaian 200.000 orang, dalam pembunuhan massal terhadap muslim di Yugoslavia.
Setelah Perang Dunia II berakhir, dengan kekalahan Jerman dan aliansinya, Bosnia menjadi salah satu dari enam republik di negara komunis baru, Yugoslavia. Negara ini dipimpin oleh Josip Broz Tito, yang juga merupakan pemimpin dari Partai Komunis Yugoslavia, dan gerakan perlawanan.
Pembentukan rezim Komunis diikuti oleh penganiayaan hebat terhadap komunitas muslim di seluruh wilayah Yugoslavia. Harta sumbangangan keagamaan (waqaf) disita, tidak hanya itu, hampir semua masjid dan madrasah ditutup.
Baru pada tahun 1970-an, kondisi muslim Bosnia mulai membaik. Mereka kembali mendapatkan hak kebebasan menjalankan aktivitas keagamaan. Pada tahun 1971, tercatat terdapat 1.541.000 muslim di Bosnia, atau sekitar 41.5% dari seluruh populasi. Kemudian pada 1973, untuk pertama kalinya pemerintah Yugoslavia mengakui orang-orang muslim Bosnia sebagai nasionalitas yang memilki ciri-ciri sendiri yang terpisah dengan keluarga bangsa-bangsa Yugoslavia.
Perang Kemerdekaan dan Genosida Muslim Bosnia
Kondisi berbeda terjadi pada dekade1980-1990-an, ketika itu Yugoslavia memasuki babak baru, atau biasa disebut sebagai masa disintegrasi Yugoslavia. Konflik etnis, krisis ekonomi, dan krisis pemimpin menjadi faktor diintegrasi Yugoslavia. Kondisi ini diperparah oleh keruntuhan Uni Soviet pada 31 Desember 1990. Seperti yang diketahui Uni Soviet merupakan pendukung utama rezim Komunis Yugoslavoa.
Pascaruntuhnya Uni Soviet, satu persatu republik bagian Yugoslavia memisahkan diri dari federasi Yugoslavia. Slovenia dan Kroasia menjadi negara yang paling awal memisahkan diri. Pascaproklamasi dua negara tersebut, Bosnia mengumumkan akan mengikuti jejak untuk melakukan referendum.
Masa depan Bosnia-Herzegovina ditentukan oleh nasib referendum kemerdekaan Bosnia. Terdapat dua kemungkinan dari referendum tersebut. Pertama,penerapan referendum disetujui bersama dan disertai dengan perjanjian konstintusional tentang masa depan Bosnia. Kedua, orang-orang Kroasia yang juga memegang suara di parlemen, bisa mengalahkan referendum dan tetap bersikeras menghalangi harapan kemerdekaan Bosnia.
Akhirnya, muslim Bosnia, dan etnis Kroasia-Bosnia dengan dukungan partai-partai oposisi menyelenggarakan referendum pada tanggal 1 Maret 1992. Sekitar 64% atau dua per tiga dari warga Bosnia menyetujui pemisahan Bosnia dari Yugoslavia, dan memerdekakan diri, meskipun terdapat resiko memicu perang sipil dengan etnis Bosnia-Serbia.
Di sisi lain, komposisi 35% etnis Serbia di Bosnia menjadi lahan subur bagi berkembangnya ideologi nasionalisme Serbia Raya, yang dihidupkan kembali oleh presiden Yugoslavia, Slobodan Milosevic. Milosevic melakukan propaganda terhadap etnis Serbia—Bosnia melalui Radovan Karadzic agar etnis Serbia di Bosnia turut serta dalam mewujudkan pembentukan Serbia Raya dari sisa-sisa Yugoslavia.
Setelah mendengar referendum yang dilakukan oleh muslim Bosnia dan Kroasia-Bosnia, etnis Serbia di Bosnia langsung memberikan respon perlawanan.
Satu hari pascareferendum, barikade dipasang di Sarajevo. Alasan dari tindakan ini adalah penembakan beberapa Serbia di pernikahan selama akhir pekan. Etnis Serbia menuntut negosiasi atas masa depan Bosnia dilakukan kembali, sebelum mencapai tahap proklamasi kemerdekaan.
Tuntutan ini awalnya disetujui oleh perwakilan Party of Democratic Action atau SDA (kelanjutan dari JMO), Alija Izetbegovic, namun kemudian ditolak setelah (Yugoslav People’s Army)JNA bergerak dan orang-orang Bosnia di Sarajevo turun ke jalan untuk memprotes terror.
Didorong oleh dukungan massa, dan yakin kubu Serbia telah menderita kekalahan politis besar, Izetbegovic terus maju dan memproklamasikan kemerdekaan Bosnia Herzegovina pada 3 Maret 1992.
Pada akhir Maret 1992, situasi kacau melanda Bosnia. Perpecahan antara pemerintah Bosnia dan Serbia semakin menjadi pada tanggal 4 April 1992, ketika Izetbegovic memerintahkan mobilisasi semua polisi dan cadangan pasukan di Sarajevo.
Mendengar pengerahan pasukan tersebut, Serb Democratic Party (SDS) mengeluarkan seruan rahasia untuk etnis Serbia untuk mengevakuasi kota. Saat pejabat Serbia pergi, mereka berkata kepada orang-orang Serbia yang bertahan bahwa mereka akan kembali dalam beberapa hari.
Pada 6 April, pasukan Serbia mulai melepaskan tembakan di kota Sarajevo. Selanjutnya pada 7 dan 8 April, bertepatan dengan hari pengakuan internasional Bosnia-Herzegovina, pasukan Serbia menyeberangi Drina dari Serbia dan mengepung kota-kota muslim di Zvornik, Visegard, dan Foca. Memasuki pertengahan April, seluruh wilayah Bosnia telah tenggelam dalam perang. Dengan kekerasan yang terus menyebar, ketakutan dan kepanikan tumbuh, sekaligus mempercepat polarisasi etnis penduduk.
Peperangan yang berlarut-larut ini berlangsung dengan sengit. Sengitnya pertempuran disebabkan karena semua pihak telah mempersiapkan perang sebelumnya. Smail Cekic telah mendokumentasikan dengan rinci, persiapan SDS dan JNA untuk perang di Bosnia,mulai dari mempersenjatai penduduk etnis Serbia hingga persiapan relokasi basis-basis militer.
Sementara itu, menurut pengakuan orang Bosnia, JNA telah mendirikan barak pengepungan di sekitar Sarajevo sebelum bertempur. Upaya ini didukung oleh fakta bawah kota-kota kecil di sekitar Sarajvo dihuni golongan nasionalis dan anti muslim.
Di lain pihak, pasukan muslim Bosnia telah dibentuk pada musim gugur 1991. Izetbegovic memperkirakan kekuatannya berada di kisaran 35.000-40.000 pasukan ketika konflik dimulai. Dengan 10 kota yang dikuasai muslim, menjadikan Bosnia dengan cepat menjadi sebuah kamp bersenjata pada musim semi 1992.
Akan tetapi, jumlah pasukan Bosnia yang tidak banyak mendorong keyakinan Serbia bahwa mereka bisa menang relatif cepat dalam pertempuran melawan pemerintah Bosnia. Simpatisan etnis Serbia,Koljevic bahkan sesumbar seluruh pertempuran di bulan April akan selesai dalam waktu 10 hari.
Dalam perang tersebut Serbia juga membawa misi untuk melakukan etnic cleansing di wilayah-wilayah yang masih didominasi etnis non-Serbia. Tujuan akhir dari proyek ini adalah menyukseskan ambisis Milosevic untuk membentuk Federasi Yugoslavia Baru.
Ciri khas dari operasi pembersihan ini adalah menyingkirkan para tokoh masyarakat seperti kaum terpelajar, anggota SDA, dan para konglomerat. Pembersihan etnis muslim Bosnia dimulai dengan melakukan pengepungan di desa tertentu, kemudian menutup akses keluar dan masuk wilayah tersebut. Selanjutnya, seluruh penghuni desa diminta keluar lalu dikumpulkan dan dilucuti persenjataannya. Kaum wanita dan anak-anak dipisahkan dari kaum laki-laki untuk dibawa ke kamp-kamp konsentrasi. Mereka yang melawan akan dibunuh dan untuk wanita biasanya akan diperkosa terlebih dahulu.
Aksi militer Serbia ini dicap sebagai kejahatan perang dan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat. Sejak bulan April 1992 sampai Januari 1993, jumlah orang yang tewas akibat perang antar etnis di Bosnia diperkirakan sekitar 17.000, sementara sekitar dua juta penduduk melarikan diri dari wilayah tersebut.
Meskipun pembantaian terus belangsung di Bosnia, Dewan Keamanan PBB tetap menolak memberikan sanksi milter kepada Serbia. Berbagai sanksi peringatan memang sempat dilayangkan, tetapi tidak mempengaruhi sedikitpun peperangan.
Pada akhirnya, setelah hampir dua tahun peperangan berkecamuk, beberapa anggota NATO menyarankan untuk mengambil tindakan keras terhadap Serbia. Ultimatum NATO ini dikeluarkan pada tanggal 10 Februari 1994. Setelah itu mulai nampak keseriusan untuk mengakhiri konflik berkepanjangan di Bosnia.
Setelah ultimatum tidak diindahkan oleh Serbia, pasukan NATO mulai membombardir basis-basis militer Serbia di Bosnia, tercatat tiga kali serangan udara dilancarkan selama tahun 1994.
Akan tetapi, serangan NATO belum mampu memukul mundur pasukan Serbia. Mereka justru semakin mengintensifkan pengepungan terhadap wilayah di zona aman. Sejumlah kota seperti Sebrenica, Goradze, dan Tuzla pada waktu itu hampir dikuasai oleh Serbia.
Memasuki tahun 1995, pasukan NATO terus menggempur pasukan Serbia yang keras kepala tidak mau mematuhi perintah PBB. Pada tanggal 30 Agustus, sekitar 60 pesawat tempur NATO didukung oleh pasukan reaksi cepat PBB, dikirim untuk melumpuhkan basis-basis militer Serbia-Bosnia. Serangan ini terus berlanjut hingga pertengahan September.
Serangan sporadis dari NATO dan PBB membuat kondisi pasukan Serbia terdesak, dan bersedia menarik mundur persenjataan beratnya dari Sarajevo. Mereka juga menyatakan kesediannya untuk melakukan genjatan senjata setelah 3,5 tahun berperang.
Sebagai wujud perdamaian maka ditandatangi Perjanjian Dayton pada 14 Desember 1995. Perjanjian Dayton ditandatangi oleh tiga kelompok etnis, yaitu Bosnia, Kroasia, dan Serbia di Dayton, Ohio, United States. Isi pokok perjanjian itu adalah Negara Bosnia-Herzegovina menjadi negara berdaulat atas dua wilayah teritorial, yakni Federasi Bosnia Herzegovina, dan Republik Srpska (Republik Serbia). Federasi Bosnia-Herzegovina menguasai 51% wilayah, dan Republik Srpska menguasai 49% wilayah.
Demikian lah akhir dari Perang antar etnis di Bosnia. Perang yang setidaknya memakan 150.000 jiwa, lebih dari dua juta orang terusir dari rumahnya, gedung-gedung hancur terbakar, serta ratusan masjid dan geraja runtuh.
BIBLIOGRAFI
Bose, Sumantra. 2007. Contested Land: Israel-Palestina, Kashmir, Bosnia, Cyprus, and Sri Lanka. United States: Harvard University Press.
Burg, Steven L. Dan Shoup, Paul S. 1999. The War in Bosnia-Herzegovina. New York: Routledge.
Gifford, Clive. 2007. Ensiklopedia Geografi Dunia Jilid III. Jakarta: Lentera Abadi.
Kettani, M. Ali. 2005. Minoritas Muslim di Dunia Dewasa ini. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Montefiore, Simon Sebag. 2008. Tokoh Kontroversial Dunia: Mereka yang Menggores Sejarah Kemanusiaan Dunia. Jakarta: Erlangga.
Mun’im, Muhammad Abdul. 1992. Jihad di Bosnia yang Dibantai Umat yang Dibinasakan. Jakarta: Darr ad-Dakwah.
Phillips, Douglas A. 2004. Bosnia and Herzegovina. Philadelphia: Chelsea House Publishers.
Redzic, Enver. 2005. Bosnia and Herzegovina in The Second World War. New York: Frank Cass.